Penulis : Diyonisius Roch Ediyanto (Member KMO Alineaku)
Ranran, seekor semut muda yang gagah perkasa berjalan menyusuri hutan rimba. Ia meninggalkan kampung halamannya. Ia ingin melupakan kesedihan dan luka hatinya. Ayah, ibu, dan adiknya terkubur hidup-hidup ketika terjadi tanah longsor di tempat tinggalnya bulan yang lalu. Bersama teman-temannya ia menggali tanah yang menimbun rumahnya. Ayah, ibu, dan adiknya ia temukan dalam keadaan tidak bernyawa lagi. Ketiga jenazah itu ia makamkan berdampingan di kampung halamannya.
”Dulu di kampungku banyak pohon besar sehingga kampungku terasa sejuk. Pohon-pohon yang besar itu kini habis ditebangi oleh manusia. Kampungku menjadi gundul, gersang, dan panas. Manusia memang serakah! Setiap hari mereka menebangi pohon tetapi mereka tidak mau menanam. Mereka malas!” Kata Ranran sambil berjalan terus. ”Andaikan manusia tidak menghabiskan pohon-pohon besar di kampungku, tentu tidak akan terjadi tanah longsor yang merenggut semua keluargaku.”
Ranran berjalan terus tanpa menghitung seberapa jauh perjalanan yang telah ia tempuh. Ia tidak mengeluh seberat apa pun medan yang dilaluinya. Ia berjalan dengan penuh harapan. Sampailah Ranran di sebuah padang rumput hijau yang indah. Di tempat itu ada mata air yang jernih. Ia lalu minum air itu sepuasnya. Ia juga mandi di sumber air itu. ”Terima kasih Tuhan. Engkau telah memberi minum kepadaku.” Kata Ranran.
Ranran lalu mengisi tempat minumnya untuk bekal perjalanan selanjutnya. Ketika ingin meninggalkan mata air itu ia melihat setangkai bunga berwarna jingga di antara beraneka bunga. ”Tuhan aku suka bunga berwarna jingga itu. Izinkan aku untuk memetiknya.” Kata Ranran sambil berjalan memetik bunga jingga itu. ”Tuhan terima kasih, bungga jingga ini akan menemaniku di sepanjang perjalanan. Sertailah aku ya Tuhan di sepanjang perjalananku! Aku ingin berpetualangan mencari cinta.” Kata Ranran, lalu meninggalkan tempat indah itu.
Perjalanan Ranran semakin jauh. ”Ada apa di tempat yang indah itu? Mungkin pesta para semut.” Kata Ranran dalam hati. Ranran lalu mendekati tempat pesta itu.
”Selamat sore kawan, selamat datang di pesta ini. Perkenalkan namaku Semuto dan ini adikku biasanya dipanggil Ant. Lalu siapa namamu?” Tanya Semuto dengan ramah.
”Namaku Ranran.”
”Silakan masuk dan bergabung dengan teman-teman yang sedang bergembira. Tidak usah malu-malu, mari kita bersuka cita bersama-sama! Kita semua bersaudara.” Kata Semuto.
”Ya, kita semua bersaudara. Dalam persaudaraan itu ada cinta kasih. Dalam persaudaraan itu ada pengampunan. Dan yang lebih penting, dalam persaudaraan itu penuh pengharapan.” Kata Ant.
”Terima kasih sahabatku, kalian berdua telah menerima kedatanganku dengan penuh keakraban dan kegembiraan.” Kata Ranran.
Ranran kini berada di tengah pesta. Berbagai makanan dan minuman tersedia di pesta itu. Siapa pun boleh makan dan minum dengan gratis. Di tengah keceriaan pesta itu Ranran melihat seekor semut cantik duduk menyendiri di sudut lokasi pesta itu. Ranran lalu mendekati semut cantik itu.
”Selamat sore?” Kata Ranran.
”Selamat sore juga.” Jawab Rinrin.
”Boleh aku duduk di sini?” Tanya Ranran.
”Silakan!”
”Perkenalkan namaku Ranran. Siapa namamu?”
”Namaku Rinrin.”
”Rumahmu di mana?” Tanya Ranran.
”Aku tidak mempunyai rumah. Rumahku hanyut terbawa banjir bulan yang lalu. Ayah, ibu, dan adikku hanyut terbawa banjir. Aku tidak tahu apakah mereka masih hidup atau sudah mati.” Kata Rinrin sambil mengusap air matanya yang menitik di pipi. ”Sejak peristiwa itu aku meninggalkan kampung halamanku. Aku ingin meninggalkan kesedihan dan luka hatiku. Aku berjalan terus menyusuri hutan rimba sambil mencari jawab. Aku ingin tahu di mana ayah, ibu, dan adikku. Kalau pun mereka sudah mati aku ingin tahu di mana jenazah mereka,” kata Rinrin.
