Penulis : Diyonisius Roch Ediyanto (Member KMO Alineaku)
Malam yang indah dan mempesona. Bulan purnama bersinar terang. Bintang-bintang berkerlip-kerlip memancarkan sinarnya. Langit biru luas tak terbatas. Segumpal mendung pun tiada yang menggantung. Angin bertiup terasa lembut menerpa daun-daun. Sungguh indah mempesona malam ini.
Rabita, Rabito mengagumi indahnya malam di taman depan rumahnya. Demikian pula Bapak Wortelo dan Ibu Wortela terkesima menatap indahnya rembulan dan bintang-bintang di angkasa. Mereka berempat tertegun di tempat. Mereka sungguh mengagumi ciptaan Tuhan yang amat baik.
Selanjutnya mereka berjalan menuju rumah Kelin dan Linci. Rumah Kelin dan Linci tidak jauh dari tempat itu.
”Kelin dan Linci, kami datang. Bukalah pintu rumahmu!” Teriak Rabito di depan pintu.
Sesaat kemudian, terdengar derit daun pintu terbuka dari dalam.
”Hai, Rabito. Selamat malam. Selamat datang di rumah kami.” Kata Kelin yang didampingi oleh Linci.
”Ada apa malam-malam datang ke sini?” Tanya Linci.
”Kami datang ke sini berempat. Teman-teman sedang di taman depan rumah ini. Kalian berdua diminta Bapak Wortelo dan Ibu Wortela ke taman. Mereka akan berbicara dengan kita.” Jelas Rabito.
”Oke, mari kita ke sana!” Kata Kelin dan Linci.
Mereka meninggalkan rumah itu menuju ke taman yang indah. Mereka berjalan dengan riang gembira. Mereka menemui Bapak Wortelo dan Ibu Wortela.
”Selamat malam Bapak dan Ibu tercinta. Selamat malam sahabat-sahabat baik kami.” Sapa Kelin dan Linci.
”Selamat malam semuanya. Mari kita duduk melingkar di taman ini!” Pinta Pak Wortelo.
Mereka duduk melingkar dengan rapi. Lingkaran itu seperti cincin yang tidak ada ujung dan pangkalnya. Lingkaran itu menggambarkan bahwa persahabatan mereka tidak akan terputus oleh jarak dan waktu. Persahabatan mereka akan abadi.
Dalam lingkaran dan suasana hening itu Pak Wortelo bercerita.
”Malam ini merupakan malam keenam bagi kami di taman ini. Sudah satu minggu kami mengajari kalian semua menanam sayur-sayuran. Kalian telah praktik menanam sayur-sayuran. Kalian sudah kami ajari bagaimana merawat tanaman sayur-sayuran itu.
Besuk pagi kami akan pulang. Kelak kalau saatnya panen tiba, kami akan datang lagi ke sini. Kita bersama-sama memanen sayur-sayuran tanaman kita.” Jelas Pak Wortelo.
Suasana semakin hening. Mereka saling memandang dalam keheningan itu. Raut wajah mereka menggambarkan kesedihan. Mulut mereka seperti terkunci, sulit dibuka.
”Mengapa kalian semua bersedih? Jangan bersusah!” Kata Ibu Wortela.
”Begini Bu, kami sedih karena Bapak dan Ibu akan pulang besuk pagi. Kami susah karena perpisahan akan terjadi. Kami sedih karena kami tidak bisa membalas kebaikan Bapak dan Ibu kepada kmi.” Jelas Rabita.
”Lihatlah rembulan bersinar cerah! Lihatlah bintang-bintang bertaburan di angkasa! Betapa indahnya ciptaan Tuhan itu. Benda-benda angkasa itu dengan suka cita memberikan sinarnya dan keindahannya. Mereka memberi dengan cuma-cuma. Mereka memberi tanpa pamrih. Ibu Wortela dan Bapak Wortelo mencontoh pada rembulan dan bintang-bintang di angkasa. Apa pun yang kami berikan kepada kalian semua. Kami memberikan dengan cuma-cuma dan tanpa pamrih.” Jelas Ibu Wortela.
Rabito, Rabita, dan Kelin serta Linci memandang ke angkasa sambil mengaguminya. Kemudian mata mereka menatap ke wajah Pak Wortelo dan istrinya. Mata mereka berempat berkaca-kaca.
”Maafkan kami Pak Wortelo! Maafkan kami Bu Wortela! Terima kasih atas semua kebaikan Bapak dan Ibu untuk kami.” Kata Linci mewakili teman-temannya.
”Sekarang, hapuslah semua air matamu! Janganlah sedih! Jangan susah! Susah itu tidak ada gunanya. Mari kita bergembira bersama-sama!” Pinta Ibu Wortela.
Mereka bergembira di taman yang indah itu. Mereka bernyanyi sambil menari. Mereka juga mengagumi keagungan ciptaan Tuhan. Mereka bersuka cita sampai tengah malam. Di tengah malam itu mereka mengakhiri berbagai kegiatannya. Mereka tidur hingga pagi hari.
Malam terasa lebih cepat berlalu. Matahari mulai terbit. Ia tidak pernah terlambat. Sinar terangnya menghangatkan dunia. Semua kembang di taman yang indah itu bergembira menyambut matahari.
Rabito, Rabita, dan Kelin serta Linci berseri-seri. Pak Wortelo dan Bu Wortela tampak ceria. Mereka semua bergembira. Dalam kegembiraan itu mereka makan bersama.
”Pagi ini kami berdua akan pulang. Kami tidak ingin kalian sedih. Kami menginginkan perpisahan yang indah. Kami ingin meninggalkan kalian dan taman indah ini dalam suasana suka cita. Janganlah susah! Susah itu tidak ada gunanya.” Jelas Ibu Wortela.
Mereka bergembira dalam perpisahan itu. Mereka saling berjabat tangan sambil berpelukan. Lalu mereka bernyanyi bersama sambil mengantarkan kepergian Bapak Wortelo dan Ibu Wortela. Berulang-ulang mereka bernyanyi bersama.
”Sayonara sayonara sampai berjumpa pula. Buat apa susah, buat apa susah. Susah itu tiada gunanya.”
Refleksi:
- Apakah aku mengagumi ciptaan Tuhan?
- Apakah aku berterima kasih kepada siapapun yang membantu diriku?
- Apakah aku bisa bersahabat dan bersuka cita dengan sesama?
Aksi:
- Aku akan bersyukur kepada Tuhan atas ciptaan-Nya yang baik dan indah.
- Aku akan membiasakan diri untuk berterima kasih kepada siapapun yang membantu diriku.
- Aku akan bersahabat dan bersuka cita dengan sesama.
“Naskah ini merupakan kiriman dari peserta KMO Alineaku, isi naskah sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis”
Comment Closed: Perpisahan yang Indah
Sorry, comment are closed for this post.