KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Aksi » Pertemuan Dengan Sang Ilahi

    Pertemuan Dengan Sang Ilahi

    BY 29 Jun 2024 Dilihat: 59 kali
    Pertemuan Dengan Sang Ilahi_alineaku

    Malam sunyi di dalam kamar sederhana yang diterangi cahaya bulan. Izka tertidur pulas, kelelahan setelah menjalani ujian di akademi. Namun, dalam lelapnya, dunia mimpi segera menyelimuti kesadarannya, menariknya ke dalam dimensi yang aneh dan asing. Segalanya terasa begitu nyata, seolah-olah dia benar-benar berada di tempat itu.

     

    Langit di atasnya bercahaya, memadukan sinar matahari dan bulan yang bersinar bersama, menciptakan nuansa cahaya yang menakjubkan. Tanah di bawah kakinya lembut, seperti rumput hijau yang menggelitik. Tiba-tiba, di hadapannya muncul sosok sayap bercahaya, Skazati, Angeluc penyampai pesan Sang Ilahi.

     

    “Selamat datang ke alam Cristvo Bozije, Ilta Jedlikca,” kata Skazati dengan suara yang tenang namun penuh wibawa.

     

    Izka, spontan membungkuk hormat. “Saya merasa terhormat bisa berada di sini. Namun, Apakah ada yang ingin Sang Ilahi sampaikan kepada saya?” 

     

    Skazati tersenyum dan melangkah ke samping, memberi jalan bagi para Angeluc lainnya yang mulai bermunculan. Mereka membentuk barisan yang indah, dan dari kejauhan tampak cahaya menakjubkan yang memadukan sinar mentari dan rembulan. Sosok Sang Ilahi muncul, cahayanya begitu cemerlang hingga kata-kata tidak mampu menggambarkannya.

     

    Sang Ilahi berbicara, kata-katanya melintasi jarak dan menembus hati Ilta, “Utusan yang telah ditakdirkan, kini waktunya untuk melaksanakan ujian terakhirmu dan menyelesaikan masalah kerajaanmu serta menemukan orang tuamu.”

     

    Mata Ilta mulai berlinang air mata. Sudah lama dia menantikan kehadiran kedua orang tuanya dan menyimpan tekad untuk melawan Koschei, musuh yang telah menghancurkan hidupnya.

    Skazati mendekati Ilta, menjelaskan ujian yang harus dia jalani, “Engkau harus bertahan saat melihat segala hal terburuk yang bisa terjadi. Sehingga pada akhirnya, kesendirian saat engkau terjatuh ke dalam jurang kegelapan.”

     

    Saat kata-kata Skazati menghilang, pemandangan di sekitar Ilta berubah secara dramatis. Dia berdiri di tengah ibu kota Zima yang megah, namun dalam sekejap mata, kota itu mulai runtuh. Api berkobar di mana-mana, bangunan-bangunan megah runtuh menjadi puing-puing, dan teriakan kepanikan memenuhi udara.

     

    Meskipun keluarga Videnbe jarang mendapatkan perhatian khusus, mereka adalah pemuka agama yang taat di Kerajaan Zima. Akan tetapi akhir-akhir ini, konspirasi dan ketegangan dengan Keluarga Utama membuat mereka sulit melakukan ritual suci bersama-sama.

     

    Ilta mencoba bergerak, mencari keluarga angkatnya di antara kerumunan orang yang berlarian. Di tengah kehancuran, dia melihat Sybil dan Walter berusaha menyelamatkan orang-orang yang terjebak. Dengan cepat, Ilta berlari ke arah mereka, namun setiap langkahnya terasa seperti terperangkap dalam gerak lambat.

     

    “Kak Sybil! Kak Walter!” teriak Ilta, namun suaranya tenggelam dalam kekacauan. Tiba-tiba, dia melihat bayangan besar mendekat, sosok Koschei dengan tatapan penuh kebencian.

