Suara petir yang gemuruh di malam Jum’at kliwon sekitar jam 00.00 WIB disertai dengan angin kencang dan hujan yang sangat lebat, ada seorang perempuan yang sedang melahirkan yaitu bernama Sulasmi. Saat Sulasmi melahirkan ada seorang dukun beranak membantunya, lalu lahirlah seorang bayi perempuan ke dunia, bayi perempuan tersebut bernama Sugi.
Saat berumur satu tahun, Sugi terserang penyakit demam tinggi yang tidak kunjung turun. Siang malam Sugi selalu menangis terus sampai pengasuhnya bernama Karti, kewalahan karena selama dua hari selalu meringkik kesakitan, terkadang melihat sosok nenek-nenek yang ingin mengajaknya padahal sosok tersebut sama sekali tidak ada, terkadang malam mengigau, dengan kondisi Sugi yang semakin hari malah semakin memburuk yang membuat Karti sangat kuatir akhirnya Karti mengadu ke orang tua putri tersebut terutama mengadu ke Ibunya.
Sulasmi selama melahirkan Sugi sama sekali tidak pernah mengurus, yang selalu mengurus Sugi adalah Karti. Saat Ibunya sudah tiba di rumah, lalu Karti menuju kamar Sulasmi yang baru saja sampai dan mengetuk pintu kamar.
“Ibu…..Ibu…. Permisi, ono sing arep dakkandhakake, Bu.”
Mendengar ketukan pintu, Sulasmi yang baru saja rebahan di tempat tidur, langsung bangun dan membuka pintu.
“Yo, ono opo Mbok?”
Karti sangat panik dengan kondisi Sugi yang panasnya tidak turun-turun, akhirnya Karti langsung menyampaikan ke Sulasmi sebagai Ibunya Sugi.
“Anu, Bu. Awake Sugi panas banget wiwit bengi dan nangis terus.”
“Opo sing kudu ditindakake, Mbok?”
Setelah mendengar berita dari Karti bahwa anaknya mengalami panas tinggi. Sulasmi tidak tahu apa yang harus dilakukan karena selama ini dia sibuk dengan bisnisnya tanpa sama sekali dia tidak memperhatikan dan mengurus anaknya. Di samping itu, selama Sugi lahir, Ibunya sama sekali tidak pernah mengurus dan mempedulikannya. Akhirnya, Karti mempunyai ide.
“Hmmm, opo luwih apik yen sampeyan manggil wong sing bisa nambani putri sampeyan, Bu?” Usul Karti.
Akhirnya, Sulasmi setuju dengan ide tersebut.
“Oh, iyo. Mbok, tulung golekno wong sing bisa nambani anakku.”
Dan, Karti langsung bergegas mencari orang yang bisa menyembuhkan penyakit yang diderita oleh Sugi. “Nggih, Bu.”
Sore hari, sekitar pukul 16.00 WIB, Karti mencari orang yang bisa mengobati penyakit yang diderita oleh Sugi. Meskipun sudah hampir menjelang maghrib, Karti tetap berusaha mencari orang yang bisa mengobati anak majikannya, sambil bertanya ke orang-orang di sekitar kampungnya, dan akhirnya saat selesai sholat Maghrib di Masjid ada seorang Ibu yang baru saja selesai sholat Maghrib menghampiri Karti dan memberitahukan bahwa ada seorang wanita tua yang sering menangani anak kecil yang sakit parah, lalu diantarlah Karti ke rumah dukun beranak tersebut bersama dengan Ibu yang telah memberitahunya.
“Ini Mbak, rumah dukun beranak yang sering mengobati anak-anak kecil. Semoga anak majikan Mbak bisa diobati oleh dukun beranak itu.”
“Nggeh Ibu, semoga saja dukun beranak itu bisa menyembuhkan anak majikanku. Matur nuwun, Bu.”
“Sami-sami.”
Lalu, Ibu yang telah mengantarkan Karti sampai ke rumah dukun beranak itu langsung pulang, dan Karti pun langsung menuju ke rumah dukun beranak itu. Pas sampai di rumah dukun beranak itu, lalu Karti mengetuk pintu rumah dukun beranak itu.
tok….tok…. ”Permisi, Mbah….”
Keluarlah wanita tua dari rumahnya. “Ono opo, Nduk?”
Setelah dukun beranak tersebut membukakan pintu, Karti langsung menyampaikan ke dukun beranak perihal kedatangannya.
“Anu, Mbah. Anak majikanku loro, mriyange wis rong dino boten turun panase. Aku njaluk tulung Mbah kanggo nambani anak majikanku.”
Mendengar keluh kesahnya Karti yang sangat khawatir dengan kondisi anak majikannya, akhirnya dukun beranak itu menyetujui.
”Iyo, Aku bakal nulungi sampeyan nambani anak majikan sampeyan. Sedhela aku arep ngambil ramuan dhisik yo, Nduk.”
“Nggih, Mbah.” Karti sangat senang saat dukun beranak itu ingin menolongnya untuk mengobati anak majikannya.
Setelah dukun beranak itu mengambil ramuan dan obor karena sudah larut malam dan jalanan di kampung sangat gelap, lalu Karti dan Dukun Beranak itu bersama-sama menuju ke rumah untuk segera menolong anak majikannya.
Setelah sampai di rumah, dukun beranak dan Karti disambut baik oleh Sulasmi dari halaman rumah, lalu Karti memberitahukan ke dukun beranak itu bahwa yang telah menyambutnya saat masuk rumah adalah Ibunya Sugi dan Karti juga memberitahukan ke Sulasmi bahwa orang tua yang bersamanya adalah orang yang akan menyembuhkan anaknya.
“Iki, Bu. Mbah sing bakal nambani anak panjenengan.”
