Hari yang dinantikan Hutama pun akhirnya tiba, pukul 04:00, Hutama sudah dijemput travel yang mengantarnya ke Bandara di Kota Pangkalan Bun. Perjalanan dari Lamandau ke Bandara sekitar 2,5 jam, dan jadwal penerbangan Hutama pukul 09:00, rasanya cukup untuk bisa mampir beli sarapan. Suasana hati Hutama benar-benar sumringah, meskipun mata masih memerah karena masih mengantuk. Dalam mobil, Ia kembali terlelap,sampai akhirnya terbangun karena tepukan sopir travel yang mengisyaratkan kalau Hutama telah sampai di Bandara. Tak lupa ia mengucapkan pada abang supir travel yang telah bersedia mengantarkannya ke Bandara di pagi buta.
Setelah mengantre bagasi, Hutama bergegas menuju ruang tunggu keberangkatan. Dan tak berselang lama akhirnya penumpang dipersilahkan naik ke Pesawat. Kursi 5D kursi yang dipilih Hutama, Kursi yang memiliki jendela kecil untuk melihat indahnya pemandangan di atas awan. Pukul 09:00, Pesawat diberangkatkan dari Bandara Iskandar di Pangkalan Bun menuju Bandara Ahmad Yani di Semarang. Lama perjalanan sekitar 1 jam lebih 10 menit. Cuaca pagi ini sangat cerah, sehingga Pesawat pun minim goncangan.
Selepas 1 jam lebih 10 menit di angkasa, akhirnya Pesawat pun landing dengan mulus di Bandara Ahmad Yani di Semarang. Pramugari pun mempersilahkan turun penumpang setelah mendapatkan instruksi dari Pilot, Hutama pun bergegas turun dan menuju tempat pengambilan bagasi.
Sembari menunggu kopernya, Ia memesan travel tujuan Jogjakarta. Yaps, dari Semarang paling enak menggunakan travel ke Yogyakarta dan full toll sehingga waktu tempuh Semarang ke Jogja hanya 3 jam perjalanan saja, sama seperti Lamandau ke Bandara Iskandar tadi pagi. Setelah menunggu 10 menit, akhirnya kopernya pun tiba, segera dia mengambil koper dan langsung menuju konter travel yang ia pesan.
Berhubung jam keberangkatan travel masih sekitar 40 menit, Hutama memutuskan untuk memakan nasi bungkus yang ia beli di perjalanan ke bandara tadi pagi. Akhirnya, travel yang akan mengantarnya ke Jogjakarta pun datang, segera dia bergegas menuju mobil travel tersebut. Koper yang ia bawa tak lupa ia serahkan ke sopir travel untuk dimasukkan dan ditata ke dalam bagasi mobil. Mobil pun melaju meninggalkan bandara Ahmad Yani Semarang untuk menuju ke Yogyakarta. Travel yang Hutama pesan Adalah travel executive yang tidak mengambil penumpang selain di pul travelnya.
Sore itu, udara segar menyelimuti kampung kecil di dalam Beteng Kraton Yogyakarta. Suara burung berkicau dan hembusan angin sepoi-sepoi menyapa rumah sederhana milik keluarga Hutama. Setelah berbulan-bulan meninggalkan kampung halaman demi bekerja jauh dari orang tua, hari yang dinantikan pun tiba. Hutama, putra sulung mereka, akhirnya pulang.
Hutama bukan lagi bocah kampung yang dulu dikenal tetangga. Kini ia adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah. Perjalanan hidupnya yang panjang dan penuh liku-liku membawanya jauh dari rumah, namun selalu menyimpan kerinduan akan keluarga dan tanah kelahiran. Jabatan dan penghasilan yang diperoleh di perantauan bukanlah sekadar pencapaian pribadi, tapi juga hadiah untuk kedua orang tua yang telah tiada lelah mendoakan dan mendukungnya.
Ibu dan Ayah Hutama sudah menunggu di beranda rumah, dengan senyum dan haru yang sulit disembunyikan. Mata mereka yang mulai memucat, namun bersinar penuh kebanggaan, terpaku memandang sosok anaknya yang berjalan memasuki pekarangan. Tubuh Hutama yang lebih tegap dan wajahnya yang penuh keyakinan memberi tanda betapa besar perjuangan yang telah dilalui selama ini.
“Kamu sudah pulang, Nak,” suara Ibu terdengar lirih dan bergetar.
Hutama segera memeluk kedua orang tuanya erat. Ada rasa lega dan bahagia yang mengalir deras di hati mereka. Bagi orang tua, kepulangan anak yang jauh merantau adalah secercah kebahagiaan yang tak tergantikan.
Sejak kecil, Hutama dikenal rajin dan pantang menyerah. Ia selalu bercita-cita untuk membantu meringankan beban orang tua dan membangun kehidupan yang lebih baik. Setelah lulus SMA, ia mengambil kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan melamar sebagai PNS di salah satu instansi pusat dan akhirnya ditempatkan di Kabupaten Lamandau, yang jaraknya ribuan kilometer dari Yogyakarta.
Tentu saja, jauh dari keluarga bukan hal mudah. Ada malam-malam panjang di mana Hutama merasa rindu dan kesepian, merindukan suasana rumah dan kehangatan orang tua. Namun, ia tetap teguh melangkah, selalu mengingat janji yang pernah ia ucapkan kepada ayah dan ibunya.
Kepulangan Hutama kali ini membawa sukacita tidak hanya untuk keluarga kecilnya, tapi juga untuk seluruh warga desa. Tetangga berdatangan, menyambut sang anak rantau yang telah berhasil meraih posisi terhormat sebagai PNS. Mereka bangga melihat seorang pemuda kampung bisa mengukir prestasi jauh dari kampung halaman.
Malam harinya, keluarga Hutama berkumpul di ruang tamu sederhana, berbagi cerita dan tawa. Ibu menyiapkan hidangan favorit Hutama, sayur sop manten, tempe garit goreng, dan sambal tomat yang pedas menggugah selera. Semua itu menjadi simbol kasih sayang yang tak pernah pudar.
“Ini baru kebahagiaan yang sesungguhnya,” kata Ayah dengan suara berat tapi penuh kebanggaan. “Kamu sudah membawa harum nama keluarga dan kampung halaman.”
Hutama tersenyum hangat, menyadari bahwa di balik pencapaian dan jabatan yang ia raih, kebahagiaan orang tua adalah hadiah terbesar yang ingin ia berikan. Dalam hati, ia berjanji untuk terus berjuang, menjaga nama baik keluarga, dan suatu hari nanti membangun kehidupan yang tak hanya untuk dirinya, tapi juga untuk orang-orang yang dicintainya.
Kepulangan Hutama menjadi cerita indah tentang harapan, perjuangan, dan cinta keluarga. Sebuah bukti bahwa jarak dan waktu tidak mampu memadamkan kasih sayang dan kebanggaan orang tua terhadap anaknya yang jauh merantau., meskipun dunia di luar sana penuh tantangan, anaknya telah tumbuh menjadi pria yang kuat dan bijaksana.
Kepulangan Hutama ke Yogyakarta menjadi simbol kemenangan kecil bagi keluarga mereka. Kemenangan atas segala kesulitan, perjuangan, dan pengorbanan. Sebuah kebanggaan yang akan selalu dikenang dan menjadi cerita turun-temurun bagi generasi berikutnya.
Kreator : Galih Satria Hutama
Comment Closed: Pelukan Jogja: Cerita Kebanggaan Orang Tua dan Anak yang Pulang
Sorry, comment are closed for this post.