Nasib yang dialami Si Genuk berbeda dengan anak-anak seusianya. Gadis mungil berwajah lonjong dengan rambut lurus kecoklatan ini sejak bayi dirawat dan diasuh oleh neneknya. Sejak bayi umur dua bulan telah ditinggalkan oleh ibunya. Dia tidak menikmati minum air susu ibu yang cukup sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhannya. Sebagai pengganti asi neneknya memberi dia minum susu kaleng yang dicampur dengan air dan gula. Hanya dengan sedikit susu sudah terasa manis.
Perjuangan neneknya yang penuh kasih sayang dalam merawat dan menghidupi gadis cilik bernama Genuk ini membuahkan hasil yang menggembirakan. Pertumbuhan si Genuk tumbuh normal sesuai dengan perkembangan psikologi yang normal sesuai usianya.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun. Tak terasa Si Genuk sudah berusia lima tahun. Saatnya dia sekolah di sebuah Taman Kanak-Kanak. Pertumbuhan fisiknya yang ideal tampak langsing dan lincah geraknya. Sepak terjangnya yang sudah terlatih sejak bayi bisa ditunai saat dia masih usia paud. Walaupun masih terbilang kecil dia rajin bekerja membantu neneknya. Bagaikan orang dewasa dia bangun pagi langsung berdoa bangun tidur dengan suara lantang sebagaimana nenek mengajarinya. Dengan pembiasaan yang sudah otomatis dia merapikan tempat tidur. Setelah tempat tidur terlihat rapi dia baru keluar kamar untuk mandi kemudian sholat subuh.
Usai sholat subuh, tanpa disuruh dia menyapu ruang tamu dan serambi. Baru kemudian berwudhu lagi lalu ganti baju sekolah. Melihat cucunya yang begitu rajin neneknya gembira bercampur sedih. Anak seusia dia yang pada umumnya masih dimanja dan dilayani oleh ibunya tetapi si Genuk sudah mandiri. Sudah bisa memakai baju sendiri.
Bahkan tergerak sendiri menyapu lantai dan serambi. Neneknya mengamati dan memperhatikan perkembangan cucunya yang begitu baik tersebut merasa bahagia dan merasakan terbantu pekerjaan rumahnya. Sedikit banyak apa yang dilakukan Si Genuk telah meringankan pekerjaannya setiap hari. Meski demikian si nenek menyimpan rasa sedih. Di kala bahagia melihat si Genuk dia bahagia kemudian kesedihan menghampiri saat teringat akan anak perempuannya yaitu ibunya si Genuk yang telah lama meninggalkan rumah.
Konon ibunya Si Genuk pergi meninggalkan rumah sekaligus meninggalkan bayinya karena dia mengikuti suaminya yang bekerja di luar kota yang cukup jauh dari rumah tempat tinggalnya. Entah apa pertimbangannya sehingga saat itu si bayi tidak dibawa. Bayi mungil tersebut ditinggal dan dirawat oleh neneknya.
Selama ini, Ibu dari bayi Genuk jarang sekali pulang ke rumah untuk menjenguk anak dan orangtuanya. Bahkan dalam satu tahun belum tentu satu kali pulang ke rumah. Kabar terakhir ibu tersebut cerai dengan suaminya. Kemudian kembali ke rumah dan tinggal bersama Genuk dan ortunya.
Tak lama tinggal di rumah bersama orang tua dan anaknya si ibunya Genuk menikah lagi dengan seorang duda yang baru dikenalnya. Kemudian dia pergi lagi meninggalkan ortu dan anaknya. Bersama suami barunya dia tinggal di rumah kontrakan yang lumayan jauh dari rumahnya.
Masa terus berlalu. Waktu silih berganti. Tak terasa si Genuk sudah duduk di kelas empat Sekolah Dasar yang berada tak jauh dari rumah neneknya. Setiap hari Genuk pergi pulang sekolah dengan berjalan kaki. Menyusuri jalan makadam kecil yang sesekali berpapasan dengan sepeda motor dan pengguna jalan lainnya.
Dia tidak sendirian. Setiap hari sekolah pulang pergi bersama temannya yang duduk di kelas empat juga. Walaupun rumahnya tidak berdekatan mereka selalu berangkat dan pulang bersama. Jika salah satu dari mereka belum muncul mereka saling menunggu atau menjemput ke rumahnya.
Keasyikan mereka berteman dan menjadi sahabat dekat membuat mereka saling mempercayai. Tak jarang temannya yang bernama si Menor itu curhat dan sharing dengan si Genuk. Beberapa pengalaman yang mereka alami terasa tidak nyaman membuat mereka menyimpulkan bahwa itu adalah sebuah masalah yang mesti dipikirkan dan dicari solusinya.