     

    “Ilta Jedlicka, kau tidak akan bisa menyelamatkan mereka,” ucap Koschei dengan tawa yang mengerikan. “Kau akan menyaksikan kehancuran keluargamu, satu per satu.”

     

    Ilta merasakan ketakutan yang mendalam, tetapi dia menolak menyerah. Dia mengumpulkan keberanian dan berusaha melawan Koschei, namun setiap kali dia mendekat, Koschei menghilang, meninggalkan jejak kehancuran di belakangnya.

     

    Tiba-tiba, pemandangan berubah lagi. Ilta kini berada di tengah medan perang, melihat keluarga Videnbe berjuang mati-matian melawan pasukan Ke-6 keluarga utama. Dia menyaksikan ayah angkatnya, Radostaw, terjatuh terkena serangan musuh, darah mengalir dari luka-lukanya.

     

    “Tidak! Ayah!” Ilta berteriak, tetapi langkahnya terasa berat seperti diikat oleh rantai tak terlihat. Dia berusaha mencapai Radostaw, namun tubuhnya tertahan oleh kekuatan yang tak terlihat.

     

    Sementara itu, Sybil dan Walter berusaha bertahan, tetapi mereka juga kewalahan oleh jumlah musuh yang terus bertambah. Ilta melihat mereka jatuh satu per satu, dan hatinya dipenuhi rasa sakit yang tak tertahankan.

     

    Ilta kemudian jatuh ke dalam kegelapan, merasakan dingin yang menusuk tulang. Di dalam kegelapan itu, dia merasakan kesendirian yang mendalam, seolah-olah seluruh dunia telah meninggalkannya. Dia mencoba memanggil nama orang tuanya, “Ayah, Bunda…” tetapi hanya gema suaranya sendiri yang menjawab.

     

    Di tengah kesendirian dan putus asa, suara Sang Ilahi kembali terdengar, lembut namun penuh kekuatan. “Ilta Jedlikca, ingatlah siapa dirimu. Kau bukan hanya korban dari nasib buruk. Kau adalah penerus cahaya, pemegang kebenaran.”

     

    Ilta mengingat kata-kata itu, merasakan kehangatan yang perlahan menyelimuti dirinya. Dia mengumpulkan kekuatan terakhirnya, menolak tenggelam dalam kegelapan. Dengan tekad yang bulat, dia memanggil energi cahaya dalam dirinya, “Wahai cahaya suci, berkat Sang Ilahi, Aku, Ilta Jedlikca. Memohon kepada alam untuk memberikan kesempatan untuk bangkit.”

     

    Tiba-tiba, seberkas cahaya muncul dari dalam kegelapan, semakin terang dan kuat. Ilta meraih cahaya itu, merasakan kekuatan baru mengalir dalam dirinya. Kegelapan mulai menghilang, digantikan oleh cahaya yang memancar dari dalam dirinya.

     

    Sang Ilahi muncul kembali, bersinar penuh keagungan. Dia memandang Ilta dengan penuh kasih dan kebanggaan.

     

    “Selamat, Ilta Jedlikca, engkau telah lulus ujian terakhir dan membuktikan kelayakanmu,” kata Sang Ilahi dengan suara yang tenang dan berwibawa. “Aku akan memberimu indra keenam, sebuah kemampuan yang akan membantumu melihat lebih jauh ke dalam kenyataan dan kebenaran yang tersembunyi. Mata putihmu kini memiliki kemampuan khusus, yang dapat membuka gerbang antar alam.”

     

    Ilta merasa beban berat terangkat dari hatinya. Dengan kekuatan baru dan pengetahuan yang lebih dalam, dia tahu bahwa perjuangannya belum berakhir, tetapi dia kini memiliki kekuatan dan dukungan dari Sang Ilahi untuk melawan kejahatan dari Deniluc dan mencari orang tuanya.

