Siang itu, aku melihat wajah Umi Haji begitu sumringah. Ia berkata, “Ayo, Ni, kita ke travel.”
“Ngapain, Mi…?” ujarku.
“Ayo kita berangkat,” ujar ibuku, yang aku sebut Umi Haji.
Tak lama, aku berdandan dan bergegas berangkat menuju travel. Kami berjalan dulu, menelusuri jalan tikus, lalu melangkahkan kaki naik ke jalan raya, karena rumahku berada di bawah. Jadi, untuk sampai ke jalan raya aku harus menaiki tanjakan menuju angkutan kota (angkot). Naiklah kami ke angkot, dan sampailah di depan ruko sebuah travel di daerah Bogor.
“Kirii…!” ujarku pada sopir angkot. Lalu turunlah Umi Haji, Dzakiyyah (anak perempuanku yang kedua), dan aku.
“Assalamu’alaikum, Teh.”
“Wa’alaikumussalam,” jawab seorang petugas travel tersebut.
Kami sudah sangat kenal, bahkan ia sering ku panggil ke rumah untuk mengambil uang tabungan umrohku. Walaupun jumlahnya hanya Rp500.000, Rp1.000.000, atau Rp2.000.000, Teh Deby tetap datang ke rumahku.
Tadi di dalam angkot, ibuku bilang bahwa Mas Yudi memberi uang Rp10.000.000 untuk aku berangkat umroh. Umi Haji menyuruhku melihat ke dalam tasnya, dan ternyata memang ada uang merah-merah dan biru.
“Waw… masa, Mi Haji?” ujarku tak percaya. Diam-diam suamiku ternyata merencanakan ini semua.
Tiba-tiba Pak Haji keluar dan bilang bahwa aku akan berangkat bulan Januari 2023. Begitu kagetnya aku, serasa tak menyangka, padahal uang tabunganku baru Rp7.000.000. Umi Haji bersama petugas travel sibuk menghitung fee dan pembayaran umrohku. Ibuku memang mendapat fee karena sudah banyak jamaah yang berangkat melalui travel ini.
Lalu datanglah koper dan segala perlengkapannya. Aku masih tak percaya secepat itu. Saat itu sekitar bulan Desember 2022, kurang lebih satu bulan sebelum keberangkatanku. Tak lama, terdengar kabar bahwa ada satu jamaah Umi Haji yang akan berangkat bersamaku, Teh Dera — jamaah MT. Nurul Inayah dan sosok yang selalu mendampingiku sejak melahirkan anak pertama hingga anak keempat.
Qadarullah, kami berangkat umroh bersama. Ketika di Mekkah dan Madinah pun kami sekamar di hotel.
Rasa syukurku saat menuju bandara semakin hebat. Tak menyangka akhirnya tiba waktunya aku berangkat bersama teman-teman satu travel. Dag-dig-dug hatiku saat hendak naik pesawat. Aku sangat menikmatinya, walau sempat terbesit rasa takut. Tapi aku berpikir lagi, kalau Raffi Ahmad dan Nagita saja bisa menikmati perjalanan di pesawat, mengapa aku tidak? “Selamat, selamat,” ujarku dalam hati.
Tiba-tiba pramugari menawarkan snack time. Tak lama kemudian terdengar lagi suara, “Coffee… coffee… juice… juice… tea…”
Aku pilih jus. Ternyata sebagai tamu Allah, kami begitu dilayani. Tak lama kemudian datang lagi makanan berat. Ia menawarkan, “Rice? Noodles?” Aku pilih rice, karena kalau tidak makan nasi rasanya masih lapar, khas orang Indonesia.
Perjalanan singkat sekitar satu jam membawa kami sampai di Malaysia. Kami transit sebentar lalu melanjutkan penerbangan ke Bangkok. Sama seperti pesawat pertama, tak lama setelah duduk pramugari menawarkan snack, jus, kopi, teh, dan makanan berat. Kali ini aku pilih noodles, rasanya seperti spageti. Kami sangat menikmati perjalanan ini. Mungkin karena di Indonesia aku memang suka jalan-jalan dan kuliner, jadi Allah kasih jalan untuk ke Malaysia dan Bangkok walaupun hanya transit sebentar.
Masya Allah, perasaan bahagia itu terus terasa dalam perjalanan panjang ini, dan aku berharap segera tiba di Baitullah.
Satu lagi pesawat membawa aku menuju Jeddah. Pesawat ini lebih luas dengan fasilitas lebih mantap. Sama seperti penerbangan pertama dan kedua, ada tawaran makanan berat maupun ringan, es dan minuman hangat pun tersedia. Aku sangat kenyang sekali. Sesekali aku melihat awan di sampingku, masya Allah tabarakallah, dzikir dalam hatiku tak henti-henti. Bahagia sekali rasanya.
Sesekali aku memejamkan mata dan tertidur entah berapa lama. Aku juga penasaran dengan toilet di pesawat, jadi aku beberapa kali ke sana. Di dalamnya tersedia gelas plastik, peralatan gosok gigi, pembalut, dan lain-lain. Seru sekali, bestie! Aku suka banget terbang, apalagi on the way ke berbagai negara yang belum pernah aku kunjungi.
Oh iya, sempat terbesit waktu transit di Bangkok aku melihat tas branded di etalase bandara. Aku hanya bilang dalam hati, “Cakep banget.” Qadarullah, pulang dari umroh Allah datangkan tas itu melalui wasilah temanku. Masya Allah, qabul!
Sampailah aku di Jeddah. Alhamdulillah perjalanan panjang di udara ini akhirnya selesai. Bersyukur terus dalam hati, akhirnya aku menapaki Makkah, kota suci tempat Rasulullah lahir dan berdakwah. Bis sudah menunggu jamaah untuk melanjutkan perjalanan ke Madinah.
Kreator : Ani
Comment Closed: Perjalanan Suci Menuju Baitullah
Sorry, comment are closed for this post.