Sulasmi pun menyambut baik dukun beranak tersebut.
“Mbah, aku iki wong tuane Sugi, anakku sing lagi loro. Tulung obati putriku, Mbah.”
“Enggeh, kulo badhe nyoba nambani putri panjenengan kita bakal ndedonga supaya pengobatan iki lancer, lan mugi-mugi Allah SWT paring kesembuhan kangge putri panjenengan.”
Setelah mereka berbincang, lalu Karti mengantarkan dukun beranak itu ke kamar Sugi untuk memperlihatkan kondisi Sugi.
“Iki Mbah, anak majikan kulo sing loro demame ora mudun-mudun.”
Saat di dalam kamar Sugi, dukun beranak tersebut melihat anak perempuan itu berbaring tak berdaya di tempat tidur, lalu dukun beranak itu langsung menyentuh dan menggendong anak perempuan itu.
“Masakake bocah wedon iki, lan panas banget. Mbah bakal nambani sampeyan supaya sampeyan waras yo, Nduk.”
Setelah melihat kondisi Sugi, dukun beranak langsung mengeluarkan ramuan yang dibawanya, dan untuk pengobatan dilakukan pada malam hari sekitar jam 00.00 wib. Cara untuk mengobati ada beberapa syarat yang harus dilakukan agar anak perempuan yang ditanganinya tidak sakit-sakitan lagi yaitu pengobatannya dilakukan di halaman rumah dan yang harus dilakukan oleh kedua orang tuanya adalah dengan cara dibuang lalu diambil oleh dukun beranak tersebut untuk dijadikan anak sementara.
“Saiki cah wadon iki anakku. Saiki aku dadi ibumu yo, Nduk. Saiki aku bakal menehi jeneng. Tutur jenengmu, Nduk.”
Beberapa hari selesai ritual pengobatan dan berganti nama, sedikit demi sedikit demam anak perempuan itu mulai menurun. Karti yang setiap hari menjaga dan mengasuhnya sangat senang sekali.
“Alhamdulillah, saiki kondisi dan suhu panasmu wis mudun, Nduk.”
Esok harinya, sekitar jam 07.00 pagi, saat Karti hendak mengecek suhu tubuh Sugi dan hendak memberikan makanan, suhu tubuh anak perempuan itu yang tadinya panas sekali kini sudah mulai normal kembali. Dengan suhu tubuh Sugi yang sudah kembali normal, saking senangnya Karti melihat anak majikannya sembuh dari panas yang sangat tinggi tak kunjung turun kini demamnya mulai turun, lalu Karti menuju ke kamar orang tuanya Sugi untuk memberitahukan kondisi anak perempuan.
tok…..tok….tok…..tok…… “Bu……”
Sulasmi yang masih mengantuk, mendengar ketukan pintu kamarnya segera bangkit.
“Iyo, ono opo, Mbok?”
Wajah Karti yang sangat bahagia menyampaikan berita tersebut ke Sulasmi yang sebagai Ibunya Sugi.
“Alhamdulullah, putri panjenengan kondisinya sudah membaik dan panasnya sudah mulai redam.”
Sulasmi tidak menghiraukan kabar gembira tersebut, malah dia melanjutkan untuk tidur kembali.
“Ya udah ya, Mbok. Aku masih ngantuk banget,semalam aku tidurnya sampai larut malam mengecek barang yang akan diantar nanti sekitar jam sembilan. Ini masih jam tujuh. Nanti tolong bangunin aku jam setengah sembilan ya, Mbok. Dan, tolong ditutup kembali pintunya.”
Setelah itu, Karti heran melihat majikannya yang tidak merespon yang telah dia sampaikan.
“Kenapa ya, Ibu kok terlihat tidak senang mendengar putrinya sembuh. Apa masih ngantuk jadi Ibu tidak merespon perkataanku tadi?” Gumamnya sambil menuju ke kamar Sugi.
Setelah Sugi sembuh dari demam tinggi, kedua orang tuanya sangat sibuk dengan bisnisnya, dan tidak tahu kenapa ibunya tidak mempedulikan anak-anaknya, terutama Sugi yang baru saja sembuh dari demamnya. Orang yang masih menyayangi dan memperdulikan Sugi yaitu pengasuhnya, Bapaknya, dan kakeknya yang tidak satu rumah dengannya.
Pada saat Sugi mulai menginjak sekolah dasar dan memiliki dua adik perempuan yaitu bernama Rita dan Yani yang masih sangat kecil, kehidupan Sugi berubah menjadi tidak menyenangkan karena orang tuanya lebih fokus dengan dagangannya, terutama ibunya sama sekali tambah tidak memperhatikan dan benar-benar berubah ke anaknya. Sebenarnya seusianya Sugi yang harus fokus belajar sambil bermain layaknya anak-anak yang berusia tujuh tahun malah harus mengasuh kedua adiknya yang masih sangat kecil. Selain mengasuh dan menjaga kedua adiknya, terkadang Sugi ikut membantu orang tuanya membereskan dan terkadang mengecek barang yang telah dipesan oleh langganannya, padahal sudah banyak para pekerja yang bekerja di rumahnya.
Saat mau berangkat ke sekolah terlebih dahulu Sugi menjaga adik-adiknya sambil menunggu Ibunya sampai di rumah.
“Dek, kok sudah jam sebelas Ibu belum sampai rumah ya? padahal aku mau berangkat sekolah nih, Dek.”
Kedua adiknya menggelengkan kepalanya, lalu mereka melanjutkan bermain kembali.