     

    Ilta memandang Sang Ilahi dengan mata yang penuh rasa ingin tahu. “Apa sebenarnya indra keenam ini, dan bagaimana cara menggunakannya?” tanyanya.

     

    Sang Ilahi tersenyum lembut. “Indra keenam adalah kemampuan untuk melihat dan merasakan hal-hal yang berada di luar jangkauan indra biasa. Dengan ini, kau bisa melihat masa lalu, memahami kejadian yang tersembunyi, dan bahkan merasakan niat seseorang. Kau akan mampu melihat aura mereka, mengetahui apakah mereka berkata jujur atau berbohong, dan melihat bayangan dari peristiwa masa lalu yang mungkin relevan dengan situasimu saat ini.”

     

    Ilta tertegun. “Jadi, saya bisa melihat kebenaran di balik setiap kebohongan dan tipu muslihat?”

     

    “Benar,” jawab Sang Ilahi. “Indra ini akan membantumu dalam pencarian orang tuamu dan dalam menghadapi Koschei. Namun, gunakanlah dengan bijaksana, karena kekuatan ini juga bisa menjadi beban jika tidak digunakan dengan hati-hati.”

     

    Ilta mengangguk. “Dan tentang mata putih saya, apa kemampuan khususnya?”

     

    Sang Ilahi melanjutkan, “Mata putihmu kini memiliki kemampuan untuk membuka gerbang antara dunia. Dengan fokus dan konsentrasi, kau bisa membuka portal ke alam Nadvore dan alam Cristvo Bozije. Ini akan memberimu akses ke tempat-tempat dimana tugasmu sebagai Utusan Sang Ilahi berlangsung.”

     

    Ilta merasa sedikit terbebani oleh tanggung jawab baru ini, namun dia juga merasa lebih kuat dan lebih siap dari sebelumnya. “Saya mengerti. Terima kasih atas bimbingan dan kekuatan ini. Saya akan menggunakannya dengan bijaksana dan bertanggung jawab.”

     

    Sang Ilahi menatap Ilta dengan penuh kasih sayang. “Ingatlah, Ilta Jedlikca, kau tidak pernah sendirian. Kami selalu mengawasi dan mendukungmu dari jauh. Percayalah pada dirimu sendiri dan pada kekuatan yang telah kau miliki.”

     

    Ilta merasa hatinya dipenuhi oleh kehangatan dan keberanian. “Saya akan melakukan yang terbaik. Saya berjanji.”

     

    Sang Ilahi mengangguk, dan perlahan sosoknya mulai memudar, bersama dengan cahaya yang mengelilingi mereka. “Ilta Jedlikca. Teruslah berjuang dan jangan pernah menyerah. Takdirmu adalah untuk membawa cahaya dan kebenaran ke dunia.”

     

    Ikatan Suci

    Ilta berdiri di tengah lanskap yang penuh cahaya, dia merasa sedikit kebingungan karena merasa telah menjalankan semuanya dengan baik. Namun, dia belum kembali ke alam Zivotu ataupun terbangun.

     

    Langit di atasnya berpendar lembut, seolah memantulkan ketenangan yang tersebar di seluruh tempat ini. Di tengah keheningan yang damai, Skazati mendekatinya, sosoknya bercahaya dengan aura kebijaksanaan.

     

    “Sepertinya, masih ada kejutan lain yang menunggumu, Ilta,” kata Skazati dengan senyum tenang, menyiratkan bahwa petualangan Ilta belum sepenuhnya berakhir.

     

    Ilta menatap Skazati dengan mata yang masih basah. “Apalagi yang harus saya lakukan?” tanyanya, suara yang bergetar karena emosi dan kebingungan.

