Hidup ini sesungguhnya mengajarkan kita banyak hal, dalam semua kondisi dan situasi. Setiap hari kita bisa belajar dari semua orang yang ada di sekitar kita, yah semua orang bisa menjadi Narasumber buat kita. Karena pertemuan kita dengan siapapun semua atas kehendak Allah, tak ada yang kebetulan. Hanya saja kita sering menutup mata dan tidak mau belajar serta membuka mata untuk melihat dan mencari apa sesungguhnya di balik semua peristiwa yang Allah perlihatkan di hadapan kita.
Belajar tidak pernah selesai, karena Ilmu itu tak berbatas. Tidak pernah ada kata cukup untuk mengetahui segala sesuatu. Belajar dari ayunan hingga ke liang lahat adalah kesemestian yang harus dijalani selama kita masih dianugerahi usia oleh Allah.
Seperti malam ini, Aku belajar pada Andi, seorang karyawan perusahaan kereta api yang menelponku pukul 02.30 dini hari hanya untuk menyampaikan bahwa dia menemukan ponsel anakku di kereta, dan melihat ada panggilan dariku beberapa saat sebelumnya. Aku memang menelepon anakku memastikan bahwa dia sudah apakah sampai di bandara, Namanya anak-anak, meski sudah dewasa tetap saja sebagai ibu tidak bisa menghilangkan
rasa khawatir, apalagi di Jakarta dan tengah malam pula. Flight ke Indonesia Timur sebagian besar terjadwal dini hari dan karenanya kita sudah harus ke bandara pada tengah malam.
Karena dia menelpon balik dari hp anakku,maka aku langsung terkejut Ketika dia menyapa dengan memberi salam. Ini bukan suara anakku, rasa khawatir yang tadi coba aku hilangkan langsung Kembali menyelimuti perasaanku.
“Bu, saya Andi, petugas Kereta Api. Saya menemukan ponsel ini di lantai kereta dan melihat beberapa panggilan nomer Ibu.” katanya menjelaskan dan menghapus rasa kaget dan kekhawatiranku.
“Oh, alhamdulillah. Itu pasti sebabnya telepon Ibu nggak diangkat. Itu ponsel anak saya, kami memang tiba dengan kereta Argo Parahyangan tiba di stasiun Gambir pukul 01.30 dini hari tadi.”
Andi menanyakan kepadaku kemana dia harus mengantarkan ponsel tersebut. Aku menyebut hotel tempatku menginap, karena anakku dari Gambir langsung ke bandara mengambil pesawat subuh ke Palu, jelasku kepada Andi.
Anak baik itu mengatakan bahwa segera dia akan mengantarkan ponsel tersebut ke hotel tempat aku menginap. Mataku menyapu jam yang tertera di ponselku, pukul 02.45. Seolah mengetahui pikiranku dia mengatakan, “Saya antar sekarang ya, Bu. Karena hotel ibu sejalur dengan jalan pulang saya. Khawatir kalau besok saya tidak bisa mengantar karena tertidur, Bu. Besok saya harus kerja malam lagi soalnya.”
Aku mengiyakan, dan sejujurnya aku merasakan bahwa anak ini sangat jujur dan tulus. Aku mengganti daster tidur yang kukenakan dengan baju yang pantas dan bersiap turun ke lobby menunggu kedatangan Andi.
Ketika aku menelepon anakku dan menanyakan apakah dia tahu bahwa ponselnya ketinggalan di kereta. Dengan enteng anakku menjawab, “Iya Bunda, mungkin jatuh dari kantong celana waktu kita turun, tapi saya sudah ikhlas, sedekah buat yang menemukan.”
Aku speechless mendengar ucapan anakku. Semakin speechless ketika bertemu dengan Andi, anak baik yang bersedia datang ke hotel tempatku menginap jauh-jauh dari stasiun kota naik motor di saat subuh dini hari. Padahal, aku yakin dia pasti sudah bekerja seharian. Jam seperti ini, pastilah jam istirahat dia, tapi dia rela berpayah-payah mau mengantarkan ponsel anakku ke tempatku.
Menilik sosoknya, usianya pasti sebaya anak sulungku. Ketika bertemu dengannya, tanpa sungkan dia menjabat dan mencium tanganku. Sedikit kaget aku nyaris buru-buru menarik tanganku karena aku diingatkan oleh kawan untuk menerima orang yang membawa ponsel ini di lobby jangan di luar hotel, khawatir terjadi apa-apa katanya. Apalagi saat subuh di depan hotel cukup sepi. Tapi karena di depan pintu hotel ada dua orang satpam, kekhawatiran agak berkurang.
“Saya Andi, Bu Hajjah.” katanya memperkenalkan diri.
“Oh iya. Saya Anna, bundanya Abie yang ponselnya Anda temukan.” jawabku.
