KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » PESONA AISYAH Part 3

    PESONA AISYAH Part 3

    BY 09 Sep 2024 Dilihat: 144 kali
    PESONA AISYAH_alineaku

    CHAPTER 3. TEMAN KECIL YANG MENGGEMASKAN

    Tuuuut…tuuut…”Iya…”.

    Terdengar suara berat dan tegas di ujung telepon.

         “Halo tuan…, maaf saya mengganggu,tuan, orang yang akan merawat nyonya sudah datang, tuan”.

     

         “Iya, langsung kerja hari ini, kasih tau semua jadwal ibu”, perintah Baran.

         Tut..tut..tut, belum sempat  bi Siti menjawab, Baran sudah menutup teleponnya.

    Bi Siti sudah terbiasa dengan sikap Baran itu. Lain halnya ketika bi Siti baru bekerja ditempat itu, dia sempat merasa tersinggung dengan sikap Baran yang seenaknya itu.

     

    Setelah mendapat perintah dari Baran, bi Siti segera menemui Aisyah yang menunggu di ruang tamu.

     

         Aisyah merasa heran dengan sikap Riyan yang tiba-tiba berubah, terlintas dibenak Aisyah untuk menggoda Riyan.

         “Ya Allah…aku sedih, karena tuan muda tidak mau berteman denganku, hik-hik-hik”.

         Aisyah berbicara seolah-olah sedang berdo’a dan pura-pura menangis. 

    Mendengar Aisyah bicara seperti itu, Riyan langsung membalikkan badannya menghadap dan melihat Aisyah yang menutup wajahnya dengan tangan, membuat Riyan merasa bersalah.

     

         “Aku mau belteman sama kamu…namaku Riyan”, ucap Riyan sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman.

         Aisyah masih dengan posisi menutup wajahnya, dia menahan tawa, gemas dengan tingkahnya Riyan. Aisyahpun membuka tangannya dari wajahnya dan pura-pura mengusap air mata yang sama sekali tidak ada air mata yang keluar.

         “Betulkah…tuan muda mau berteman denganku?”

         “”Iya, aku mau belteman dengan kamu”, 

         “Baiklah, kalau begitu, sekarang kita adalah teman”, balas Aisyah dan bersalaman dengan Riyan.

     

         Diruang tamu, bi Siti mendengar ada suara tapi tidak melihat keberadaan Aisyah, bi Siti berjalan mendekat ke salah satu sofa panjang, karena bi Siti mendengar arah suara itu dari belakang sofa panjang.

         “Tuan muda…” teriak bi Siti kaget, melihat Riyan dan Aisyah duduk saling bersalaman.

         “Tuan muda sedang apa disini ? 

         “Ay…kamu juga… sedang apa kalian di balik sofa sambil duduk dan bersalaman begitu? Cecar bi Siti.

         “Bi Siti, kenalkan ini temanku, namanya Aisyah, betulkan Asiyah? Tegas Riyan.

         “Iya betul bi Siti, kita berteman”,  jawab Aisyah dengan gaya bicara mengikuti Riyan

    Bi Siti tersenyum lalu jongkok dengan kedua lututnya menyentuh lantai

         “Iya, tuan muda, bi Siti  berteman juga dengan Aisyah”

    Ucap bi Siti sambil memegang pundak Riyan.

         “Hore..hore..kita bertiga berteman”, teriak Riyan dengan gembira.

         “Iya tuan, naah sekarang sudah waktunya tuan muda untuk sarapan, ayo kita ke ruang makan, bi Linda pasti sudah meyiapkan sarapan buat tuan muda”.

    Sebetulnya bi Siti tahu kalau Riyan tidak mau makan, karena setiap pagi pasti rame oleh teriakan Linda yang mengejar-mengejar Riyan untuk makan.

         “Baiklah, kalau begitu bibi antar tuan muda ke ruang makan, ya”.

         “Oke, bi Siti”, Jawab Riyan semangat.

    Baru satu langkah mereka berjalan, Linda datang menghampiri mereka.