     

    Skazati hanya tersenyum, lalu melangkah mundur, memberikan ruang bagi Angeluc pelindung Ilta untuk maju. Sosok Angeluc itu, dengan sayap putih keemasan yang mengelilinginya, merangkul Ilta dalam kehangatan yang menenangkan. Seketika, Ilta teringat pada keluarganya: Alexei, Aria, Ivana, Radostaw, Sybil, Walter, dan semua kehangatan yang dia rasakan saat berlatih dengan leluhurnya dahulu.

     

    Saat pelukan itu menguat, Angeluc yang lain mulai menjauh, masing-masing kembali melaksanakan tugasnya. Skazati pun pamit undur diri, “Waktunya untuk berpisah, Ilta. Aku harus memberikan pesan Sang Ilahi kepada Utusan yang lainnya.”

     

    Ilta hanya mengangguk kecil, air matanya kembali mengalir dari balik penutup mata putihnya yang kini dia lepas perlahan. Dengan suara yang pelan namun penuh tekad, dia bergumam, “Aku Ilta Jedlicka, kini melepaskan identitas Izka Videnbe mulai saat ini.”

     

    Angeluc pelindungnya melepaskan rangkulannya dan mengambil wujud perempuan yang cantik menyerupai Ilta, seolah pinang dibelah dua. Namun, ada perbedaan yang mencolok: sayap putih keemasan yang indah menghiasi punggungnya, memancarkan cahaya lembut yang menghangatkan hati. Dengan senyum menenangkan dan suara lembut yang penuh kasih, dia berkata, “Salam, Ilta. Saya adalah Svetlana, atau kamu bisa memanggil saya Svela.”

     

    Ilta terdiam sejenak, terpesona oleh sosok di depannya. Svetlana memiliki rambut panjang berwarna putih dengan corak hitam yang indah, matanya juga memiliki dua warna, hitam pekat dan mata putih yang memancarkan kebijaksanaan dan kelembutan, serta kulit seputih mutiara. Penampilannya sempurna dan memancarkan aura keanggunan serta kekuatan yang tak terbantahkan.

     

    Svetlana melanjutkan, “Saya adalah pelindung yang lahir bersamaan dengan dirimu saat kecil. Sudah menjadi tugas saya untuk melindungimu dari segala bahaya yang mendekatimu. Itulah mengapa Koschei dan bawahannya tidak pernah benar-benar melukaimu ataupun membunuh kedua orang tuamu. Saya yang berperan melindungimu dan telah merasakan semua perasaanmu dari dekat.”

     

    Ilta merasa hangat mendengar penjelasan Svetlana, “Terima kasih, Svela. Aku tidak pernah tahu ada seseorang yang selalu melindungiku dari bayang-bayang. Kehadiranmu membuatku merasa tidak sendirian.”

     

    Svetlana tersenyum, memancarkan cahaya hangat dari sayapnya. “Kau tidak pernah sendirian, Ilta. Kita terikat sejak awal. Aku ada untukmu, selalu ada di sisimu, meskipun kau tidak menyadarinya.”

     

    Ilta mengangguk, merasa lebih kuat dari sebelumnya. Kehadiran Svetlana di sisinya memberikan semangat dan keyakinan baru.

     

    “Mulai sekarang, kita akan bersama,” kata Ilta dengan suara penuh tekad. “Aku siap menjalani takdirku denganmu, Svela. Mari kita hadapi dunia dan segala tantangannya bersama-sama.”

     

    Dengan senyuman yang menguatkan hati, Svetlana menjawab, “Dalam cahaya Sang Ilahi, kita akan menjalani takdir kita dengan keberanian dan kebijaksanaan.”

     

    Tiba-tiba, Sang Ilahi kembali muncul, dan tempat di mana mereka berdiri mulai berubah. Kini hanya ada tiga entitas di sana: Ilta, Svetlana, dan Sang Ilahi. Dengan suara yang megah namun lembut, Sang Ilahi berbicara, “Sebenarnya, Svetlana adalah suatu keajaiban yang tidak terduga. Ia lahir bersamaan dengan kelahiranmu, Ilta Jedlicka. Namun, kalian tidak terkait hubungan khusus selain saling menjaga dirimu. Hanya saja, jika kalian menginginkannya, aku dapat membuat pengecualian. Kalian dapat mengikat sumpah suci untuk saling terikat dan menjalani tugas bersama sebagai Utusan-Ku. Anggaplah ini hadiah kecil karena takdir yang meliputi kehidupan kalian berdua.”

