KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Aksi » Permulaan Takdir Salju

    Permulaan Takdir Salju

    BY 19 Jun 2024 Dilihat: 61 kali
    Permulaan Takdir Salju_alineaku

    Ilta kini berusia sekitar enam tahun. Pada usia ini, banyak anak menghabiskan waktu mereka bermain dan tertawa bersama teman-teman seusia. 

     

    Suatu sore yang cerah, sekumpulan anak-anak keluarga utama berkumpul di lapangan istana, tertawa dan bermain dengan riang. Ilta berdiri di kejauhan, menatap mereka dengan mata penuh harap, berharap bisa bergabung.

     

    “Hei, lihat itu! Itu Ilta!” seorang anak menunjuk ke arah Ilta, suaranya penuh bisikan yang nyaris seperti desisan.

     

    “Ya, matanya menyeramkan sekali,” tambah anak yang lain. “Satu hitam pekat dan yang lainnya putih murni. Dia seperti monster.”

     

    “Kita harus menjauhinya,” kata anak ketiga. “Orang dewasa bilang dia punya Kemampuan yang mengerikan. Ibuku bilang dia bisa melakukan hal-hal yang menakutkan.”

     

    “Dan ingat,” tambah anak keempat dengan nada serius, “dia adalah salah satu calon Vladyka selanjutnya. Siapa yang tahu apa yang bisa dia lakukan pada kita?”

     

    Anak-anak lainnya mengangguk, ketakutan yang nyata di mata mereka. Dengan segera, mereka semua memutuskan untuk bermain di tempat lain, menjauhi Ilta yang masih berdiri sendirian, dengan mata berkaca-kaca.

     

    Ilta menundukkan kepala, merasakan tusukan rasa sakit yang begitu dalam di hatinya. Dia perlahan berjalan menjauhi kerumunan anak-anak, menuju ke sebuah pohon besar di tepi lapangan. Dia duduk di bawah pohon, memeluk lututnya dan menunduk, mencoba menahan air mata.

     

    “Mengapa orang-orang selalu takut padaku?” gumam Ilta pada dirinya sendiri, suaranya hampir tidak terdengar. “Aku hanya ingin bermain bersama mereka. Apa salahku memiliki mata yang berbeda?”

     

    Air mata mulai mengalir di pipinya, dan dia dengan cepat mengusapnya dengan lengan mantelnya.

     

    “Kenapa orang-orang menjauhi Vladyka, padahal ayah sang baik. Kenapa aku harus memiliki kekuatan ini? Ayah dan Bunda selalu bilang aku istimewa, tapi rasanya aku lebih seperti orang aneh.”

     

    Dia menarik napas dalam-dalam dan memejamkan mata, berusaha menenangkan hatinya yang terluka. Kemudian, dia berdiri dan mulai berjalan pulang, menuju rumahnya yang terasa seperti satu-satunya tempat yang aman dan penuh cinta.

     

    Di rumah, Ilta menghabiskan banyak waktu mempelajari teknik energi alam sendiri, berlatih di ruangan yang sunyi, jauh dari tatapan takut anak-anak lainnya. Ilta merasa lebih nyaman menyendiri atau berada dekat dengan orang tuanya, Alexei dan Aria. Mereka selalu memberikan dukungan dan kasih sayang yang putra mereka butuhkan. 

     

    Suatu malam, setelah makan malam, Ilta duduk di pangkuan ayahnya di ruang keluarga. Aria mendekat, duduk di sebelah mereka dengan senyum lembut.

     

    “Ilta sayang, bagaimana harimu?” tanya Aria, menatap cemas wajah Ilta.

     

    Ilta menggelengkan kepalanya, “Seperti biasa, Bunda. Aku mencoba bermain dengan anak-anak lain, tapi mereka selalu menjauh. Aku tidak mengerti kenapa mereka takut padaku.”

     

    Alexei menghela napas, menatap mata Ilta yang berbeda warna itu dengan penuh kasih. “Mereka tidak mengerti, Ilta. Mereka belum bisa melihat betapa istimewanya dirimu. Tapi ingatlah, apa yang orang lain lihat sebagai keanehan, kami lihat sebagai keajaiban.”

     

    Ilta menggenggam tangan ayahnya, merasa sedikit lebih baik. “Tapi, Ayah, aku merasa lebih nyaman sendirian atau dengan kalian.”