         “Akhirnya, saya menemukan tuan muda”, ucap Linda bahagia

         “Linda…tuan muda sudah lapar nih, bawa tuan muda keruang makan”, pinta biSti dengan isyarat mata yang sudah difahami oleh Linda.

         “Ayo tuan muda, kita makan dulu”, Linda menggendong Riyan membawanya ke ruang makan.

    Sementara biSiti mengajak Aisyah ke ruangan lain.

     

    BUKANKAH INI PEREMPUAN TADI

     

         Tibalah bi Siti dan Aisyah di depan pintu berwarna hitam, yang berukiran bunga mawar, mawar yang sama dengan yang ada di pintu gerbang besi.

         “bi Siti, kita mau kemana?’ tanya Aisyah 

         “Nanti kamu akan tau, Ay “. Jawab Bi Siti, singkat.

         Tok-tok-tok, bi Siti mengetuk pintu lalu  bi Siti membuka pintunya.

         “Ayo, Ay masuk”, ajak bi Siti.

         Bi Siti masuk yang diikuti oleh Aisyah dari belakang.

    Tampak seorang perempuan berusia 54 tahun tengah terbaring di tempat tidur megah berwarna biru tua, bak seorang ratu yang sedang tertidur lelap, dengan memakai piyama yang terbuat dari sutera berwarna putih, terlihat anggun dan cantik di usia yang tidak muda lagi. Rambut yang panjang terurai ke depan pipi sebelah kanan. Tidak terlihat kalau perempuan itu sedang sakit.

         dengan langkah pelan, bi Siti mendekati tempat tidur itu, sementara, Aisyah berdiri tegak agak jauh dari tempat tidur. 

         bi Siti duduk di pinggir sebelah kiri tempat tidur.

         “Nyonya…sudah bangun?! 

          Safia terbangun, karena mendengar langkah bi Siti. Dengan mata yang layu Safia menatap ke arah bi Siti.

    Melihat majikannya terbangun, bi Siti membalasnya dengan senyum.

         “Maaf kan bi Siti, sudah mengganggu tidur nyonya, bagaimana perasaan nyonya hari ini?” tanya bi Siti sambil memegang tangan kiri nyonya Safia dan mengusap punggung tangannya.

         Walaupun pertanyaannya tidak akan pernah dijawab oleh Safia, namun bi Siti tidak pernah bosan untuk mengajak Safia bicara. Bi Siti yakin suatu saat nanti majikannya itu akan menjawab semua pertanyaannya.

         “Nyonya…saya membawa seseorang untuk merawat nyonya, nyonya pasti menyukainya” ucap bi Siti.

         Bi Siti menoleh kebelakang dan memberi isyarat kedipan mata pada Aisyah untuk mendekat. Aisyah faham dengan isyarat yang diberikan padanya, sehingga Aisyahpun langsung mendekat dan berdiri disebelah bi Siti.

         Mata Safia langsung tertuju pada Aisyah, Safia tidak bisa melihat wajah Aisyah yang tertutup cadar, walau begitu, Safia bisa menatap mata Aisyah yang bersih puth, bola matanya yang hitam pekat, menyiratkan bahwa dibalik kain yang menutup wajah itu adalah seseorang yang cantik.

         Namun saat Safia menatap tajam mata Aisyah, jantung Safia tiba-tiba berdegup kencang, mata itu seperti tidak asing baginya.

         Bi Siti segera beranjak dari duduknya dan berpindah tempat ke sebelah kanan Aisyah lalu meminta Aisyah untuk mendekat kearah Safia.

         “Nyonya, saya tinggal dulu nyonya dengan Aisyah, saya akan menyiapkan makan untuk nyonya terlebih dahulu, nanti Aisyah akan membantu nyonya untuk bersih-bersih”. 

    Ucap bi Siti pada Safia sambil melirik kearah Aisyah, dan Aisyah menganggukan kepalanya mengiyakan perkataan bi Siti. 

    Bi Sitipun meninggalkan Safia dan Aisyah.

    Aisyah mendekati Safia dan berdiri disamping tempat tidur. 

