Hujan tetiba turun ketika Fera keluar dari ruang kuliah hendak menuju tempat parkir dimana mobilnya berada. Karena tidak membawa payung, cepat-cepat dia berlindung di gazebo yang tidak jauh dari tempatnya berjalan. Meski demikian, ruang gazebo yang terbuka tidak cukup menahan guyuran hujan yang semakin deras. Sebagian baju Fera basah, dia memeluk tubuhnya yang menggigil kedinginan, berharap hujan segera reda.
Tanpa dia sadari, tetiba seorang pria jangkung dengan payung biru telah berdiri di sampingnya.
“Kamu butuh payung, Fer?” tanyanya dengan senyum ramah. Pria itu mahasiswa yang baru dilihatnya di kelas tadi, namun wajahnya terlihat ramah dan penuh perhatian.
Fera mengangguk ragu, tapi akhirnya berdiri dan mendekat. Pria itu mencondongkan payungnya, melindungi mereka berdua dari hujan yang bertambah lebat.
“Namaku Dion,” katanya memperkenalkan diri.
“Kok kamu tahu namaku Fera?” Jawab Fera, balik bertanya dengan ekor mata memperhatikan betapa dekatnya mereka sekarang.
Saat hendak melangkah, guntur menggelegar memecah langit.
“Aaa…!” Fera berteriak, dan tanpa sadar memeluk erat tubuh Dion sambil menutup telinga. Spontan tangan kiri Dion memeluk erat tubuh Fera.
“Kita berteduh dulu disini sampai hujan reda, Fer.” ajak Dion, ketika suara guntur melemah.
Saat menyadari posisi tubuhnya menempel pada Dion, Fera melepas pelukannya dan kembali masuk gazebo dengan pipi merona bak tomat ceri.
“Maaf aku tidak sengaja,” ucapnya lirih.
“Santai saja, Fer. aku paham kok.” Sambung Dion, sambil melangkah mendekat. Sementara Fera tak berani menatap Dion, dia masih malu mengingat bagaimana tadi dia memeluk Dion yang baru dikenalnya beberapa jam yang lalu.
Untuk mengusir kecanggungan dan sambil menunggu hujan reda, Dion membuka obrolan, “Kapan kamu main voli lagi di stadion?”
Fera mengangkat wajah dan menoleh ke arah Dion. “Kamu tahu dari mana aku suka main voli?” tanya Fera dengan raut wajah keheranan.
Dion tersenyum, “Aku penggemarmu, aku tidak pernah absen menonton pertandinganmu,” ujar Dion. “Dan, aku juga mengoleksi foto-foto aksimu saat memukul bola, serta puisi-puisi melankolis yang kamu pajang di mading kampus.” lanjut Dion.
Fera tertegun mendengar pengakuan Dion. Sejurus kemudian mereka terlihat asyik ngobrol berbagai topik, mulai dari pertandingan bola voli hingga mengapa Dion bisa pindah ke kampus ini. Karena asyiknya ngobrol, tak terasa hujan mulai mereda.
“Hujan sudah reda, Fer. Ayo aku antar ke mobilmu.” Ucap Dion, kemudian mengangkat payungnya.
Mereka berjalan beriringan menuju tempat parkir kampus yang tidak terlalu jauh dari gazebo. Selama perjalanan, Dion bercerita bagaimana awalnya dia mengenal Fera, mengapa pindah kampus, hobi menulis dan bermain bola voli, serta bagaimana suasana sekitar sering menjadi inspirasi baginya dalam menulis puisi, termasuk hujan. Fera, yang terkenal gadis tomboy dan cuek, merasa nyaman mendengarkan ceritanya. Ternyata, Dion juga memiliki hobi sama dengannya, walau baru hari ini bertemu terasa sudah lama kenal.
Saat tiba di parkiran kampus, Dion membantu Fera membuka pintu mobilnya. Fera segera masuk dan duduk di belakang kemudi. Sebelum melajukan mobilnya dia tersenyum dan melambaikan tangan kepada Dion, seseorang yang baru saja dikenalnya, tetapi sudah membuatnya merasa seakan mengenalnya lama.
“Terima kasih sudah berbagi payung,” ucapnya dengan senyum yang masih mengembang.
“Senang bisa bertemu denganmu, Fera. Sampai bertemu lagi besok!” jawab Dion dengan nada penuh harap.
Fera mengangguk, kali ini dengan senyum yang lebih lebar. “Tentu, kita akan kuliah bersama.”
Mereka pun berpisah, namun Fera berharap, ini bukan akhir dari cerita mereka. Hujan yang biasanya membuatnya merasa jengkel, kali ini justru mempertemukannya dengan seseorang yang membuatnya merasa bahagia. Tanpa disadari Fera senyum-senyum sendiri di belakang kemudi.
Sambil melajukan mobilnya, Fera melihat jauh ke depan mendung masih menggantung, dalam hati dia berharap akan lebih banyak hujan turun di hari-hari mendatang. Hujan yang akan selalu mengingatkannya pada Dion, dan payung biru yang melindungi mereka berdua di hari itu.
Kreator : NIKEN NURUWATI
Comment Closed: PAYUNG BIRU
Sorry, comment are closed for this post.