     

    Aria menatap Alexei sejenak sebelum kembali menatap Ilta. “Kami mengerti, sayang. Tapi ingat, ada tempat di mana kamu selalu diterima dengan hangat, kan?”

     

    Ilta tersenyum kecil. “Ya, di rumah keluarga Videnbe. Ibu Ivana, Pak Radostaw dan anak-anaknya, Sybil dan Walter, selalu baik padaku. Mereka tidak takut padaku.”

     

    Alexei mengangguk. “Ivana dan Radostaw adalah orang yang sangat bijaksana dan penuh kasih. Kami beruntung memiliki teman seperti mereka.” Katanya pelan.

     

    Ilta mengangguk setuju. “Sybil dan Walter juga selalu mau bermain denganku. Walaupun sedikit lebih tua, tapi mereka tidak pernah menganggap aku aneh.”

     

    “Bagaimana tanggapan mereka tentang kekuatanmu, Ilta?” tanya Aria dengan lembut.

     

    “Ibu Ivana selalu mengatakan bahwa kekuatan yang besar datang dengan tanggung jawab yang besar,” kata Ilta, meniru nada bicara Ivana. “Beliau bilang aku harus belajar mengendalikan kekuatanku dengan bijak, dan Pak Radostaw mengatakan bahwa aku bisa membantu banyak orang jika aku menggunakannya dengan benar.”

     

    Alexei tersenyum bangga. “Itu benar sekali, sayang. Kamu memiliki potensi besar, dan mereka akan membantu kamu melihatnya.”

     

    Aria menambahkan, “Kami sangat bangga padamu, Ilta. Kamu belajar dengan cepat dan selalu berusaha menjadi lebih baik. Tidak semua anak seusiamu bisa melakukan apa yang kamu lakukan.”

     

    Ilta tersenyum malu-malu. “Ilta hanya ingin membuat Bunda dan Ayah bangga.” 

     

    Alexei memeluk Ilta erat-erat. “Kami selalu bangga padamu, Ilta.”

     

    Dukungan Keluarga Videnbe

    Selain rumahnya, tempat Ilta merasa diterima sepenuhnya adalah di rumah keluarga Videnbe. Kepala keluarga, Ivana dan Radostaw, beserta anak-anak mereka, Sybil dan Walter, selalu memperlakukannya dengan hangat dan hormat. Ivana dan Radostaw, pemuka agama yang bijaksana dan penuh kasih, mengajarkan Ilta tentang keindahan dan tanggung jawab yang datang dengan kekuatannya. Sybil dan Walter, meski lebih tua, selalu siap bermain dan berbicara dengannya sepenuh hati.

     

    Ivana Videnbe adalah wanita dengan aura kebijaksanaan dan kedamaian yang terpancar dari setiap gerakannya. Rambutnya panjang dan berwarna coklat, yang selalu diikat rapi dengan jepitan berhias bunga. Matanya berwarna biru cerah, penuh dengan ketenangan dan pengertian, yang menenangkan siapa saja yang melihatnya. Ivana sering mengenakan jubah putih panjang dengan bordir emas, simbol dari statusnya sebagai pemuka agama. Suaranya lembut, tetapi penuh wibawa, membawa ketenangan dan keyakinan kepada siapapun yang mendengarnya.

     

    Radostaw Videnbe adalah pria tegap dengan postur tinggi yang menampilkan kekuatan dan ketegasan. Rambutnya berwarna coklat tua, sering kali disisir rapi ke belakang. Wajahnya dihiasi dengan janggut pendek yang membuatnya tampak bijaksana dan berwibawa. Matanya berwarna hijau zamrud, memancarkan kecerdasan dan kebaikan. Radostaw sering mengenakan jubah berwarna biru tua dengan bordir perak, menandakan posisinya sebagai pemuka agama dan pelindung keluarga. Suaranya dalam dan menenangkan, sering kali dipenuhi dengan kasih sayang dan pengertian.

     

    Sybil Videnbe adalah gadis muda yang cantik dengan rambut coklat kemerahan yang panjang dan berombak. Rambutnya sering dibiarkan terurai atau diikat dengan pita sederhana. Matanya berwarna hijau muda, penuh keceriaan dan kehangatan. Sybil memiliki senyuman yang selalu berhasil mencerahkan suasana di sekitarnya. Dia biasanya mengenakan gaun-gaun sederhana namun anggun, dengan warna-warna pastel yang menambah kelembutannya. Meskipun lebih tua dari Ilta, Sybil selalu memperlakukan Ilta seperti adiknya sendiri, penuh perhatian dan kasih sayang.