     

    Ilta terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata Sang Ilahi. “Apa yang sebenarnya Anda maksud?” tanya Ilta kebingungan. “Sumpah suci apa yang Anda maksud dan pengecualian apa yang Anda bicarakan?”

     

    Sang Ilahi tersenyum lembut, “Sebagai Utusan-Ku, mereka yang terpilih akan mendapatkan hadiah atau imbalan yang setimpal. Svetlana dan kau memiliki ikatan yang unik, meskipun tidak terkait secara langsung sejak lahir. Aku ingin menawarkan kesempatan bagimu untuk mengikat sumpah suci bersama Svetlana, sehingga kalian dapat saling melindungi dan mendukung bahkan terikat takdir bersama-sama.”

     

    Svetlana hanya diam tak bersuara, sementara Ilta tidak pernah mengharapkan apapun kecuali berkumpul dengan keluarganya kembali. Namun, dia menyadari bahwa Sang Ilahi ingin memberikan kesempatan ini agar hatinya yang kosong bisa terisi. Meskipun dia memiliki keluarga Videnbe, Ilta tetap merindukan kehadiran Alexei dan Aria.

     

    Setelah berpikir cukup lama, Ilta akhirnya menerima dengan hati terbuka. “Jika ini adalah kehendak Sang Ilahi, maka saya menerimanya,” kata Ilta dengan suara mantap. “Saya merasa bersama Svetlana, saya dapat merasa aman dan mendapatkan kembali kehangatan keluarga yang dulu saya rasakan.”

     

    Dengan begitu, acara singkat namun penuh makna berlangsung. Sumpah suci itu disaksikan oleh berbagai makhluk. Meskipun singkat dan sederhana, semuanya terasa abadi pada momen tersebut. 

     

    Di bawah langit berpendar yang seolah-olah memantulkan warna-warna dari mimpi, Ilta dan Svetlana berdiri berdampingan di tengah lapangan luas. Udara di sekitar mereka dipenuhi dengan cahaya lembut dan suara angin berbisik, menciptakan suasana yang begitu ethereal. Sosok Sang Ilahi berada di hadapan mereka, mengamati dengan penuh kebijaksanaan.

     

    Svetlana, dengan sayap putih keemasan yang berkilauan, mengulurkan tangannya ke arah Ilta. Mata mereka bertemu dalam sebuah tatapan yang penuh makna, menghubungkan jiwa mereka lebih dalam dari sebelumnya. Dalam keheningan yang penuh hormat, Svetlana memulai sumpahnya dengan suara yang lembut namun tegas.

     

    “Ilta Jedlicka, dalam cahaya Sang Ilahi dan di hadapan langit yang abadi, saya bersumpah untuk melindungimu dengan segenap kekuatan dan keberanian yang  saya miliki. Di setiap langkah perjalananmu, saya akan menjadi penopangmu, menjaga hatimu tetap hangat dan jiwamu tetap tenang.”

     

    Ilta merasakan kehangatan dari kata-kata Svetlana, menyusup ke dalam hatinya yang paling dalam. Dengan lembut, dia mengulurkan tangannya, menggenggam tangan Svetlana dengan penuh haru. Dengan suara yang dipenuhi keikhlasan dan tekad, dia melanjutkan sumpah itu.

     

    “Svetlana, Angeluc penjaga yang setia, saya bersumpah untuk selalu berada di sisimu, dalam suka dan duka, dalam terang dan gelap. Di hadapan Sang Ilahi, saya berjanji akan menjaga hubungan dan ikatan kita, menghadapi setiap tantangan bersama dengan keberanian dan keteguhan hati.”

