Sari adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Ia dilahirkan di Semarang, begitu pula adik keduanya yang laki-laki. Ayahnya asli Lampung, sementara ibunya juga berasal dari Semarang. Keluarga mereka sempat tinggal dan hidup nyaman di Semarang, tempat Sari mengenyam pendidikan dari SD hingga SMP. Namun, semuanya berubah ketika pandemi COVID-19 melanda dunia. Perekonomian keluarga mereka mengalami keterpurukan, dan setelah melalui banyak pertimbangan, akhirnya orang tua Sari memutuskan untuk pindah kembali ke kampung halaman ayahnya di Lampung.
Saat itu, Sari baru saja lulus SMP. Meski berat, ia mengikuti keputusan keluarga dan melanjutkan pendidikannya di sebuah Madrasah Aliyah Negeri yang tidak jauh dari kampung sang ayah. Sayangnya, ketika Sari mulai masuk kelas X, pembelajaran di sekolah tersebut masih dilakukan secara online. Dia tidak merasakan bahagia karena belum pernah bertemu secara langsung dengan teman-teman barunya. Selain menjadi siswa baru, Sari juga termasuk orang baru di kampung ayahnya. Ia merasa terasing dan bosan dengan keadaan yang seakan tidak pernah berubah.
Namun, di tengah kebosanan itu, Sari menerima kabar yang menggembirakan. Ibunya mengandung calon adik ketiganya. Sari berharap adik yang akan lahir nanti adalah seorang perempuan. Adik keduanya laki-laki, dan ia selalu menginginkan seorang adik perempuan yang bisa diajak bermain dan berbagi cerita.
Sejak ibunya dinyatakan hamil, suasana rumah sedikit berubah. Ibunya seringkali mengalami perubahan emosi yang membuat Sari bingung dan kadang marah. Namun, ayahnya selalu mengingatkan Sari untuk sabar.
“Ibu sedang hamil, Sari. Perubahan emosinya itu karena pengaruh hormon. Kamu harus bersabar, ya. Ini tidak akan berlangsung selamanya,” kata Ayah dengan lembut.
Saat Sari naik kelas XI, pembelajaran tatap muka di sekolah mulai kembali diterapkan. Ini adalah momen yang sangat dinanti-nantikan oleh Sari. Ia merasa bersemangat dan bahagia karena akhirnya bisa bertemu dan berinteraksi dengan teman-teman barunya. Ia segera menjadi akrab dengan mereka, tak hanya teman sekelas, tetapi juga siswa kelas X dan XII, berkat keterlibatannya dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.
Di luar sekolah, Sari sering menemani ibunya untuk periksa ke bidan desa. Ia sangat senang ketika merasakan adik dalam kandungan ibunya bergerak aktif. Sari bahkan sering berbicara kepada calon adiknya melalui perut sang ibu, membayangkan hari di mana ia bisa menggendong adik perempuannya.
Namun, seiring dengan mendekatnya Hari Perkiraan Lahir (HPL), Sari justru mulai merasa cemas. Malam itu, ibunya mulai merasakan mulas seperti tanda-tanda mau melahirkan. Ayahnya, yang memang selalu takut dan tidak berani menemani istrinya saat melahirkan, meminta Sari untuk mengantarkan ibunya ke rumah bidan.
Setelah tiba di rumah bidan dan dilakukan pemeriksaan, ternyata baru bukaan dua. Bidan menyarankan agar mereka pulang terlebih dahulu karena jarak rumah tidak terlalu jauh.
“Jika rasa sakit dan mulasnya semakin sering, bawa kembali ke sini,” kata bidan.
Pagi harinya, setelah sholat subuh, rasa sakit yang dirasakan ibunya semakin sering. Sari segera mengantarkan ibunya kembali ke rumah bidan. Saat diperiksa, ternyata sudah bukaan sembilan. Sari merasa takut dan tidak tega melihat ibunya yang menahan rasa sakit. Kekhawatiran mulai merayapi benaknya; ia takut jika terjadi sesuatu yang buruk pada ibu atau calon adiknya.
Sambil menangis, Sari berdoa. “Ya Allah, mudahkanlah proses kelahiran ini. Berikan keselamatan dan kesehatan untuk ibu dan adikku,” pintanya dalam hati.
Sari menemani ibunya sepanjang proses persalinan. Ayahnya, seperti biasa, tidak berani berada di ruangan yang sama karena tidak tahan melihat Sang Ibu menahan sakit. Setelah beberapa jam yang mendebarkan, adik Sari lahir dengan selamat. Bayi perempuan yang sehat dan menggemaskan itu akhirnya hadir di dunia.
Sari menangis haru dan bahagia. Ia memeluk ibunya erat, bangga akan perjuangan sang ibu yang telah bertaruh nyawa untuk melahirkan adiknya.
“Ibu, terima kasih. Aku sangat bangga padamu,” ucapnya sambil mencium pipi ibunya yang basah oleh air mata bahagia.
Saat ia menatap wajah adik perempuannya yang mungil, hatinya dipenuhi rasa syukur. Ia teringat pelajaran Qur’an Hadist yang disampaikan gurunya, “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu.” (QS Luqman 14)
Sari berjanji dalam hatinya untuk selalu menghargai ibunya dan berbuat baik kepada orang tuanya. Hari itu, tidak hanya adik perempuan yang ia nantikan lahir ke dunia, tetapi juga kesadaran akan betapa berharganya pengorbanan seorang Ibu.
Kreator : Siti Murdiyati, M.Pd
Comment Closed: Perjuangan Sang Ibu, Kebahagian Sari
Sorry, comment are closed for this post.