         Safia terus memandang Aisyah, semakin Aisyah mendekat semakin kencang degup jantung Safia, terlebih saat Aisyah tiba tiba memegang tangan Safia dengan kedua tangannya, dan mencium punggung tangan Safia.  tapi anehnya Safia  merasa detak Jantungnya kembali normal, pada saat Aisyah mencium tangannya, ada rasa hangat di hatinya yang selama ini tidak pernah dia rasakan.

         Begitu juga dengan Aisyah, ternyata dia juga merasakan hal yang sama, ada getaran yang aneh ketika memegang tangan Safia, sehingga tanpa Aisyah sadari dia mencium tangan Safia cukup lama, sampai akhirnya Aisyah sadar dan segera melepaskan tangan Safia.

         “Assalaamu’alaikum, nyonya, perkenalkan saya Aisyah, mulai sekarang saya yang akan merawat nyonya, semoga nyonya bisa nyaman dengan saya”. Ucap Aisyah dengan lemah lembut.

         Ternyata ucapan Aisyah terdengar begitu enak dan nyaman ditelinga Safia, membuat hatinya yakin, kalau dia menyukai Aisyah seperti apa yang dibilang bi Siti.

         “Baiklah, apa nyonya ingin membersihkan diri sekarang?” Tanya Aisyah lembut.

         Aisyah terdiam saat menunggu jawaban dari Safia, namun saat melihat Safia hanya diam tidak merespon apa-apa, Aisyah baru sadar dan ingat apa yang disampaikan oleh bi Siti, bahwa Safia tidak bisa bicara dan anggota tubuhnya lumpuh.

         “Astagfirullah…ko aku bisa lupa”, gumam Aisyah.

         “Saya minta maaf, nyonya”, ucap Aisyah.

         “Bagaimana kalau kita buat kesepakatan, yaitu jika Nyonya setuju dengan saya, maka nyonya kedipkan mata nyonya”, pinta Aisyah, lembut

         “Nyonya setuju, kan ?” tanya Aisyah dengan senyum.

         Tanpa di duga, Safia mengedipkan matanya pertanda setuju.

    saking senangnya Aisyah sedikit loncat dan teriak.

         “yeeeah…nyonya mengedipkan mata”.

    Melihat tingkah Aisyah itu, sudah membuat kesan pertama Safia benar-benar menyenangkan.

         “aduuh..maafkan saya nyonya, saya sudah lancang, sudah bikin berisik di kamar nyonya,” ujar Aisyah, dengan nada malu.

         Aisyah merasa sangat semangat, melihat respon positif dari Safia, dia bertekad akan bersungguh-sungguh dalam merawat Safia. 

        “Baik kalau begitu, nyonya tunggu sebentar , ya, Aisyah akan menyiapkan handuk dan baju ganti untuk nyonya, terlebih dahulu”, ujar Aisyah.

        Aisyah mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan itu,  Aisyah tidak melihat ada lemari  baju dikamar itu, Aisyah hanya melihat ada pintu berwarna putih di sudut sebelah kiri pintu masuk kamar itu.

        Aisyah berjalan menuju pintu itu, dan membukanya, ternyata itu adalah pintu masuk walk-in Closet. 

    “MasyaAllah..”.

    Aisyah takjub melihat apa yang ada di depan matanya, perhiasan tertata rapih di meja kaca yang terletak ditengah ruangan itu, bajU-baju berbagai warna tampak tersusun rapih di lemari. Terlihat juga gaun-gaun mewah yang digantung di salah satu ruang lemari. Membuat Aisyah bingung  mencari handuk dan baju untuk Safia.

     

         “Ok, semua sepakat ya dengan proyek kita ini, saya harap semua bisa bertanggung jawab dengan tugasnya masing-masing, ingat ini proyek besar, saya tidak mau ada kesalahan sekecil apapun, rapat, saya tutup”.

         Tanpa basa basi lagi, baran meninggalkan ruangan rapat, semua yang hadir akhirnya bisa bernafas lega, karena selama rapat berlangsung suasananya sangat tegang, baran lebih terlihat menakutkan ketika sedang memimpin rapat, semuanya harus focus. 