Saking takutnya Sugi dengan ibunya dan tidak tega untuk meninggalkan kedua adiknya di rumah tanpa ada yang menjaganya sebelum Ibunya sampai di rumah, meskipun di rumah masih banyak orang yang bekerja, Sugi tetap menjaga kedua adiknya sampai Ibu mereka tiba di rumah. Saat melihat Ibunya sudah sampai rumah, lega rasanya Sugi setelah melihat dan mendengar suara Ibunya sudah ada di rumah.
Setelah membuka pintu depan rumahnya, Sugi tanpa sengaja melihat jajanan yang dibawa oleh Sulasmi, lalu Sugi bertanya ke Ibunya, “Itu yang dibawa Ibu apa, seperti kaya gorengan?”
Sulasmi sama sekali tidak menjawab pertanyaan Sugi, malah dia menanyakan ke Sugi.
“Di mana adik-adikmu?” Tanya Sulasmi dengan suara yang ketus.
Jajanan yang dibawa langsung ditaruh di meja dapur, dan memberitahukan ke Sugi.
“Ini aku bawa jajanan hanya untuk adik-adikmu, bukan untuk kamu, paham?!!” Dengan nada yang membentak dan sorotan mata yang tidak menyenangkan serta tanpa memberikan alasan kenapa Sugi tidak dikasih jajanan yang dibawa oleh Ibunya dan dibedakan sendiri. Lalu Sugi menganggukkan kepalanya.
“Nggih, Bu.”
Dalam hati Sugi, ”Kenapa sikap Ibu kok seperti itu ke aku? Apa salah aku? Kenapa sekarang ini Ibu seperti tidak suka denganku? Mungkin Ibu sedang kelelahan makanya nada dan sifat Ibu ke aku seperti itu”.
Tadinya Sugi sedih setelah mendengar ucapan yang dilontarkan dari mulut Ibunya yang telah menusuk hatinya. Agar rasa tersebut tidak sedih perkepanjangan, Sugi berpikir kembali dan mengambil pikiran yang positif.
“Oh…..mungkin di jalan hanya ada jajanan untuk anak-anak kecil dan agar adik-adikku senang menerima jajanan dari Ibu”, setelah diperlakukan seperti itu oleh Ibunya lalu Sugi tersenyum kembali dan air mata yang sedikit membasahi pipinya langsung dielap dengan tangannya, meskupun tidak kebagian jajanan yang dibawa oleh Ibunya, setelah itu Sugi memanggil kedua adiknya yang sedang bermain di halaman rumah “De sini Ibu sudah datang dan bawa jajanan untuk kalian, ini jajanan untuk kalian”, lalu kedua adiknya menghampiri dia yang telah memegang jajanan untuk kedua adiknya”.
Kedua adiknya yang melihat Kakaknya tidak memakan jajanan tersebut, lalu kedua adiknya memberikan jajanan yang telah digenggam ditangannya dan berkata “ini untuk Mba, soalnya Mba belum makan jajanan yang dibeli sama Ibu”, lalu Sugi tersenyum mengdengar kedua adiknya yang ingin membagi jajanannya dan Sugi terpaksa membohongi kedua adiknya dengan mengatakan “Mba sudah makan tadi, De”.
“Beneran Mba sudah makan ?.
“Benar De, Mba sudah makan.”
Mendengar ucapan dari Kakaknya, lalu kedua adiknya menikmati jajanan yang telah dibeli oleh Ibu mereka.
Setelah itu Sugi langsung menghampiri Ibunya yang sedang duduk di kursu kamar untuk berpamitan berangkat ke sekolah, “Bu, aku berangkat sekolah dulu ya”, dan Sulasmi malah terdiam yang seolah-olah tidak melihat putrinya dan tidak menghiraukan putrinya yang berpamitan berangkat ke sekolah. Setelah berpamitan dengan Ibunya, Sugi langsung berangkat ke sekolah dengan sepedanya..
Sampai sekolahannya yaitu di Sekolah Dasar Negeri 05 sekitar pukul 12.00 wib, Sugi langsung berlari ke ruang kelasnya yaitu keruangan kelas empat SD, setelah itu Sugi menghampiri meja gurunya yang sedang mengajar di kelasnya sambil berkata “maaf Pak, saya telat”, untung gurunya memahami sSugi yang sering telat datang ke sekolah, lalu gurunya “Duduk lah nak, Bapak sudah tahu kamu sering telat dan kerjakanlah tugas yang sudah Bapak buat di papan tulis”, setelah itu Sugi duduk di bangkunya dan melihat teman-teman sekelas sedang sibuk mengerjakan tugas matematika yang ada di papan tulis.
Waktu sudah menunjukkan pukul 12.30 wib, tugas matematika yang dikerjakan oleh para murid kelas empat SD sebelum dikumpulkan ke meja guru biasanya guru matematika memanggil para muridnya untuk maju kedepan membahas soal matematika yang sudah mereka kerjakan.
Guru matematika memanggil nama murid-muridnya satu per satu untuk maju kedepan menyelesaikan soal matematika di papan tulis tersebut, namun tidak ada satu pun murid-muridnya yang bisa menyelesaikan soal matematika yang ada di papan tulis tersebut, jika soal matematika tersebut tidak ada yang bisa menyelesaikan maka semua murid kelas empat SD tidak diperbolehkan untuk pulang sebelum soal matematika tersebut bisa diselesaikan keseluruhan dengan benar.
Giliran Sugi yang dipanggil untuk maju kedepan menyelesaikan soal matematika tersebut, akhirnya Sugi bisa menyelesaikan soal matematika yang ada di papan tulis secara keseluruha. Setelah senua soal matematika sudah diselesaikan oleh Sugi yang saat itu maju kedepan untuk menyelesaikannya, baru semua murid diperbolehkan untuk pulang ke rumah masing-masing.