     

    Walter Videnbe adalah pemuda tampan dengan postur tinggi dan atletis. Rambutnya berwarna coklat tua, mirip dengan ayahnya, tetapi sedikit lebih acak-acakan, memberikan kesan yang sedikit lebih santai. Matanya berwarna biru gelap, mencerminkan ketegasan dan keberanian. Walter sering mengenakan pakaian yang praktis namun tetap rapi, seperti tunik dan celana panjang dengan warna-warna netral. Dia selalu siap membantu Ilta dan mengajaknya bermain atau berbicara tanpa rasa takut atau canggung. Walter adalah sosok yang selalu bisa diandalkan, baik sebagai teman maupun pelindung.

     

    Sore itu, matahari mulai meredup di balik bukit, memberikan sentuhan keemasan pada taman belakang keluarga Videnbe. Bunga-bunga bermekaran, memberikan warna-warni indah yang kontras dengan dedaunan hijau. Angin sepoi-sepoi membawa aroma manis yang menenangkan, menciptakan suasana damai di tengah kegelisahan hati Ilta. Dia duduk di bangku kayu di bawah pohon besar, ditemani Ivana, Radostaw, Sybil, dan Walter.

     

    “Ilta,” Ivana memulai dengan suara lembut, penuh kasih sayang, “Kami ingin berbicara denganmu tentang sesuatu yang penting.”

     

    Ilta menatap Ivana dengan mata yang penuh rasa ingin tahu. “Apa itu, Ibu Ivana?”

     

    Radostaw melanjutkan, “Kami tahu bahwa kamu merasa berbeda dari anak-anak lain. Tapi, perbedaan Ilta adalah anugerah, itu bukanlah kutukan.”

     

    Sybil, yang duduk di samping Ilta, merangkul bahunya. “Kamu tahu, Ilta, tidak ada yang perlu ditakuti dari dirimu. Kamu adalah teman yang baik dan berani. Kami disini untukmu.”

     

    Walter ikut menambahkan, “Ilta, kamu lebih kuat daripada yang kamu pikirkan. Ketika kamu bersama kami, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.”

     

    Ilta tersenyum lemah. “Terima kasih, Kak Sybil, Kak Walter. Tapi terkadang, aku merasa sangat ketakutan. Anak-anak dari keluarga utama yang lain takut padaku. Mereka selalu berbisik-bisik dan menjauh setiap kali aku mendekat.”

     

    Ivana mengangguk, memahami perasaan Ilta. “Kami tahu, Ilta. Itu adalah bagian dari tantangan yang harus kamu hadapi. Tetapi ingatlah, di balik setiap tantangan, ada kesempatan untuk tumbuh dan belajar.”

     

    Radostaw melanjutkan, “Dan jangan lupa, Ilta, kamu adalah anak dari Vladyka. Yang memiliki tanggung jawab besar, tetapi begitu juga dukungan dan cinta yang. Orang-orang mungkin takut sekarang, tapi suatu hari mereka akan melihat kebaikan dan kebijaksanaan dalam dirimu.”

     

    Ilta menghela napas dalam-dalam, merasa sedikit lebih lega dengan kata-kata bijak dari Ivana dan Radostaw. “Aku akan mencoba yang terbaik, Ibu Ivana, Pak Radostaw. Aku ingin membuktikan bahwa aku bisa menjadi pemimpin yang baik.”

     

    Ivana tersenyum hangat, menepuk tangan Ilta. “Kami percaya padamu, Ilta. Setiap langkah yang kamu ambil menuju takdirmu adalah langkah yang benar. Dan kami akan selalu ada untuk membantumu.”

     

    Sybil dan Walter mengangguk setuju, memberikan semangat pada Ilta. “Jangan takut untuk bicara pada kami berdua jika ada anak-anak yang mengganggumu.”

     

    Dengan dukungan dari keluarga Videnbe, Ilta merasa sedikit lebih kuat untuk menghadapi dunia yang kadang-kadang terasa begitu menakutkan dan asing. Di taman yang indah itu, Ilta menemukan secercah harapan dan keberanian untuk melangkah ke depan.

