Pagi ini dingin sekali, hujan deras semalam masih menyisakan air di jalan kampung Suroyya, menyebabkan genangan air di jalan yang belum beraspal. Daun daun banyak berguguran karena angin kencang semalam hampir hampir merobohkan banyak pohon. Suara burung berkicau saling menyahut memecahkan kesunyian pagi yang sahdu ini. Mentari yang seolah malu malu perlahan mulai menampakkan pesonanya. Baiklah, waktu berangkat sekolah. Suroyya segera mencium tangan ibunya seraya memberi salam.
Sesampainya di sekolah, Suroyya memilih masuk dan duduk di kelas. Pagi ini pikirannya sedikit cemas. Cemas menunggu pengumuman hasil seleksi kemarin. Menghela napas panjang sembari berdzikir, itulah yang dia upayakan untuk membuat hatinya tenang. Ting ting ing , suara besi panjang memukul Velg mobil bekas akhirnya berbunya. Pertanda jam masuk kelas sudah dimulai. Semua murid berhamburan datang menduduki kursinya masing-masing. Suara sepatu mencium lantai pun terdengar bergemuruh, seolah ada gempa kecil. Sambil sesekali terdengar bunyi anak-anak menyenggol kursi dan meja.
Sesaat kemudian guru bahasa Indonsesia, Bu Hasina memasuki kelas. “Di kelas ini ada berapa orang yang mengikuti seleksi?”, Tanyanya.
“Suroyya saja Bu”, jawab teman kelas Suroyya kompak.
“Pengumumannya hari ini ya, kalau Suroyya sih pasti berangkatlah ke kabupaten”, ucap Bu Hasina.
“Amin”, teman kelasnya menjawab.
Sementara Suroyya, saat ini hatinya masih dag Dig duh seperti bom waktu yang hendak meledak.
Pelajaranpun dimulai, Bu Suroyya sudah menyampaikan materi dan murid mulai menyimak serta mengeluarkan bulpen dan buku tulis untuk mencatat.
Jam menunjukkan pukul 09.30 bel istirahatpun berbunyi. Murid berhamburan keluar kelas bergegas menuju kantin. Suroyya masih duduk di kursinya, belum beranjak sedikitpun.
“Royya, hasil seleksi sudah keluar. Sudah ditempel”, ucap Mahbubah, murid kelas IPA 1.
Tanpa sepatah kata Suroyya berlari menuju papan pengumuman. Di sana, peserta seleksi sudah mencari nama masing masing, sedangkan Suroyya masih menunggu dibelakang barisan teman temanya menunggu mereka selsai.
“Selamat ya Royya, kamu lolos seleksi kabupaten”, Zalfa mengabarkan Suroyya tanpa dia minta. Suroyyapun senyum kegirangan tak sabar ingin memberitahu ibunya yang saat ini pasti di sawah. Seandainya dia punya sayap, ingin rasanya dia terbang untuk mengabari orangtuanya. Ah jangankan sayap, handphone saja dia tak punya. Apalagi handphone, untuk makan sehari hari saja, keluarga sederhana ini juga lumayan susah.
“Bagaimana denganmu Fa, kamu lolos juga? Kita berangkat bareng kan ke kabupaten?”, Tanya Royya pada Zalfa.
“Iya, Alhamdulillah aku juga lolos”, Zalfa menjawab.
Merekapun saling berpelukan, saling menguatkan. Karena saat ini beban mereka bertambah lebih berat karena harus mengikuti pembinaan khusus buntuk lomba. Disaat yang sama ada tatapan sinis yang sedang memantau mereka. Seolah tatapan singa yang siap menerkam mangsa, ah siapa yang berani manusia dengan tatapan sinis seperti itu?
Comment Closed: perpisahan berujung pertemuan
Sorry, comment are closed for this post.