Sugi sering kali terlambat ke sekolah bahkan hampir jam sekolah selesai dia baru tiba di sekolah, untungnya Sugi tidak pernah ketinggalan mata pelajarannya, semua guru di sekolahan tersebut pada tahu bahwa Sugi adalah anak yang sangat cerdas dan selalu menjadi juara di sekolahannya, sehingga selalu menjadi andalan oleh para guru untuk mengikuti lomba cerdas cermat antar sekolah, meskipun jarang sekali dia belajar dan hanya satu buku tulis yang dia punya.
Saat semua murid kelas empat SD sudah meinggalkan kelasnya, di ruang kelas hanya ada Sugi dan guru matematika tersebut yang masih berada di dalam ruang kelas tersebut. Sebelum Sugi berpamitan dengan gurunya, lalu Guru matematika menghampiri Sugi dan berkata : “Gi, hari Rabu depan akan diadakan lomba cerdas cermat matematika antar sekolah, nah kamu dan tiga teman kamu satu kelas sudah saya tunjuk sebagai perwakilan yang akan mengikuti cerdas cermat tersebut, apa kamu gelem Ndok ?”, lalu Sugi mengiyakan untuk mengikuti lomba cerdas cermat tersebut. Setelah itu Sugi berpamitan dengan gurunya.
Dalam perjalanan pulang ke rumahnya, dengan cuaca yang sangat panas tiba-tiba dipertengahan jalan ban sepeda Sugi bocor, lalu Sugi berjalan pelan-pelan sambil menuntun sepeda tersebut sampai ke rumahnya., karena Sugi sama sekali tidak pernah dikasih uang oleh Ibunya.
Sesampai di rumah dengan keringat yang masih bercucuran, saat Sugi hendak menaruh sepedanya disamping rumah, ada Sulasmi yang melihat Sugi yang sedang menaruh sepedanya, lalu dipanggil lah Sugi untuk bekerja membantu orang-orang yang bekerja di rumahnya, tanpa dia harus makan siang terlebih dahulu, saking takutnya Sugi dengan perintah Ibunya dan selalu menuruti apa yang diperintahkan oleh Ibunya, lalu Sugi bergegas menaruh sepedanya langsung menaruh tasnya serta bergegas mengganti pakaian, setelah itu Sugi langsung membantu orang-orang yang bekerja di rumahnya.
Sulasmi sedang menyiapkan makanan untuk orang-orang yang sedang bekerja di sawahnya, setelah itu Sulasmi memanggil Sugi yang baru saja selesai mengganti pakaian “Gi, ke sini cepetan!”, dan Sugi pun langsung menghampiri Ibunya “Iya Bu, ada apa”, lalu Sulasmi dengan suara yang agak kasar menyuruh Sugi “cepetan, lama banget ! antarkan makanan dan minuman ini untuk orang-orang yang bekerja di sawah, ini juga ada makanan dan minuman untuk Kakek dan Bapakmu, setelah kamu membagikan makanan dan minuman ini kamu harus bantu bantu mereka, ingat !, jika kamu sama sekali tidak membantu mereka maka kamu akan kena hukuman”, lalu Sugi “Ngeh Bu”.
Ibunya yang sama sekali tidak memperhatikan putrinya yang baru saja pulang ke sekolah tanpa makan siang, dan Sugi pun langsung bergegas membawa makanan dan minuman tersebut lalu berjalan menuju ke sawah.
Sampai di sawah Sugi langsung membagikan makanan dan minuman yang dia bawa dari rumah ke orang-orng yang bekerja di sawah, dia juga memberikan makanan dan minuman ke Kakek dan Bapaknya yang sedang ikut membantu orang-orang di sawah. Mereka menikmati makanan dan minuman yang dibawa oleh Sugi, hanya kakeknya yang dari tadi memperhatikan cucunya yang sebenarnya menahan lapar karena makanan dan minuman yang dibawa sudah cukup untuk orang-orang yang bekerja di sawah.
Kakeknya mendekati Sugi yang sedang duduk menahan rasa lapar sambil melihat orang-orang yang sedang makan, “Cu, memangnya kamu belum makan dari Rumah?”, Sugi hanya menganggukan kepalanya, lalu makanan yang ada ditangan Kakeknya itu langsung diberikan ke Sugi “Ini, makanlah Cu, tadi Kakek sudah makan separo dan separo nasi ini untuk kamu, ambil lah Ndok dan makanlah, Kakek sudah kenyang dan ini minum bekas Kakek minum lah, Kakek kuatir jika kamu tidak makan nanti kamu sakit”, saking sayang Kakeknya ke Cucunya.
Sugi tidak tega untuk mengambil makanan dan minuman dari tangan Kakeknya, tapi Kakeknya tetap memberikan makanan dan minuman tersebut untuk Cucunya karena Kakeknya tahu bahwa Cucunya belum makan, “ambil lah Ndok, Kakek sudah kenyang meskipun Kakek makan hanya separo, ayo ambil lah Ndok ”. Sebelum mengambil makanan dan minuman dari Kakeknya, Sugi pun langsung melihat wajah Kakeknya dengan senyuman yang tulus.
Akhirnya Sugi mengambil makanan dan minuman tersebut dari tangan Kakeknya,, lalu Sugi memakannya dengan sangat lahap. Kakeknya senang melihat Cucunya makan dengan sangat lahap. “Makan pelan-pelan ndok, nanti keselek”, dengan mulut yang masih penuh dengan makanan di mulutnya, Sugi pun hanya bisa mengangguk. Setelah makan selesai, Sugi langsung membantu orang-orang yang bekerja di sawah sampai selesai. Meskipun sebenarnya diusia tersebut masih senang bermain, tetapi Sugi malah disuruh bekerja oleh Ibunya untuk membantu orang-orang yang bekerja di rumahnya.
Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 wib langit pun sudah berubah menjadi gelap, orang-orang yang bekerja sibuk membereskan karung-karung hasil panen, ada yang ditaruh ke gubuk dan juga ada yang langsung dibawa ke rumah Sulasmi.
Sugi yang seharian membantu orang-orang yang bekerja di sawah langsung pulang ke rumah untuk bersiap-siap berangkat ke pengajian. Sesampai di rumah Sugi langsung bergegas mandi dan langsung berangkat ke tempat pengajian dengan membawa obor bersama dengan teman-temannya. Sugi tidak pernah absen dan selalu hadir di pengajian karena dia suka dengan ilmu agama.
Semua murid sudah pada berkumpul di tempat pengajian, setelah itu mereka sholat Mahgrib bersama-sama dengan guru ngaji, lalu mereka mendengarkan ceramah gurunya dan satu per satu para murid membaca Al-qur’an yang masing-masing mereka bawa.
Pulang dari pengajian bukannya balik ke rumah malah Sugi dan teman-temannya langsung menyari jakrik di sawah dengan lampu sentir dan juga ada yang membawa obor, jika jangkrik yang ditangkap banyak, jangkrik tersebut dibawa pulang untuk dimasak menjadi lauk pauk.
Tibalah hari Rabu dimana saatnya Sugi dan teman-temannya yang terpilih untuk mengikuti cerdas cermat matematika mewakili sekolahannya. Sebelumnya Sugi sama sekali tidak pernah berlatih soal matematika bersama teman-temannya untuk cerdas cermat karena setiap pulang sekolah Sugi selalu disuruh sama Ibunya untuk membantu para pekerja yang kerja di rumahnya terkadang sampai larut malam.
Sugi bersama dengan teman-temannya dan gurunya sama-sama menuju ke Sekolah Dasar Negeri 19 yang mengadakan cerdas cermat. Sesampainya di Sekolah Dasar Negeri 19 Sugi beserta rombongannya memasuki aula yang merupakan ruangan untuk acara cerdas cermat di Sekolah Dasae Negeri 19.
Sebelum acara cerdas cermat dimulai semua murid bersiap-siap maju ke depan dan mempersiapkan alat tulis, setelah acara cerdas cermat di mulai semua murid wajib memperkenalkan nama da nasal sekolah masing-masing peserta.
Cerdas cermat matematika pun dimulai, semua peserta cerdas cermat matematika masing-masing sekolah berlomba-lomba untuk memenangkannya. Nilai tertinggi hasil dari cerdas cermat matematika telah dimenangkan oleh kelompok Sugi yaitu perwakilan dari Sekolah Dasar Negeri 05.
Kelompok Sugi yang berasal dari Sekolah Dasar Negeri 05 telah memenangkan juara pertama matematika, mereka sangat senang sekali terutama guru mata pelajaran matematika dan wakil kepala sekolah yang telah hadir untuk melihat perlombaan cerdas cermat tersebut. Panitia lomba cerdas cermat memanggil para juara untuk maju kedepan, akhirnya kelompok Sugi maju ke depan untuk menerima piala penghargaan juara pertama lomba cerdas cermat matematika..
Setelah menerima piala penhargaan juara pertama lomba cerdas cermat matematika antar sekolah, wakil kepala sekolah dasar negeri 05 memberikan selamat kepada muridnya yang telah berprestasi membawa harum nama sekolah, “Selamat untuk kalian yang telah berhasil memenangkan perlombaan cerdas cermat matematika, Bapak sangat bangga sekali dengan kalian”.
“iya Pak, kami juga berterima kasih kepada Bapak yang telah menyempatkan waktu untuk hadir menyaksikan kami di acara perlombaan cerdas cermat matematika, dan juga terima kasih atas ucapan yang telah Bapak berikan”.
Sugi dan teman-temannya sangat senang membawa piala penghargaan juara pertama lomba cerdas cermat matematika dan piala tersebut ditaro di ruangan Kepala Sekolah.
Saat sampai di rumah, Sugi langsung menceritakan kegembiraannya mendapatkan piala penghargaan cerdas cermat matematika kepada Karti ketika sedang makan siang, “Mbok senang banget aku hari ini telah memenangkan lomba cerdas cermat matematika antar sekolah”. Karti sangat bangga karena anak majikan yang selama ini dia jaga sudah seperti kaya anak sendiri, ternyata telah memenangkan lomba cerdas cermat matematika antar sekolah, “waaaahhhh……selamat ya Ndok, Mbok sangat bangga sekali kamu telah memenangkan lomba tersebut dan kamu telah mengharumkan sekolah mu, pasti Ibu mu jika mendengar berita ini sangat bangga dengan mu”.
“Apa iya ya Mbok ?, Ibu akan bangga dengan ku yang telah memenangkan lomba cerdas cermat matematika antar sekolah ?”
“sudah pasti Ibu sangat bangga mendengar putrinya telah berprestas memenangkan lomba cerdas cermat, apalagi juara satu”.
“Kalau begitu, aku akan kasih tahu ke Ibu”, dengan nada yang sangat gembira untuk memberitahukan ke Ibunya.
“oh iya Mbok, apakah Ibu sudah sampai rumah ya ?”
“Belum den, nanti Mbok akan kasih tahu jika Ibu sudah ada di rumah, sekarang ayo makan sudah Mbok siapkan”.
“Nggeh Mbok, matur nuwun”, akhirnya Sugi makan dengan lahap menyantap makanan yang telah dihidangkan oleh Mbok Karti.