     

    Kandidat Sang Ilahi

    Hari-hari terus berlalu, dan meskipun Ilta masih menghadapi tantangan dengan anak-anak seusianya, dia tahu bahwa dia memiliki tempat di mana dia selalu diterima. Dengan dukungan dari keluarganya dan keluarga Videnbe, Ilta belajar untuk menerima dan merayakan keunikan dirinya serta kekuatan yang dia miliki. Dia tahu bahwa meskipun jalan yang dihadapinya mungkin sulit, dia tidak akan pernah sendirian.

     

    Suatu hari, saat Ilta berada di kediaman Videnbe, rasa penasaran membawanya menjelajahi sudut-sudut rumah yang belum pernah dilihat sebelumnya. Rumah keluarga Videnbe begitu besar dan penuh dengan ruangan yang misterius. Ketika Ilta melangkah lebih dalam, dia tanpa sengaja menemukan sebuah pintu yang sedikit terbuka. Rasa ingin tahunya mendorongnya untuk masuk.

     

    Ruangan itu dipenuhi dengan aura tenang dan damai. Cahaya matahari masuk melalui jendela-jendela tinggi, menciptakan bayangan indah di lantai marmer. Di tengah ruangan berdiri sebuah altar yang indah, dihiasi dengan simbol-simbol ajaran Sang Ilahi. Patung-patung kecil dan lilin yang belum dinyalakan tertata rapi di atasnya.

     

    Ilta merasa tertarik ke altar, seakan ada kekuatan yang memanggilnya. Ketika dia mendekat, tiba-tiba muncul cahaya terang yang menyilaukan. Dia mengangkat tangan untuk melindungi matanya, tapi rasa ingin tahunya mengalahkan ketakutannya. Dari dalam cahaya itu, seorang Angeluc muncul.

     

    Ilta tertegun, matanya masih menyesuaikan diri dengan cahaya yang menyilaukan. Sosok sayap putih cemerlang dan sayap hitam dengan aura kebijaksanaan itu melayang di hadapannya.

     

    “Siapa… siapa kamu?” Ilta bertanya dengan suara gemetar.

     

    “Ilta Jedlikca,” suara sosok itu bergema di seluruh ruangan, lembut namun penuh kekuatan. “Aku adalah Angeluc Skazati, pembawa pesan dari Sang Ilahi.”

     

    Ilta merasa campuran antara ketakutan dan kekaguman. “Angeluc? Pesan dari Sang Ilahi?”

     

    Tiba-tiba, Ivana dan Radostaw masuk ke dalam ruangan. Mereka segera mengenali Skazati dan terkejut melihat Ilta ada dihadapannya. Dengan tenang namun penuh hormat, mereka mendekati Ilta dan Skazati.

     

    “Ibu Ivana, Pak Radostaw, apakah kalian tahu siapa dia?” Ilta bertanya, bingung.

     

    Ivana mengangguk pelan, matanya penuh rasa hormat. “Ilta, dia adalah Skazati, Angeluc pembawa pesan dari Sang Ilahi. Kehadirannya di sini untuk memberikan sebuah pesan yang sangat berarti.”

     

    Radostaw menambahkan, “Angeluc Skazati, pesan apa yang datang kali ini?”

     

    Skazati tersenyum, cahaya lembut memancar dari dirinya. “Sang Ilahi telah memilih Ilta Jedlikca sebagai kandidat utusan-Nya. Ilta Jedlikca, kamu memiliki pemahaman yang luar biasa, dan kekuatan Indigo. Kamu akan membawa cahaya dan harapan kepada dunia.”

     

    Ilta menatap Ivana dan Radostaw dengan mata penuh rasa percaya diri. “Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, tapi aku ingin memberikan yang terbaik dan menjalani takdirku.”

     

    Ivana tersenyum lembut, meletakkan tangannya di pundak Ilta, “Ilta, kami percaya padamu dan selalu ada untuk membimbingmu. Kamu tidak sendirian.”

     

    Radostaw, dengan nada serius namun penuh kasih, berkata, “Ilta, ini adalah tanggung jawab besar, tapi kami percaya kamu bisa melakukannya. Kekuatanmu adalah anugerah yang harus digunakan dengan bijaksana.”