Begitu pula si Genuk, di balik penampilannya yang ceria, lincah, rajin, disiplin, dan pandai, dia menyimpan kesedihan yang luar biasa.
Suatu ketika si Genuk sharing dan curhat dengan si Menor. Dia merasa sedih dan iri ketika melihat teman-temannya dijemput oleh ibunya. Makan bersama ibunya, pergi belanja dan santai bersama ibunya, bekerja bersama dan bercanda tampak mesra bersama ibunya. Bahkan serasa ingin menangis ketika melihat temannya dibelai, dicium, dan disisir atau dikepang rambutnya oleh ibunya.
Hatinya terasa koyak, batinnya ingin berteriak, namun kehidupan yang selama ini dijalani seolah telah menahan suara untuk keluar. Mau teriak keras-keras biar terdengar seantero jagad raya. Namun hati ini teringat nenek dengan jasanya yang luar biasa terhadapnya. Tertahan sudah suara yang seakan menggelegar dalam jiwa. Dia kehilangan kasih sayang seorang ibu. Dia tidak merasakan hangatnya pelukan kasih sayang, perhatian, dan cinta kasih seorang ibu sejak bayi. Kini dia sudah mulai remaja. Waktu tak kan bisa kembali. Masa tak kan bisa diulang. Sedih melanda, rasa prihatin menyelimuti jiwa.
Di tengah kegalauan itu muncullah ide dari si Menor teman dekat yang diajak curhat. Si Menor memberi solusi dan saran dari permasalahan yang dialami Genuk. Dia menyarankan agar si Genuk mengirim surat kepada ibunya. Dengan senang hati dia menerima saran tersebut kemudian mereka pulang ke rumah masing-masing. Sesampai di rumah si Genuk segera menulis surat untuk ibunya yang biasa dia panggil dengan sebutan Emak.
PERMISI MAAKKK..
Ini surat dari Genuk Mak, anakmu yang selama ini Emak tinggalkan. Sebelumnya aku minta maaf Mak, ini aku kirim surat buat Emak hanya ingin menyampaikan isi hati yang selama ini terpendam.
Aku ngucapin terimakasih pada emak karena Emak meninggalkan aku diserahkan kepada Nenek yang sangat tulus perhatian dan kasih sayangnya kepadaku melebihi kasih sayang emak kepadaku. Maaf Mak aku nulis seperti ini karena terdetik dari hati di kala melihat Emak pulang ke rumah nenek lebih sayang dan perhatian kepada kucing daripada kepadaku.
Semenjak Emak tinggal bersama suami baru Emak lebih sering pulang ke rumah daripada ketika aku masih TK dulu. Tapi Emak di rumah nenek selalu menceritakan kucing peliharaan Emak di kontrakan. Tiap pagi digendongin diajak jalan-jalan dan berjemur. Bagaikan memperlakukan seorang manusia. Padahal itu terhadap kucing. Saat Emak bercerita itu Emak tahu nggak, hatiku terasa sedih Mak. Kenapa Emak tidak memperlakukan aku seperti Emak memperlakukan kucing itu.
Namun kesedihanku selalu kutahan. Karena Emak tidak begitu memperhatikan diriku yang ikut mendengarkan Emak bercerita. Dan Emak juga sibuk ngurusin kucing yang Emak bawa ketika pulang ke rumah. bukannya Emak mendekatiku, melihat wajahkku, menyentuh tubuhku, memelukku, membelaiku, apalagi ngobrol ngobrol denganku. Sekian jam lamanya Emak datang ke rumah nenek tetap saja kesempatan itu Emak habiskan dengan menggendong kucing takut kalau kucingnya kabur.
Permisi ya Mak, sebenarnya aku ingin mendapatkan belaian kasih sayang Emak sebagaimana teman-temanku Mak. Mereka disayangi dan diperhatikan Emaknya. Aku ingin hatiku dan hatimu ada ikatan batin Mak. Aku tidak mau hatiku merana selamanya Mak. Kembalilah kepada kodratmu sebagai ibu yang menyayangi dan mengasihi anaknya. Maafkan aku Mak, Sayangi aku Mak. Aku sayang Nenek tapi aku juga sayang Emak.
Salam hurmat, salam kasih, dan salam sayang dari anakmu si Genuk. @@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
Kreator : Endah Suryani, S. Pd AUD
Comment Closed: PERMISI MAAK
Sorry, comment are closed for this post.