     

    Langit di atas mereka seolah merespons sumpah suci itu, memancarkan cahaya yang lebih terang dan hangat. Sang Ilahi memberkati mereka dengan keheningan yang penuh makna. “Dalam ikatan suci ini, kalian berdua kini terhubung oleh takdir dan tugas yang sama. Bersama, kalian akan menghadapi dunia dengan kekuatan yang tak tertandingi, menjadi cahaya bagi yang lain.”

     

    Momen itu terasa abadi, seolah waktu berhenti untuk menyaksikan sumpah yang begitu indah dan penuh haru. Ilta dan Svetlana saling menatap, merasakan beban tanggung jawab dan kebahagiaan yang luar biasa. Mereka tahu, mulai saat ini, mereka tidak akan pernah sendirian lagi.

     

    Dengan senyum yang lembut, Svetlana mengucapkan kata terakhirnya, “Di hadapan Sang Ilahi dan langit yang abadi, kita berdua kini terikat dalam sumpah suci. Mari kita jalani takdir ini dengan hati yang penuh keberanian.”

     

    Ilta mengangguk, menjawab, “Bersama, kita akan menghadapi segalanya. Dalam cahaya Sang Ilahi, kita akan menjadi utusan yang setia dan berani.”

     

    Dengan sumpah yang telah diucapkan, ikatan mereka kini terjalin dengan kuat, siap untuk menghadapi segala petualangan dan tantangan yang ada di hadapan mereka. Di bawah langit Cristvo Bozije, dua jiwa yang terikat oleh sumpah suci, siap untuk menjalani takdir mereka bersama.

     

    Mempersiapkan Diri

    Dengan lembut, Svetlana mengangkat tangan dan memanggil energi suci. Cahaya putih keemasan mengelilingi mereka, dan dalam sekejap, mereka kembali ke alam Zivotu. Ilta merasakan kehangatan tanah di bawah kakinya, aroma tanah yang begitu familiar, dan suara angin malam yang berhembus lembut. Dia membuka matanya yang telah lama tertutup, merasakan dunia dengan cara baru.

     

    Di tengah malam itu, Ilta melepaskan penutup matanya. Matanya yang kini terbuka, bersinar dengan cahaya yang tak pernah ada sebelumnya. Dia duduk di meja kecil di kamar tidurnya, menyalakan lilin, dan mulai menulis surat dengan tangan yang mantap. Setiap kata yang dituliskan penuh dengan keyakinan dan tekad yang baru.

     

    Untuk keluarga Videnbe yang terhormat,

     

    Dengan ini, aku, Ilta Jedlicka, yang sebelumnya dikenal sebagai Izka Videnbe, menyampaikan surat ini untuk memberitahukan bahwa perjalanan panjang dan berat telah membawaku pada titik ini. Tugas yang diberikan kepada Izka telah diselesaikan dengan baik, dan kini saatnya bagi Ilta untuk kembali ke dunia nyata dan menghadapi kenyataan yang selama ini tertunda.

     

    Kerajaan Zima yang kita cintai telah lama menderita di bawah bayang-bayang konspirasi dan pengkhianatan dari dalam. Keluarga Utama, yang seharusnya menjadi pelindung dan pembimbing, telah mengkhianati prinsip-prinsip dasar keadilan dan kehormatan. Mereka telah merampas hak dan martabat keluarga Videnbe, dan inilah saatnya untuk mengembalikan keadilan ke kerajaan ini.

     

    Langkah pertama dalam revolusi ini adalah mengungkap kebenaran di hadapan publik. Rakyat Zima harus mengetahui siapa yang benar-benar telah mengkhianati mereka. Untuk itu, aku akan mengumpulkan semua bukti dan saksi yang dapat menunjukkan perbuatan jahat keluarga utama. Mereka harus dibawa ke pengadilan dan dihukum sesuai dengan kejahatan mereka.