     

    Ilta merasa hatinya menghangat oleh dukungan dari keluarga Videnbe. “Terima kasih, Ibu Ivana, Pak Radostaw. Aku akan menjalani takdir ini dengan penuh dedikasi.”

     

    Ilta akhirnya pulang, meninggal Ivana, Radostaw dan Skazati di ruangan. Malam hari di kediamannya, Ilta duduk bersama Alexei dan Aria di kamar mereka. Mereka baru saja kembali dari tugas kerajaan, dan Ilta tidak sabar untuk menceritakan apa yang terjadi.

     

    “Ayah, Bunda, Ilta punya sesuatu yang penting untuk diceritakan,” kata Ilta, suaranya sedikit bergetar.

     

    Aria menghentikan kegiatannya dan mendekati Ilta. “Apa yang terjadi, sayang? Kamu terlihat sangat bersemangat.”

     

    Ilta menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian untuk menceritakan apa yang baru saja dialaminya. “Tadi, di rumah keluarga Videnbe, aku menemukan sebuah ruangan sakral. Saat aku mendekati altar, muncul cahaya terang dan seorang Angeluc, Skazati, muncul. Dia mengatakan bahwa Ilta terpilih sebagai kandidat utusan dari Sang Ilahi.”

     

    Alexei dan Aria saling pandang dengan ekspresi terkejut. Alexei bertanya dengan lembut, “Apa yang dikatakan Ibu Ivana tentang itu, sayang?”

     

    “Ibu Ivana mengatakan bahwa ini adalah takdir yang diberikan pada Ilta, dan bahwa aku harus membawa cahaya dan harapan kepada dunia. Beliau juga bilang bahwa mereka akan mendukungku dalam setiap langkah,” jawab Ilta, matanya bersinar dengan keyakinan baru.

     

    Aria menarik Ilta ke dalam pelukan hangat. “Kami sangat bangga padamu, Ilta. Kami tahu kamu akan menjalani takdirmu dengan penuh dedikasi dan keberanian.”

     

    Alexei menambahkan, “Ingatlah, Ilta, kamu tidak sendirian. Kami, keluarga Videnbe, dan semua orang yang mencintaimu akan selalu ada untuk mendukungmu.”

     

    Ilta merasakan hangatnya cinta dan dukungan dari kedua orang tuanya. Meskipun mereka akan pergi untuk tugas kerajaan kembali, dia tahu bahwa mereka selalu bersamanya dalam hati. Dengan keyakinan baru yang tumbuh dalam dirinya, Ilta siap menjalani takdirnya sebagai kandidat utusan Sang Ilahi.

     

    Saat malam semakin larut, Ilta berbaring di tempat tidurnya, merenungkan semua yang telah terjadi hari itu. Cahaya bulan masuk melalui jendela, memberikan sinar lembut yang menenangkan. Dengan senyum kecil di wajahnya, dia menutup mata, siap menghadapi tantangan dan tanggung jawab yang menantinya. Dia tahu bahwa dengan cinta dan dukungan dari orang-orang terdekatnya, dia bisa menjalani takdirnya dengan penuh keikhlasan dan keberanian.

     

    Dimulainya Ujian

    Keesokan harinya, Alexei dan Aria harus pergi lagi karena tugas kerajaan yang mendesak. Mereka berjanji akan segera kembali, seperti biasanya, dengan cerita dan hadiah dari petualangan mereka.

     

    “Jaga dirimu baik-baik, Ilta,” kata Alexei saat mereka bersiap-siap pergi. “Kami akan segera kembali.”

     

    “Aku akan merindukan kalian,” jawab Ilta, memeluk erat kedua orang tuanya.

     

    “Kami juga, sayang,” tambah Aria, memberikan ciuman lembut di kening Ilta. “Jangan lupa berlatih teknik energi alam dan dengarkan Ibu Ivana dan Pak Radostaw.”

     

    Setelah kepergian mereka yang cukup lama, tiba-tiba muncullah kabar angin bahwa Alexei dan Aria menghilang saat melaksanakan tugas kerajaan. Kabar itu sampai kepada Ilta dan seketika menghancurkan hatinya.

     

    Ilta berlari ke arah Ivana, air mata mengalir di wajahnya. “Ibu Ivana, apa yang terjadi? Mengapa Ayah dan Bunda menghilang?” suaranya terisak-isak karena tangisannya.