”Maafkan aku sahabat! Aku telah membuatmu sedih. Sebenarnya aku tidak bermaksud begitu. Aku ingin bersahabat denganmu,” kata Ranran.
”Tidak apalah. Mestinya aku berterima kasih kepadamu karena kamu mau mendengarkan curahan hatiku. Kamu tinggal di mana?” tanya Rinrin.
”Aku tidak mempunyai tempat tinggal. Rumahku tertimbun tanah longsor bulan yang lalu. Tanah longsor itu, juga mengubur hidup-hidup ayah, ibu, dan adikku. Lalu aku mencari teman-temanku untuk menggali keluargaku yang tertimbun tanah longsor itu. Berkat bantuan teman-temanku ketiga jenazah itu kami temukan lalu kami makamkan berdampingan di kampungku. Sejak peristiwa itu aku meninggalkan kampung halamanku, dan teman-temanku yang baik” Jelas Ranran.
”Kalau begitu kita senasib.” Kata Rinrin.
”Ya, kita senasib. Nasib kita sungguh menyedihkan. Bagaimana kalau kita melupakan kesedihan kita dan menggantinya dengan suka cita? Mari kita bergembira di pesta ini.” Pinta Ranran.
”Ya, aku setuju. Ooo ya, aku punya permen coklat. Maukah dirimu?” Kata Rinrin sambil menunjukkan permen coklat itu.
”Terima kasih Rinrin. Permen coklatmu kuterima dengan sepenuh hati. Sebaliknya terimalah setangkai bunga jingga ini, semoga kau suka.” Kata Ranran.
”Terima kasih Ranran, terima kasih atas bunga jingga ini.” Sahut Rinrin.
Ranran dan Rinrin bersuka cita di pesta itu. Mereka menyanyi dan menari bersama. Pesta itu berlangsung dengan penuh kegembiraan. Semua yang hadir di pesta itu merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Mereka semua melupakan pengalaman hidup yang menyedihkan. Mereka sepakat bahwa hidup yang susah dan menderita itu merupakan pelengkap kehidupan. Kesusahan dan penderitaan itu tidak perlu disesali dan disimpan dalam hati berlama-lama. Kesusahan sehari biarlah cukup sehari karena hari esok Tuhan memberikan kebahagiaan yang melebihi dari kesusahan yang kita terima.
Setelah pesta selesai Ranran dan Rinrin serta teman-teman mereka tetap tinggal di tempat itu. Mereka saling berbagi cerita hingga pagi hari. Mereka kadang-kadang tersenyum dan tertawa gembira. Kadang-kadang pula mereka terharu dan sedih mendalam. Itulah kehidupan yang selalu silih berganti antara suka cita dan duka cita.
Kokok ayam jantan bersaut-sautan. Matahari mulai menampakkan sinar cemerlang. Di pagi yang cerah itu Ranran dan Rinrin meninggalkan tempat pesta itu. Berbekal permen coklat dan setangkai bunga jingga serta sebotol air, mereka menyusuri hutan rimba. Di sepanjang perjalanan mereka saling berbagi cerita. Terkadang mereka tertawa dengan penuh suka cita. Namun kesedihan pun juga mereka rasakan ketika muncul cerita masa lalu yang mengharukan. Mereka terus bertualangan mencari dan menemukan cinta sejati.
Perjalanan Ranran dan Rinrin semakin jauh. Cerita mereka semakin lengkap. Suka duka mereka telah tampak dan jelas mereka pahami. Sampailah mereka di taman bunga yang indah. Mereka mengagumi alam ciptaan Tuhan yang tiada taranya itu. Mereka beristirahat dan merefleksi perjalanan hidup mereka. Mereka berdoa bersama lalu mereka tertidur di antara bunga-bunga yang indah di taman itu. Apakah mimpi indah mereka? Semoga mimpi indah mereka bisa terwujud dalam kehidupan nyata mereka. Semoga mereka menemukan cinta sejati yang penuh pengharapan dan kebahagiaan dalam petualangan mereka.
“Naskah ini merupakan kiriman dari peserta KMO Alineaku, isi naskah sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis”
Comment Closed: Petualangan Ranran dan Rinrin
Sorry, comment are closed for this post.