     

    Tidak mungkin melakukan perubahan besar tanpa dukungan yang kuat. Aku akan menggalang dukungan dari keluarga-keluarga sekutu yang masih setia pada prinsip-prinsip keadilan. Selain itu, kita harus mendapatkan dukungan dari rakyat biasa, yang telah lama tertindas dan membutuhkan pemimpin yang benar-benar peduli pada nasib mereka.

     

    Kerajaan Zima membutuhkan reformasi mendalam dalam struktur militer dan administratifnya. Militer harus dibersihkan dari elemen-elemen korup dan pengkhianat. Hanya prajurit-prajurit yang setia dan berintegritas yang akan dipertahankan. Di sisi administratif, kita perlu menghilangkan birokrasi yang menghambat dan menggantinya dengan sistem yang efisien dan transparan.

     

    Keluarga Videnbe harus kembali mendapatkan tempat yang layak dalam hierarki kerajaan. Ini bukan hanya soal kebanggaan keluarga, tetapi juga soal keadilan. Kita harus menunjukkan kepada semua orang bahwa keadilan bisa ditegakkan, dan bahwa kebenaran akan selalu menang.

     

    Pada pemilihan Vladyka Ke-12, aku akan kembali memunculkan diri dan berjanji untuk membawa perubahan nyata. Aku bersumpah untuk melawan para pengkhianat dalam duel terbuka, membuktikan bahwa kebenaran dan keadilan ada di pihak kita. Dengan dukungan keluarga Videnbe dan semua yang percaya pada keadilan, kita akan memenangkan pertarungan ini.

     

    Aku menyadari bahwa perjalanan ini tidak akan mudah. Banyak rintangan dan bahaya yang harus kita hadapi. Namun, dengan tekad dan keberanian, kita bisa mengatasi semuanya. Aku akan bergerak secara terpisah dari kalian untuk mengumpulkan dukungan lain.

     

    Mari kita bersatu dan berjuang untuk masa depan yang lebih baik bagi Kerajaan Zima. Mari kita kembalikan keadilan dan kehormatan yang telah lama hilang.

     

    Dengan segala hormat dan cinta,

     

    Ilta Jedlicka”

     

    Selesai menulis surat, Ilta merasa beban berat yang selama ini menghimpitnya perlahan terangkat. Dia menyegelnya dengan tanda khas keluarga Jedlicka dan menempatkannya di tempat yang mudah ditemukan oleh keluarga angkatnya.

     

    Malam itu juga, bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke-12, Ilta mungkin masih muda tapi kedewasaannya telah melebihi usianya. Svetlana yang selalu berada di sampingnya memberikan kekuatan tambahan. Mereka berdua mulai bergegas pergi dari akademi menuju kediaman Videnbe untuk mengambil cakram pelindung.

     

    Mereka tiba di kediaman Videnbe dengan diam-diam, berusaha tidak mengganggu istirahat malam keluarga. Di ruangan penyimpanan, Ilta menemukan cakram pelindung yang begitu berharga, warisan keluarga Jedlicka yang telah disempurnakan. Dengan hati-hati, dia menyematkan cakram itu di ikat pinggangnya, merasakan kekuatannya yang mengalir melalui dirinya.

     

    Svetlana tersenyum, “Cakram ini akan melindungimu, Ilta. Kita akan menggunakan kekuatannya untuk melawan para pengkhianat dan Deniluc.”

     

    Ilta mengangguk. “Benar, Svela. Ini adalah langkah pertama dalam perjalananku untuk mengembalikan kehormatan kerajaan.”

     

    Setelah itu, mereka kembali bergerak ke Kediaman Jedlicka. Ilta merasakan nostalgia yang kuat saat melihat rumah masa kecilnya yang terlantar. Kenangan bersama orang tuanya, Alexei dan Aria, kembali membanjiri pikirannya. Dengan bantuan Svetlana, mereka mulai membersihkan rumah itu, menggunakan teknik energi alam.