         Baran sudah berada diruangan dan duduk dikursi kebesarannya, dalam beberapa saat Baran hanya duduk diam tidak melakukan apa-apa, dengan posisi tangan diatas meja dan dagu bertumpu pada tangan. Alam bawah sadarnya teringat kejadian tadi pagi, dimana dia bertemu dengan gadis  berpenampilan aneh yang wajahnya tertutup kain (cadar).

         “memang aneh”, gumam Baran.

         Tok-tok-tok

         “masuk”, 

    Ternyata itu adalah Tami, sekertarisnya Baran. Tami membuka pintunya perlahan dan masuk, dia masih merasa malu karena kejadian tadi pagi, tapi dia harus berpura-pura bersikap seolah –olah tidak terjadi sesuatu.

         “Maaf, tuan, siang ini tuan ada janji dengan tuan Alex”, ucap Tami dengan sikap percaya dirinya.

         Sesaat Baran menatap tajam kearah Tami, dan tiba-tiba dia ingat, hari ini jadwal terapi ibunya, mendadak dia ingin mengantar ibunya terapi.

         “Batalkan semua janji hari ini, termasuk dengan pa Alex itu”, tegas Baran

         “Tapi tuan…”. 

    Tami tidak sempat meneruskan bicaranya, karena baran sudah beranjak dari duduknya dan mendekatinya, lalu  berbisik ditelinga Tami

         “Saya bisa memecatmu…karena kamu sudah lancang mengintip saya”. Ancam Baran, dengan langsung meninggalkan ruangannya.

     Tami tampak ketakutan, dia mejawab walaupun Baran sudah tidak ada diruangan itu.

         “bbbaik…saya akan batalkan semua janji hari ini”, jawab Tami lemas.

     

         Walaupun Aisyah sempat kesulitan mencari handuk, tapi Aisyah tetap bersemangat dan mencarikan baju untuk Safia, Aisyah tertuju pada dress yang digantung berwarna pink baby, warna pavoritnya Aisyah. 

    Setelah semuanya siap, Aisyah kembali menghampiri Safia, dan meletakkan handuk dan baju Safia di sisi lain tempat tidur.

         “Maafkan Aisyah, nyonya menunggu lama”, 

         “sekarang, Aisyah akan bantu nyonya untuk duduk di kursi roda, maaf, nyonya, Aisyah buka selimutnya ya”, 

         Aisyah membuka selimut Safia, lalu perlahan, Aisyah menggeser kaki Safia ke pinggir tempat tidur sampai kaki Safia menjuntai kebawah, setelah itu Aisyah mengangkat badan Safia dari belakang hingga posisi duduk.

    Setelah itu, Aisyah mengangkat Safia dengan  memasukkan tangan Aisyah ke dalam ketiak Safia sampai kebelakang punggung, perlahan Safia diangkat sampai kedua kakinya menapak ke lantai. Setelah posisi Safia berdiri dengan ditahan oleh Aisyah lalu Aisyah sedikit memutar mengarahkan safia ke kursi roda,setelah posisi bokong Safia tepat di atas kursi roda, perlahan Aisyah mendudukkan Safia dikursi rodanya.

         “Alhamdulillah”

          Terlihat peluh mengucur dari dalam kerudungnya, namun Aisyah tidak memperdulikannya.

         Aisyah mendorong kursi roda Safia ke kamar mandi, setelah didalam tanpa berkata apa-apa, Aisyah kembali mengangkat Safia dan mendudukkannya di atas kloset yang sengaja tidak Aisyah buka tutupnya.

         “Aisyah minta maaf, nyonya tidak keberatan jika Aisyah membuka semua baju nyonya?” tanya Aisyah lembut.

         Safia mengedipkan matanya, pertanda kalau dia tidak keberatan.

         “baik, kalau begitu, saya izin membuka baju nyonya”,

     

     

    Kreator : Asri Iwama

    Bagikan ke

    Comment Closed: PESONA AISYAH Part 3

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021