Melihat wajah dan kesantunannya, aku merasa bersyukur bahwa sejak awal aku telah berprasangka baik padanya. Pasti orang yang meneleponku adalah orang baik, mustahil dia berniat jahat sehingga mesti jauh-jauh datang ke hotel hanya untuk mengembalikan ponsel. Toh, dia bisa menggunakan ponsel itu sendiri, menjualnya atau apalah daripada capek-capek harus mencari pemiliknya, subuh-subuh saat orang mestinya lelap berkemul selimut.
Kalau kemudian sahabatku merasa khawatir dan memesan agar aku jangan keluar sendirian ke depan hotel menerima orang ini, aku faham karena dia tinggal di jakarta dan tingginya tingkat kriminal di Jakarta tentu membuatnya was-was dan khawatir jangan-jangan ini juga modus kejahatan.
“Bu Hajjah, boleh kita foto sambil Ibu pegang ponselnya?”
Aku mengangguk mengiyakan. Aku spontan merapikan kerudungku, dan mengangkat tangan yang memegang ponsel milik anakku. Kami pun berfoto bersama. cekrek…
Dia menunjukkan hasil fotonya, nampak di foto kami berdua tertawa senang. Ketika si Andi berpamitan, aku menyelipkan ongkos ala kadarnya di tangannya.
“Jangan ditolak, ya. Ucapan terima kasih Ibu karena kamu sudah berpayah-payah datang mengantar ponsel anak Ibu.” kataku.
Dia terlihat sungkan, tapi aku memaksa menyelipkan ke dalam genggamannya.
“Saya terima ya, Bu Hajjah. Terima kasih keikhlasannya.” katanya kembali menjabat tanganku dan menciumnya.
Kali ini tidak aku tarik. Bahkan tangan kiriku spontan terjulur menepuk pundaknya. Ya, aku sangat terkesan dengan kejujuran dan kesantunannya.
“Fotonya saya simpan ya, Bu Hajjah. Untuk pelajaran biar nanti anak saya tahu bahwa Ayahnya sudah melakukan hal yang benar.”
Sungguh aku terpana mendengar perkataannya.
“Anaknya usia berapa?” tanyaku terdorong rasa ingin tahu.
“Istri saya sedang mengandung, Bu. Tinggal menunggu hari. Harapanku dan ibunya nanti semoga ia menjadi anak baik, jujur dan tentunya jadi anak yang berbakti kepada orang tua, negara dan bangsa.” Katanya dengan tatapan semangat dan wajah sumringah.
”Aamin…” kataku hampir bersamaan dengan dua orang satpam hotel yang mendengar perkataan Andi.
“Kamu benar, Allah pasti mencatat rapi kejadian malam ini dan Ibu yakin Kebaikan ini akan memberi wasilah kebaikan kepada anakmu kelak.”
“Aamiin, Bu Hajjah.” Katanya masih dengan senyum sumringah.
“Insya allah doa kita diijabah, yah. Terima kasih Andi, sudah berlelah-lelah datang mengantarkan ini.” kataku melepas kepergiannya.
“Sama-sama, Ibu. Saya juga mendoakan semoga Allah membalas kebaikan Ibu, melapangkan rezeki dan selalu melindungi Ibu.” katanya.
Aku kembali mengaminkan doanya.
Angin subuh bertiup semilir. Aku mengetatkan kerudungku karena udara dingin sambil mengantarkan Andi berlalu dengan motor bebeknya. Aku berjalan masuk lobby hotel dan mengucapkan terima kasih kepada dua orang satpam yang sejak tadi mengawasi aku dan Andi di depan pintu .
Wahai, betapa banyaknya orang baik yang menyebar dimuka bumi ini. Jakarta yang membuat sebagian orang merasa tidak aman, ternyata masih menyimpan anak muda yang jujur dan berakhlak baik.
Terima kasih ya Allah, karena Engkau telah mengajari sesuatu yang teramat penting padaku, bahwa dimanapun kita berada jika kita bersangka baik, melakukan hal baik, maka Allah akan mempertemukan kita dengan orang-orang baik.
Dan bahwa jika kita memiliki sesuatu yang kita peroleh dengan cara baik, maka Allah akan mengembalikan barang tersebut meskipun kita sudah rela kehilangannya.
Dan bahwa doa baik yang kita mohonkan untuk orang lain akan berbuah doa baik pula dari orang lain untuk kita.
Karena kebaikan yang kita lakukan, akan kembali kepada kita, seperti halnya kejahatan yang kita lakukan pun akan kembali kepada pelakunya.
Untuk Andi, karyawan PT KAI yang jujur dan berakhlak baik aku berdoa di shalat subuhku untuknya, Kiranya Allah swt senantiasa melindungi keluarganya, menyelamatkan istri dan calon bayinya. Memberikan mereka rezeki yang barokah serta anak yang sholeh dan jujur seperti orang tuanya. Amin.
Kreator : Anna sovi malaba
Comment Closed: Perjalanan hari ini
Sorry, comment are closed for this post.