Setiap senja, Rina selalu menyempatkan diri berdiri di depan rumah, menatap matahari yang perlahan tenggelam di balik perbukitan. Bagi Rina, senja adalah waktu yang sakral. Waktu di mana ia bisa sejenak melupakan penat dan lelah setelah seharian bekerja.
“Naya, ayo keluar. Lihat, senja sudah mulai.” panggil Rina pada putrinya yang sedang asyik menggambar di ruang tamu.
“Sebentar, Bu. Naya mau selesaikan gambar ini dulu,” jawab Naya dengan suara riang.
Rina tersenyum. Naya, anaknya yang baru berusia delapan tahun, selalu punya cara untuk membuatnya tersenyum. Kehadiran Naya adalah sumber kekuatannya. Sejak suaminya meninggal dalam kecelakaan dua tahun lalu, Rina harus membesarkan Naya sendirian. Tidak mudah, tapi demi Naya, ia selalu berusaha kuat.
“Sudah selesai, Bu!” seru Naya sambil berlari keluar rumah membawa gambar yang baru diselesaikannya. “Lihat, Bu. Ini gambar kita berdua.”
Rina melihat gambar itu. Terlihat ia dan Naya sedang berdiri di bawah langit senja yang berwarna jingga. “Wah, Naya memang jago menggambar. Ibu suka sekali,” puji Rina sambil memeluk putrinya. “Ayo kita duduk di bangku sana, menikmati senja.”
Mereka duduk di bangku kayu di halaman rumah, menikmati pemandangan matahari yang perlahan tenggelam. “Bu, kenapa Ibu suka senja?” tanya Naya tiba-tiba.
“Karena senja itu indah, Naya. Senja mengingatkan Ibu bahwa setiap hari yang melelahkan selalu berakhir dengan keindahan. Seperti hidup kita, meski banyak tantangan, selalu ada keindahan di setiap akhir hari,” jawab Rina lembut.
Naya mengangguk-angguk, mencoba memahami kata-kata ibunya. “Bu, Naya ingin Ibu selalu bahagia. Naya sayang Ibu.”
Rina terharu mendengar ucapan putrinya. “Ibu juga sayang Naya. Naya adalah alasan Ibu untuk selalu bahagia,” ucapnya sambil memeluk Naya erat. Pelukan itu selalu membuat Rina merasa hangat, seolah semua beban hilang seketika.
Hari itu, setelah menutup toko roti kecil miliknya, Rina merasa sangat lelah. Namun, melihat senyuman Naya saat ia pulang selalu menjadi obat penawar. “Bu, tadi Naya belajar tentang matahari di sekolah. Kata Bu Guru, matahari itu besar sekali dan sangat panas,” cerita Naya dengan antusias saat Rina baru masuk rumah.
“Iya, benar sekali, sayang. Matahari itu sangat penting untuk kehidupan kita,” jawab Rina sambil meletakkan tas dan mencuci tangan.
“Seperti Ibu untuk Naya,” lanjut Naya polos.
Rina terdiam sejenak, terharu mendengar kata-kata putrinya. “Terima kasih, sayang. Ibu akan selalu ada untuk Naya, seperti matahari yang selalu ada untuk bumi,” jawab Rina dengan senyum lembut.
Malam itu, setelah makan malam dan menidurkan Naya, Rina duduk di meja makan sendirian, memikirkan kehidupannya. Ia tahu, menjadi single mom bukanlah hal yang mudah. Tapi demi Naya, ia siap menghadapi semua tantangan. “Untuk Naya, Ibu akan selalu kuat,” bisiknya pada diri sendiri.
Keesokan harinya, Rina kembali menjalani rutinitasnya. Bangun pagi, menyiapkan sarapan, mengantar Naya ke sekolah, lalu bekerja di toko roti. Meski lelah, ia selalu merasa ada semangat baru setiap kali melihat Naya.
Sore itu, setelah menjemput Naya dari sekolah, mereka berjalan pulang sambil berbincang-bincang. “Bu, kapan kita bisa jalan-jalan ke pantai lagi?” tanya Naya.
“Secepatnya, sayang. Ibu janji, kalau toko roti Ibu semakin sukses, kita akan jalan-jalan ke pantai lagi,” jawab Rina sambil tersenyum.
“Yay! Naya tidak sabar!” seru Naya dengan gembira.
Setibanya di rumah, mereka langsung bersiap-siap untuk menikmati senja. “Naya, ambil selimut kecil itu. Kita duduk di luar sambil menikmati senja,” ajak Rina.
Mereka duduk di bangku kayu dengan selimut kecil yang hangat. “Bu, Naya senang sekali setiap kali kita duduk di sini,” kata Naya sambil menyandarkan kepala di bahu ibunya.
“Ibu juga, sayang. Ini momen yang paling Ibu tunggu-tunggu setiap hari,” jawab Rina sambil memeluk Naya erat.
Matahari semakin tenggelam, langit berubah warna menjadi jingga keemasan. Senja itu, Rina merasa semua perjuangan dan lelahnya terbayar lunas dengan kebahagiaan yang dirasakan bersama Naya. “Pelukan di balik senja ini adalah hadiah terindah,” pikir Rina sambil menatap putrinya yang tersenyum bahagia.
Hari baru akan datang, dan Rina siap menghadapinya. Dengan Naya di sisinya, ia tahu ia punya kekuatan untuk menghadapi segala tantangan. Senja berikutnya akan selalu menjadi momen yang dinantikan, momen di mana ia bisa merasakan cinta dan kehangatan yang sejati.
Kreator : Masniya Ulfah
Comment Closed: Pelukan di Balik Senja
Sorry, comment are closed for this post.