Baru saja makan siang selesai, Sulasmi sudah tiba di rumah, lalu Karti buru-buru memberitahukan ke Sugi saat sedang mencuci piringnya sendiri di dapur, “Den, Ibu sudah ada di rumah, buruan kasih tahu ke Ibu, pasti Ibu sangat senang sekali mendengar putrinya meraih juara satu lomba cerdas cermat matematika antar sekolah, sini piringnya biar Mbok aja yang nyuci”.
Dengan sedikit agak ketakutan untuk memberitahukan ke Ibunya, lalu Karti membujuknya agar segera memberitahukan berita gembira ke Ibunya, “sudah sana Den, cepetan kasih tahu ke Ibu, jangan takut. Mbok yakin mendengar berita bagus ini Ibu pasti senang”.
Sebelum Sugi melangkah untuk menghampiri Ibunya yang sedang berada di ruang tengah, “Iya Mbok, doain ya Mbok agar Ibu ga marah sama aku, agar Ibu senang”, Mbok Karti langsung menganggukkan kepalanya sambil mengikuti Sugi dari belakang. Akhirnya Sugi menghampiri Ibunya ke ruang tengah.
Saat Sugi berada di ruang tengah, pas ingin memanggil Ibunya, Sugi menoleh ke belakang melihat Mbok Karti yang berada dibelakangnya dan Mbok Karti pun sambil tersenyum mengatakan “sudah sana panggil Ibumu, buruan”. Lalu Sugi pun menarik nafas terlebih dahulu sebelum memanggil Ibunya.
Sugi memanggil Ibunya dengan suara yang pelan dan gemetar, “Bu….”, lalu Sulasmi menoleh ke belakang melihat kearah Sugi yang memanggilnya, “iya ada apa kamu memanggul saya. Kamu ga tahu apa, saya lagi istirahat baru sampai” dengan suara yang tidak mengenakan, Sugi tetap kekeh untuk memberitahukan berita gembira ke Ibunya sambil tersenyum ke wajah Ibunya.
“maaf Bu jika aku tiba-tiba mengganggu Ibu. anu Bu, aku ingin kasih tahu ke Ibu berita yang sangat menyenangkan” dengan suara yang lirih ketakutan, lalu Sulasmi menyautnya “berita gembira apa!” dan tidak melihat ke wajah anaknya.
“Tadi, aku telah memenangkan juara satu lomba cerdas cermat matematika antar sekolah”memberitahu dengan wajah yang sangat gembira menyampaikan ke Ibunya, tetapi Ibunya malah cuek mendengar berita gembira dari putrinya dan sama sekali tidak mengucapkan selamat ke putrinya yang telah mendapatkan juara satu lomba cerdas cermat matematika antar sekolah.
Sugi sangat sedih ketika Ibunya tidak merespon pembicaraannya dan tidak mengucapkan selamat kepadanya, malah Ibunya mengatakan “daripada kamu menceritakan berita itu ke Ibu, tidak ada untungnya buat Ibu, disamping itu Ibu sudah sangat lelah, lebih baik kamu bantu-bantu orang yang bekerja di sawah ya”.
Setelah mendengar perkataan dari bunya Sugi langsung terdiam sambil berlinangan air mata yang membasahi pipinya. Sulasmi terasa bahwa putrinya masih berada didepannya sambil memandanginya, “ngapain kamu masih di sini!, sana buruan kerja !” dengan suara dengan nada tinggi membentak putrinya. Lalu Sugi langsung menghapus air matanya sambil mengatakan “iya Bu”, meninggalkan Ibunya yang sedang duduk di ruang tengah.
Mbok Karti yang berada dibelakang pintu menunggu Sugi dan langsung merasa terenyuh mendengar dan melihat majikannya membentak anak yang selama ini dia rawat seperti anaknya sendiri, sambil mengatakan “yang sabar ya Ndok, mungkin Ibu lagi ruwet atau mungkin Ibu lagi kecapean makanya Ibu bertindak seperti itu ke kamu. Kamu anak yang hebat, Mbok bangga dengan mu Ndok” sambil merangkul Sugi dan menghapus air matanya Sugi yang berlinang di pipinya.
Karti langsung menemani Sugi menuju ke sawah, “Ndok, Mbok temenin kamu ya ke sawah untuk bantu orang-orang di sawah ?”, karena melihat Sugi yang masih teringat kejadian tadi.
“Iya Mbok” dengan suara yang masih menahan kesedihan.
Selama diperjalanan menuju ke sawah Karti berusaha menghibur Sugi agar tidak mengingat perilaku dan perkataan Ibunya tadi yang menyakiti hatinya, Sugi pun langsung terhibur dan tidak lagi berlinangan air mata. Sampai di sawah Sugi dan Karti langsung membantu orang-orang yang sedang sibuk bekerja.
Saat Sugi sedang membantu orang-orang yang sibuk bekerja, Kakeknya memperhatikan cucunya dari awal datang ke sawah karena wajah Sugi kelihatan muram tidak seperti biasanya, maka dari itu Kakeknya langsung mendekati cucunya, “Ndok, kakek perhatiin dari tadi ada sesuatu yang membuat mu sedih, ada apa Ndok ? karena wajah mu Kakek lihat tidak seperti biasa”.
Wajah Sugi yang sangat kaget karena Kakeknya tahu, lalu Sugi berusaha menutupi masalahnya dan terpaksa berbohong ke Kakeknya seolah-olah tidak terjadi apa-apa, agar Kakeknya tidak tahu kalau Sugi baru saja dsakiti oleh Ibunya sendiri. “ga ada apa-apa Kek “, “Sungguh, kamu ga kenapa-kenapa “, Sugi langsung menyakinkan Kakeknya “Iya Ke ga ada apa-apa, beneran”.
