Di sebuah desa kecil yang asri, hiduplah seorang ibu bernama Bu Rina. Bu Rina adalah seorang wanita sederhana yang pekerja keras. Sehari-harinya ia bekerja mengajar , sekaligus menjaga rumah dan merawat anak-anak mereka. Salah satu anaknya, Bintang, yang kini sudah duduk di bangku SMA, adalah kebanggaannya.
Bintang adalah anak yang cerdas dan rajin belajar. Sejak kecil, ia menunjukkan minat besar pada pelajaran agama dan kerap ikut mengaji di masjid dekat rumah. Melihat kegigihannya, Bu Rina dan suaminya sepakat mengirim Bintang ke sebuah pondok pesantren di kota terdekat. Bu Rina percaya, dengan pendidikan agama yang baik, Bintang akan tumbuh menjadi anak yang tidak hanya cerdas, tapi juga berakhlak mulia.
Namun, setelah beberapa bulan di pondok, Bintang mulai menunjukkan tanda-tanda ketidaknyamanan. Setiap kali pulang untuk liburan akhir pekan, ada kegalauan di wajahnya yang tak bisa disembunyikan. Suatu sore, ketika Bu Rina sedang menyiapkan makanan di dapur, Bintang duduk di meja makan, tampak lebih pendiam dari biasanya.
“Bintang, kamu kenapa? Ibu perhatikan akhir-akhir ini kamu sering murung,” tanya Bu Rina lembut sambil mengaduk sup di atas kompor.
Bintang terdiam sejenak, menatap meja di depannya seolah-olah sedang mencari kata-kata yang tepat untuk diucapkan. Akhirnya, ia menarik napas panjang dan berbicara dengan suara pelan. “Bu, aku nggak betah di pondok.”
Kata-kata itu membuat Bu Rina tertegun sejenak. Ia menaruh sendoknya, lalu menghampiri Bintang dan duduk di sampingnya. “Kenapa, Nak? Kamu merasa ada yang nggak cocok?”
Bintang mengangguk. “Aku nggak tahu, Bu. Teman-teman di sana baik, ustaznya juga. Tapi aku merasa… sepi. Jadwalnya padat, tapi kadang aku merasa jauh dari rumah. Aku kangen sama suasana di sini, sama ibu, bapak, dan adik-adik. Di sana aku merasa kesepian.”
Bu Rina menatap anaknya dengan penuh kasih sayang. Sebagai seorang ibu, hatinya terenyuh mendengar keluhan anaknya yang jarang ia dengar. Bintang adalah anak yang biasanya kuat dan mandiri, tapi kali ini ia benar-benar terlihat rapuh.
“Ibu paham, Nak. Tinggal di pondok memang nggak mudah. Ibu dulu juga sempat jauh dari orang tua ketika sekolah, dan itu juga berat buat ibu. Tapi coba kamu pikirkan, apa tujuan kamu ke pondok? Kamu sendiri yang ingin belajar lebih dalam soal agama, kan?”
Bintang terdiam, matanya mulai berkaca-kaca. “Iya, Bu. Aku tahu aku ingin belajar agama, tapi kadang aku merasa itu terlalu berat.”
Bu Rina menggenggam tangan Bintang erat. “Tidak ada hal baik yang datang dengan mudah, Nak. Setiap jalan pasti ada rintangannya. Tapi ingat, ibu dan bapak selalu mendukung kamu. Kalau kamu merasa terlalu berat, nggak ada salahnya bicara sama ustaz di pondok. Mungkin mereka bisa bantu kamu merasa lebih nyaman.”
Bintang mengangguk, meski dalam hatinya masih tersisa keraguan. Bu Rina mengerti bahwa anaknya sedang dalam masa sulit. Menjadi remaja memang tidak mudah, apalagi jauh dari keluarga. Tapi ia juga tahu, Bintang adalah anak yang tangguh, dan dengan sedikit dukungan, ia yakin Bintang bisa mengatasi ini.
Malam itu, setelah makan malam, Bu Rina mengajak suaminya berbicara tentang Bintang. Mereka sepakat untuk tidak memaksakan Bintang, tapi juga tidak buru-buru memutuskan apa pun. Mereka ingin memberikan Bintang ruang untuk berpikir dan merasakan apa yang terbaik untuk dirinya.
Beberapa minggu berlalu, dan setiap kali Bintang pulang, Bu Rina selalu menyempatkan diri untuk mendengarkan cerita anaknya. Perlahan, Bintang mulai terbuka dan berbicara lebih banyak tentang pengalamannya di pondok. Ia masih merasa kesulitan, tapi dengan dukungan dari orang tuanya, ia mulai mencoba untuk lebih menerima keadaannya.
Suatu hari, Bintang pulang dengan senyum yang berbeda. Ia duduk bersama Bu Rina di teras rumah, dan kali ini, tanpa diminta, ia mulai bercerita. “Bu, aku mulai betah di pondok sekarang.”
Mendengar itu, Bu Rina tak bisa menyembunyikan rasa haru dan bangganya. Ia memeluk Bintang erat, penuh kebahagiaan. Bintang telah menemukan jalannya sendiri, meski tidak mudah, dan itu adalah pencapaian besar yang membuat Bu Rina semakin yakin bahwa anaknya akan tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan bijaksana.
Bu Rina tahu, perjalanan Bintang masih panjang. Namun ia percaya, dengan hati yang tulus dan dukungan keluarga, Bintang akan mampu melewati setiap tantangan yang ada. Dan di setiap langkahnya, Bu Rina akan selalu ada, mendampingi dan mendukung anak kesayangannya.
Kreator : Safitri Pramei Hastuti
Comment Closed: Perjalanan Hati Bintang: Keteguhan di Tengah Kerinduan
Sorry, comment are closed for this post.