     

    Ilta mengangkat tangan, memanggil energi bumi. Tanaman liar yang telah menguasai halaman perlahan-lahan surut, debu-debu di dalam rumah terangkat, memperlihatkan lantai dan dinding yang bersih kembali. Svetlana membantu dengan gerakan elegan, sayapnya yang bercahaya membuat segala pekerjaan terasa ringan.

     

    “Kita harus membuat tempat ini layak huni lagi,” kata Svetlana, tersenyum hangat. “Ini akan menjadi markas kita.”

     

    Ilta mengangguk setuju. “Benar, Svela. Dari sini kita akan merencanakan langkah selanjutnya. Kita akan mengembalikan kerajaan ini pada kejayaannya.”

     

    Dengan rumah yang kini bersih dan rapi, Ilta merasakan semangat yang baru. Bersama Svetlana, dia tahu bahwa takdir besar menantinya. Mereka akan menghadapi semua tantangan dengan keberanian dan kekuatan, membawa keadilan dan cahaya ke dalam kerajaan yang telah lama dilanda kegelapan.

     

    Saat malam beranjak menuju fajar, Ilta dan Svetlana berdiri di depan rumah Jedlicka yang kini bersih dan bersinar. “Ini baru permulaan,” kata Ilta dengan suara penuh keyakinan.

     

    “Dan kita akan melaluinya bersama,” jawab Svetlana, merangkul Ilta dengan sayapnya yang lembut. Bersama, mereka menatap ke arah cakrawala, siap menghadapi hari-hari penuh petualangan dan tantangan yang menanti di depan.

     

     

    Kreator : Ry Intco

    Bagikan ke

    Comment Closed: Pertemuan Dengan Sang Ilahi

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Kecuali? a. To Live b. To Love c. To Listen d. To Leave the Legacy Jawaban: c. To Listen Menurut Stephen Covey Manusia Memiliki Kebutuhan Dasar, Berikut Pembahasannya: Stephen Covey, seorang penulis dan konsultan manajemen terkenal, dalam karya-karyanya sering membahas tentang kebutuhan dasar manusia. Dalam bukunya yang terkenal, […]

      Jun 25, 2024
    • Hari sudah menunjukkan pukul 14.30. Suasana di sekolah tempat Ustadz Hamdi mengabdikan diri sudah mulai sepi. Anak-anak sudah banyak yang pulang. Ustadz Hamdi masih duduk di meja kerjanya sambil memeriksa satu persatu tugas murid-muridnya. Saat itu tiba-tiba HP Ustadz Hamdi berdering “Kriiing, kriiing, kriiing…”  “Halo…., Assalamu alaikum !”  “Wa alaikum salam. Ini Lisa, pak Ustadz.” […]

      Jun 06, 2024
    • Aku adalah teman sekelas Sky di SMP, kami berada dikelas yang sama selama 3 tahun. Sekarang setelah masuk SMA kami berada di sekolah dan kelas yang sama. Sky selalu menjadi orang terpopuler di sekolah, Sky tinggi,  tampan, dan sangat ramah. Namun sayangnya aku merasa dia selalu dingin hanya padaku, aku bahkan tidak tau alasan dibalik […]

      Jun 10, 2024
    • Mahaga Belom Bahadat adalah bahasa Dayak Ngaju yang mempunyai makna yaitu menjaga kehidupan yang saling menghargai, menghormati serta menjunjung tinggi kehidupan Adat Istiadat maupun tradisi kearifan lokal di wilayah yang kita tempati. Era zaman sekarang ini sudah banyak sekali para generasi yang melupakan prinsif-prinsif hidup yang telah dulu ditinggalkan para leluhur(nenek moyang) kita, padahal banyak […]

      Jun 02, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021