Meskipun Sugi berusaha menutupi masalahnya dan berusaha berbohong, tetapi Kakeknya tidak percaya kalau cucunya tidak ada masalah apa-apa, “Jangan berbohong kamu Cu, Kakek tahu kamu pasti ada masalah. Kakek lihat dari wahah kamu yang hari ini terlihat beda tidak seperti biasanya”.
Sugi tetap kekeh tidak menutupi masalahnya, “Beneran Kek, ga terjadi apa-apa. Hari ini aku cape banget, makanya wajah ku tidak seperti biasanya”. Sugi berusaha mengalihkan pembicaraan agar Kakeknya jangan sampai tahu. “Hari ini aku cape banget, khan hari ini aku ikut lomba cerdas cermat matematika antar sekolah dan aku bersama dengan tim telah memenangkan juara satu lomba cerdas cermat pelajaran matematika antar sekolah”.
Kakeknya mendengar cucunya yang telah meraih prestasi yang sangat memuaskan langsung mencucurkan air mata sambil tersenyum lebar, “apa kamu bilang, Cu ?”.
Sugi mengulang perkataan tersebut untuk meyakinkan ke Kakeknya bahwa cucunya telah memenangkan juara pertama lomba cerdas cermat matematika antar sekolah, “Sekolahan ku menang juara satu Kek lomba cerdas cermat pelajaran matematika antar sekolah”, langsung Kakeknya memeluk erat cucunya sambil berlinangan air mata dipipinya yang telah meraih prestasi yang sangat membanggakan dan mengatakan “Selamat ya Cu, Kakek senang sekali kamu telah berhasil memenangkan lomba tersebut, Kakek bangga pada mu, Cu”. Cucu dan Kakeknya, keduanya saling berpelukan erat sambil meneteskan air matanya, sedangkan Mbok Karti berhenti sejenak melihat mereka berdua ikut terenyuh meneteskan air mata.
Selama Sugi menginjak Sekolah Dasar sama sekali tidak diperhatikan soal alat tulis, dia hanya punya satu pensil dan satu buku, tidak seperti anak-anak sekelas lainnya, disamping itu dia sama sekali tidak pernah belajar karena setiap pulang sekolah dia disuruh sama Ibunya harus bekerja membantu orang-orang yang bekerja di rumahnya. Meskipun Ibunya sangat tidak peduli dan kejam terhadapnya Sugi tidak pernah melawan dan tidak pernah membantah Ibunya, malah dia selalu meringankan Ibunya dan ingin sekali menyenangkan hati Ibunya, tapi balasannya yaitu hanya caci maki dan hinaan yang menusuk hatinya.
Tiba waktunya hari kelulusan tiba, Sugi telah mendapatkan rangking satu karena nilai semua mata pelajaran sangat memuaskan. Saat kelulusan tiba semua orang tua murid wajib hadir ke sekolah untuk mendapatkan nilai beserta ijazah, agar semua orang tua murid mengetahui hasil belajar anaknya selama di sekolah dasar.
Semua orang tua murid pada hadir Ibu-Ibunya, hanya Sugi yang Ibunya tidak hadir diacara kelulusan putrinya, namun untung Ayahnya bisa hadir untuk menemani putrinya di hari kelulusannya.
Satu per satu orang tua murid dipanggil ke depan oleh wali kelas. Saat giliran Ayahnya Sugi dipanggil ke depan oleh wali kelasnya menjelaskan nilai putrinya yang telah mandapatkan nilai yang sangat memuaskan. “Selamat ya Pak, Putri Bapak telah mendapatkan juara satu karena nilai-nilainya semuanya sangat bagus meskipun Sugi sering sekali terlambat ke sekolah” sahut wali kelasnya Sugi.
“Putri Bapak bisa langsung daftar ke SMP Negeri mana saja karena putri Bapak nilai-nilainya sangat bagus, ini rapotnya beserta dengan ijazah sugi” Wali kelasnya menerangkan ke Ayahya Sugi.
Ayahnya Sugi sangat senang mendengar Putrinya telah berprestasi dan mengucapkan terima kasih kepada wali kelasnya yang selama ini memberikan ilmu pengetahuan serta mendidik putrinya, “Maturn nuwun Pak, sampun paring pendidikan dan paring kawruh dhateng putri kulo”. Akhirnya wali kelasnya berjabat tangan ke Ayahnya Sugi, setelah itu Sugi dan ayahnya berpamitan pulang.
Sampai di rumah, Ayahnya Sugi menceritakan kejadian saat mengambil rapot dan ijazah putrinya kepada Sulasmi yang sedang berada di ruang tengah menghitung barang yang akan dikirimkan ke pelanggannya.
“Bu, aku duwe kabar apik tenan. Putri kita wis entuk juara satu ing sekolahne, nilai-nilai putri kita apik tenan, Bu”, Ayahnya Sugi menceritakan ke istrinya dengan sangat bangga. Tapi Ibunya Sugi malah kosentrasi dengan barang dagangan yang akan dikirim ke pelanggannya dan tidak menghiraukan suaminya yang sedang menceritakan berita kelulusan putrinya.
“Ibu, dari tadi Bapak cerita sepertinya Ibu tidak menyimak sama sekali” setelah Bapaknya Sugi tahu bahwa istrinya sama sekali tidak menyimak ceritanya dari tadi. Akhirnya, “Udah Bapak tidak perlu menceritakan itu lebih baik, Bapak anter barang-barang pesanan ini segera ke pelanggan kita, ayo buruan Pak” Sulasmi mengalihkan pembicaraan suaminya dan langsung menyuruh suaminya untuk mengantarkan barang pesanan ke palanggan, agar suaminya tidak menceritakan berita tersebut kepadanya.