     

    Ivana memeluknya erat, mencoba menenangkan anak yang putus asa itu. “Ilta, kita belum tahu pasti apa yang terjadi. Tapi kita harus tetap kuat. Orang tuamu adalah orang yang berani dan kuat. Kita tidak boleh kehilangan harapan.”

     

    Radostaw menambahkan, “Kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk mencari tahu apa yang terjadi. Sementara itu, kau harus tetap tegar, Ilta. Ini adalah ujian bagi kita semua.”

     

    Beberapa hari kemudian, sebuah surat resmi dari kerajaan tiba di rumah keluarga Videnbe. Surat itu membawa berita yang lebih detail tentang situasi Alexei dan Aria.

     

    Kepada Keluarga Videnbe dan Ilta Jedlikca,

     

    Dengan ini saya memberitahukan bahwa Alexei dan Aria, dalam tugas kerajaan, telah menghilang di wilayah perbatasan utara. Pasukan pencari telah dikirim untuk menemukan mereka, namun hingga saat ini belum ada kabar lebih lanjut.

     

    Saya menyadari betapa pentingnya mereka bagi Anda dan bagi kerajaan. Upaya pencarian terus dilakukan dengan segenap sumber daya yang tersedia. Saya meminta Anda untuk tetap sabar dan kuat dalam menghadapi situasi ini.

     

    Saya akan terus memberi kabar terbaru secepat mungkin.

     

    Hormat saya,

    Panglima Pasukan Kerajaan, Tomislav Strazi

     

    Ilta membaca surat itu dengan tangan gemetar, air mata menggenang di matanya. “Ibu Ivana, apa yang harus aku lakukan? Ayah dan Bunda benar-benar menghilang. Bagaimana aku bisa tetap kuat tanpa mereka?”

     

    Ivana menarik Ilta ke dalam pelukannya, mengelus kepalanya dengan lembut. “Ilta, kamu adalah anak yang luar biasa kuat. Ingatlah ajaran Sang Ilahi dan pesan dari Skazati. Ini adalah ujian yang berat, tapi kami semua ada di sini untukmu. Jangan pernah ragu untuk meminta bantuan kami.”

     

    Radostaw meletakkan tangannya di bahu Ilta. “Ilta, kita semua akan bekerja bersama untuk menemukan Sang Vladyka. Sementara itu, tetaplah fokus pada latihan dan ujian masuk ke Akademi. Itu adalah cara terbaik untuk menghormati mereka.”

     

    Ilta mencoba tegar, tetapi rasa kehilangan dan ketakutan terus menghantui dirinya. Dukungan dari keluarga Videnbe menjadi satu-satunya penghiburan baginya. Sybil dan Walter, yang biasanya ceria, juga menunjukkan simpati dan dukungan mereka dengan bermain dan berbicara dengan Ilta lebih sering dari biasanya.

     

    Suatu malam, Ivana duduk di tepi tempat tidur Ilta, menyisir rambutnya dengan lembut. “Ilta, kamu tahu bahwa orang tuamu sangat mencintaimu dan mereka percaya padamu. Mereka ingin kamu terus maju, tidak peduli seberapa sulit jalan di depan.”

     

    Ilta menatap Ivana dengan mata berkaca-kaca. “Aku akan mencoba, Ibu Ivana. Aku akan mencoba untuk tetap kuat.”

     

    Ivana tersenyum lembut. “Itu yang ingin mereka dengar. Dan ingat, kamu selalu memiliki kami di sini. Kami adalah keluargamu juga.”

     

    Ilta mengangguk, merasakan sedikit kedamaian dalam hatinya. Meskipun jalan di depannya penuh tantangan, dia tahu bahwa dengan dukungan dari keluarga Videnbe, dia tidak akan pernah sendirian.

     

    Konspirasi Keluarga Utama

    Setelah berlalu dari masa sedihnya, Ilta memulai perjalanan akademinya dengan harapan besar untuk membantunya menjalani ujian dari Sang Ilahi. Namun, dibalik harapan itu, ada rencana gelap yang dirancang oleh beberapa sosok misterius dari keluarga utama selain Videnbe: Keluarga Sovetniki, Keluarga Strazi, Keluarga Hraniteli, Keluarga Iscelenbe, Keluarga Uciteli, dan Keluarga Issledovanbe. Mereka merasa terancam oleh potensi besar yang dimiliki Ilta yang memiliki kesempatan besar menjadi Sang Vladyka ke-12 dan dia juga pemilik dari kemampuan Indigo serta kandidat utusan Sang Ilahi.

