Panas matahari membakar kulitku. Sinarnya seakan-akan tiada ampun bagi siapa saja yang keluar pada siang hari ini. Debu pun tidak mau kalah ikut menerbangkan dirinya. Menambah pengap dan sesak nafas. Jam 2 siang, seperti biasa aku mengantar Rika anakku pergi ke tempat bimbingan belajar.
Kusambar tas selempangku dan ku ambil selembar uang seratus ribuan. Tidak lupa aku mengambil helm berikut kunci motorku. Aku berencana setelah mengantar Rika akan mampir ke toko buah yang ada di pasar terdekat. Buah yang mengandung banyak air tentu sangat cocok di makan di cuaca seperti ini. Pasti menyegarkan.
Aku menghidupkan motor kesayanganku dan bersiap menerjang terik matahari dan debu yang menjemukan. Membonceng Rika di lalu lintas yang padat.
Sesuai rencana semula, aku mampir ke pasar menuju toko buah. Aku membeli beberapa macam buah. Dan total yang harus kubayar adalah Rp 46.000. Kusodorkan uang merahku ke pedagang itu.
Lama kutunggu kembaliannya. Pedagang itu memberiku Rp 4.000. Anehnya aku menerima begitu saja kembalian tersebut, tanpa protes apa pun. Sampai ketika di parkiran, aku pun tersadar jika uang kembalian yang kuterima ternyata kurang.
Aku pun bergegas kembali ke toko itu. Pelan-pelan dan sesopan mungkin, aku menyampaikan maksudku. “Permisi…Maaf, Bu. Sepertinya uang kembalian yang ibu berikan ke saya kurang. Uang saya tadi Rp. 100.000. Seharusnya kembaliannya Rp 54.000”.
Dengan cepat pedagang buah itu mengatakan kalau uang yang aku berikan adalah Rp 50.000, makanya kembaliannya Rp.4000.
Dari pembicaraan itu, aku menyadari kalau pedagang itu masih ingat denganku bahkan jumlah uang yang diberikannya juga masih ingat. Karena aku malas berdebat, akhirnya aku mengatakan “Biarin deh,Bu..”.
Aku kembali ke parkiran. Lucunya aku sempat-sempatnya curhat dengan Pak Petugas Parkir. “Pak…Uang saya hilang”. Random sekali memang.
Sepanjang jalan aku memikirkan uang kembalian itu. Betapa sayangnya uang Rp 50.000 hilang begitu saja. Hilang karena pedagangnya yang pikun, atau sengaja memberikan yang salah, atau memang aku yang salah memberikan uang. Sesampai di rumah, aku menceritakan kejadian ini kepada suamiku. Suamiku pun menghibur dan meyakinkanku untuk mengikhlaskan uang itu. Kalau memang pedang buah itu berniat baik, pasti dia juga akan berusaha mengingat transaksi yang baru saja berlangsung.
Kreator : Fatrisia Yulianie
Comment Closed: Pedagang yang Curang
Sorry, comment are closed for this post.