Sebenarnya Sugi sama Ibunya diperbolehkan sekolah hanya sampai di Sekolah Dasar saja, karena untuk bentu-bantu kerja, tetapi ayahnya dan kakeknya mendukungnya untuk terus melanjutkan sekolahnya, akhirnya Sugi mendaftar sendiri sekolah yang paling favorit di daerah tersebut tanpa diantar oleh Bapaknya atau Kakeknya. Saat Sugi hendak mendaftar dan mengikuti tes di Sekolah Menengah Pertama di Negeri 01 salah satu sekolah negeri paling favorite di daerah tersebut, yang bisa memasuki dan mengikuti tes di sekolahan tersebut hanya murid-murid yang mempunyai prestasi nilai yang sangat memuaskan. Sugi lulus tes dan diterima di sekolahan tersebut karena hasil nilai tes sangat memuaskan.
Mendengar kelulusan tes di SMP Negeri 01, Sugi diterima di sekolahan tersebut sangat bangga sekali, karena jarang murid yang lulus tes di sekolahan tersebut. Dengan bangganya Sugi sesampainya di rumah langsung berbicara ke Karti. Saat berbicara dengan Karti di dapur, tiba-tiba ayahnya Sugi menuju ke dapur untuk memanggil Karti membuatkan minuman segelas teh hangat, terdengarlah percakapan mereka oleh ayahnya “Ada apa sih sepertinya kok terdengar sangat ramai sekali, pasti ada berita yang sangat bagus” sahut ayahnya Sugi.
Mereka kaget saat Ayahnya Sugi sudah berada di dapur “eh, ada Ndoro, eh Bapak” sahut Sugi dan Karti. Ayahnya mendengar berita tersebut, Sugi berbicara juga ke Ayahnya secara langsung “Alhamdulillah Pak, kulo ketampi wonten ing SMP Negeri 01”, Ayahnya mendengar berita tersebut sangat bangga karena putrinya diterima di sekolah negeri “Alhamdulillah Ndok, selamat ya Bapak sangat bangga sekali Ndok” sambil memeluk erat putrinya dengan sangat bangga.
Ayahnya sugi langsung menyamperin istrinya yang sedang duduk di ruang pendopo sambil memanggil “Bu….Bu…..” , Ibunya langsung menoleh ke suaminya yang sedang memanggil “ada apa sih Pak”. Suaminya langsung menceritakan bahwa putrinya telah diterima di sekolah negeri, setelah mendengar berita tersebut malah langsung mengatakan “ah….biasa aja, aku ingin Sugi berhenti sekolah, lagi pula dia khan anak perempuan jadi untuk apa dia sekolah tinggi-tinggi lebih baik tidak usah tinggi-tingi lah sekolah” dan langsung memanggil Karti untuk langsung membawa Sugi menghadap Ibunya yang sedang di pendopo.
Saat Karti sedang memanggil Sugi dan mengantarkan Sugi ke Ibunya yang sedang berada di ruang pendopo, Ayahnya Sugi sangat tidak setuju dengan keputusan yang diambil oleh istrinya sambil memarahi istrinya yang telah melontarkan keputusan tersebut “Apa-apaan ini Ibu, saya sangat tidak setuju yang Ibu katakana tadi, saya ingin Sugi tetap melanjutkan sekolahannya” dengan suara yang sangat keras ke istrinya.
Saat mereka sedang bertengkar, datanglah Sugi “Ada apa Bapak sama Ibu memangil aku”. Melihat Sugi sudah ada di depan mereka, Ibunya langsung mengatakan “Ndok, lebih baik kamu tidak usah sekolah lagi, lebih baik kamu bantu Ibu saja mengurus kedua adik mu dan membantu para pekerja. Sekolah yang kamu sudah daftar lebih baik batalin saja”. Dan ayahnya langsung membantah perkataan istrinya yang mengatakan seperti itu ke putrinya “Saya sangat tidak setuju, Sugi tetap sekolah. Udah Ndok lebih baik kamu lanjutkan saja sekolah, jangan dengarkan perkataan Ibu mu” langsung menarik tangan putrinya untuk keluar dari pendopo agar apa yang telah dikatakan oleh Ibunya, Sugi tidak berkecil hati lalu dibawalah Sugi ke luar dari Pendopo oleh Ayahnya, dan Sulasmi tetap duduk di pendopo sambil kesal.
Saat Sugi dengan Ayahnya keluar dari pendopo, Ayahnya langsung mengeluarkan air mata.
“Yang sabar ya, Nduk. Bapak tidak tahu kenapa Ibu selalu menyakiti dan menyiksa kamu. Yang penting ada Bapak yang sayang sama kamu.”
“Nggeh Pak. Sugi sayang sekali sama Ibu, Sugi tidak tahu kenapa Ibu membenci ku dan menyakiti ku, sepertinya aku dibedakan dengan anak-anak Ibu yang lainnya”. Mendengar perkataan Sugi, Ayahnya langsung memeluk erat Sugi dengan berlinangan air mata, Sugi pun juga sama memeluk Ayahnya sambil berlinangan air mata.
“Tenang, Nduk. Kamu harus tetap sekolah, jangan seperti Bapak dan Ibumu ini. Bapak akan selalu mendukungmu.”
Mendengar perkataan Ayahnya yang akan selalu mendukungnya.
“Matur nuwun, Bapak. Sudah mendukung Sugi dan sudah sayang sama Sugi.”
Keesokan harinya di pagi hari, Sugi di ajak oleh Ayahnya ke pasar untuk membeli seragam SMP beserta buku tulis untuk persiapan sekolah karena sebentar lagi akan masuk ke sekolah barunya di SMP Negeri 01 salah satu sekolah paling favorit.
Kreator : Sri Prihatiningsih
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Perempuan Kuat ( Bab 1)
Sorry, comment are closed for this post.