     

    Di ruang bawah tanah yang remang-remang, enam bayangan berkumpul. Wajah mereka disembunyikan oleh kegelapan, hanya mata mereka yang terlihat, menyala dengan niat buruk.

     

    “Ilta adalah ancaman yang nyata,” suara berat dari salah satu bayangan memecah kesunyian. “Dia memiliki potensi untuk menggantikan Sang Vladyka ke-11. Kita tidak bisa membiarkan itu terjadi.”

     

    “Dia masih anak-anak,” gumam bayangan lainnya dengan nada mengejek. “Tetapi kekuatannya… kekuatannya sudah melampaui batasan normal. Dan dengan dukungan keluarga Videnbe, dia bisa menjadi tak terkalahkan.”

     

    Seorang bayangan dengan mata tajam yang memancarkan ketakutan dan kebencian melanjutkan, “Kita semua tahu apa yang terjadi jika Ilta menjadi Sang Vladyka berikutnya. Kekuasaan kita akan hancur. Keluarga Jedlicka sudah tiga generasi menjadi Vladyka, jika terus begitu maka kita akan terpinggirkan sebagai keluarga utama.”

     

    “Dan bagaimana dengan Sang Ilahi?” tanya suara perempuan dengan nada dingin. “Jika Ilta terpilih menjadi Utusan-Nya, dia akan membawa ajaran Sang Ilahi ke tingkat yang tidak pernah kita bayangkan. Posisi kita akan menjadi semakin tidak relevan.”

     

    “Apakah kita semua setuju bahwa Ilta harus disingkirkan?” tanya seorang lagi, suaranya penuh tekad.

     

    Enam bayangan itu saling bertukar pandang, keheningan yang menegangkan menggantung di udara. “Setuju,” jawab mereka serempak.

     

    “Rencana kita sederhana,” kata bayangan pertama. “Kita akan menggunakan Veran. Dia anak yang Jenius dan mudah dipengaruhi. Dia akan menjadi pion kita.”

     

    “Veran akan dimanipulasi untuk menyerang Ilta saat dia paling rentan,” lanjut bayangan dengan mata tajam. “Kita akan membuatnya terlihat seperti kecelakaan, sesuatu yang tidak akan menimbulkan kecurigaan.”

     

    “Bagaimana kita bisa memastikan Veran akan melakukannya?” tanya suara perempuan.

     

    “Kita akan menggunakan ketakutannya,” jawab bayangan pertama. “Ketakutan terhadap Ilta, ketakutan akan kekuatannya. Kita akan memanfaatkannya.”

     

    Veran, seorang anak muda dengan mata penuh ambisi, duduk di sudut kamar gelapnya. Jendela-jendela tertutup rapat, hanya ada seberkas cahaya yang masuk melalui celah-celah gorden yang tebal. Tangannya bergetar saat membuka surat rahasia yang baru saja diterimanya. Surat itu penuh dengan janji-janji kosong dan ancaman tersembunyi, membuat Veran merasa terhimpit oleh keputusannya.

     

    Surat tersebut berbunyi:

     

    Veran Bozena,

     

    Kau adalah anak yang kuat dan berbakat. Tapi kekuatanmu tidak akan berarti jika Ilta menjadi Sang Vladyka berikutnya. Bayangkan dunia di mana kau adalah yang terkuat, di mana kau memimpin. Tapi untuk mencapai itu, kau harus menyingkirkan Ilta.

     

    Buatlah kecelakaan itu terlihat alami. Serang saat dia tidak siap. Kami akan memastikan tidak ada yang mencurigai dirimu.

     

    Lakukan ini, dan masa depan yang cerah menantimu.

     

    Ordo Bayangan

     

    Veran membaca surat itu berulang kali, keringat dingin mengalir di dahinya. Ia tahu betapa besar tanggung jawab yang ditawarkan padanya, tetapi juga merasakan beban moral yang menghantui pikirannya.

     

    Dengan suara serak, Veran berbicara pada dirinya sendiri, “Mengapa harus aku? Mengapa mereka memilih aku untuk melakukan ini?” Tangannya gemetar saat ia menggenggam surat itu lebih erat. “Ilta… dia teman, tapi juga saingan. Jika dia menjadi Sang Vladyka, aku akan selalu berada di bayang-bayangnya.”

     

    Pikiran tentang kekuatan dan kejayaan mulai menggoda pikirannya. Ia membayangkan dunia di mana ia adalah yang terkuat, di mana semua orang tunduk padanya. Namun, bayangan tentang Ilta yang terluka atau lebih buruk lagi, membuat hatinya berdebar kencang.

     

    “Tapi… ini bukan hal yang benar untuk dilakukan,” bisik Veran, berusaha meyakinkan dirinya sendiri. “Apakah aku benar-benar siap untuk mengorbankan seorang teman demi ambisi pribadi?”

     

    Ia berdiri dari tempat duduknya dan berjalan mondar-mandir di kamarnya. Hatinya penuh dengan konflik, antara janji masa depan yang cerah dan keadilan yang harus dipertahankan.

     

    “Aku tidak punya pilihan lain,” gumamnya akhirnya, mengambil keputusan yang berat. “Jika aku tidak melakukannya, aku akan selalu menjadi yang kedua. Aku harus kuat, demi masa depanku.”

     

    Veran menatap surat itu sekali lagi, mengambil napas dalam-dalam. “Ordo Bayangan, aku akan melakukan ini. Tapi setelah ini, aku ingin kalian menepati janji kalian.”

     

    Dengan tekad yang baru ditemukan, Veran menyembunyikan surat itu di tempat yang aman, mempersiapkan dirinya untuk menghadapi Ilta. Ia tahu bahwa langkah yang diambilnya akan mengubah segalanya, tetapi ia juga percaya bahwa ini adalah satu-satunya jalan untuk mencapai impiannya.

     

    Namun, dibalik keteguhan hatinya, ada secercah rasa takut dan keraguan yang tak bisa sepenuhnya dihilangkan. Veran tahu bahwa jalan yang dipilihnya penuh dengan bahaya dan moralitas yang dipertaruhkan, tetapi ia tetap melangkah maju, siap menghadapi apa pun yang akan terjadi.

     

     

    Kreator : Ry Intco

    Bagikan ke

    Comment Closed: Permulaan Takdir Salju

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Kecuali? a. To Live b. To Love c. To Listen d. To Leave the Legacy Jawaban: c. To Listen Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Berikut Pembahasannya: Stephen Covey, seorang penulis dan konsultan manajemen terkenal, dalam karya-karyanya sering membahas tentang kebutuhan dasar manusia. Dalam bukunya yang terkenal, […]

      Jun 25, 2024
    • Hari sudah menunjukkan pukul 14.30. Suasana di sekolah tempat Ustadz Hamdi mengabdikan diri sudah mulai sepi. Anak-anak sudah banyak yang pulang. Ustadz Hamdi masih duduk di meja kerjanya sambil memeriksa satu persatu tugas murid-muridnya. Saat itu tiba-tiba HP Ustadz Hamdi berdering “Kriiing, kriiing, kriiing…”  “Halo…., Assalamu alaikum !”  “Wa alaikum salam. Ini Lisa, pak Ustadz.” […]

      Jun 06, 2024
    • Aku adalah teman sekelas Sky di SMP, kami berada dikelas yang sama selama 3 tahun. Sekarang setelah masuk SMA kami berada di sekolah dan kelas yang sama. Sky selalu menjadi orang terpopuler di sekolah, Sky tinggi,  tampan, dan sangat ramah. Namun sayangnya aku merasa dia selalu dingin hanya padaku, aku bahkan tidak tau alasan dibalik […]

      Jun 10, 2024
    • Mahaga Belom Bahadat adalah bahasa Dayak Ngaju yang mempunyai makna yaitu menjaga kehidupan yang saling menghargai, menghormati serta menjunjung tinggi kehidupan Adat Istiadat maupun tradisi kearifan lokal di wilayah yang kita tempati. Era zaman sekarang ini sudah banyak sekali para generasi yang melupakan prinsif-prinsif hidup yang telah dulu ditinggalkan para leluhur(nenek moyang) kita, padahal banyak […]

      Jun 02, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021