Menjadi PNS merupakan pekerjaan idaman banyak anak muda di Indonesia. Anggapan bahwa menjadi PNS hidupnya mapan menjadi salah satu alasan. Selain itu kebanyakan orang tua juga mengarahkan anaknya menjadi PNS daripada berwirausaha, dan lebih suka menantu PNS daripada yang bukan PNS. Hal itu menjadikan banyak orang menempuh berbagai cara untuk lulus tes PNS, dari cara yang halal sampai cara yang haram. Padahal sebenarnya jalan rejeki seseorang ada banyak dan tidak perlu menyempitkannya menjadi satu hal saja, sepanjang itu halal kerjakan saja. Anggapan bahwa dengan menjadi PNS akan menjamin hidup seseorang tidak sepenuhnya benar, tapi juga tidak sepenuhnya salah.
Menjadi PNS tidak serta merta membuat hidup menjadi terjamin, tergantung bagaimana mengelolanya. Karena menurut saya penghasilan PNS memang disetting untuk sekedar cukup saja. Selain itu bergantung juga di instansi mana PNS bertugas. Bagi PNS di instansi kementerian yang penugasannya di daerah mungkin bisa mencukupi keperluan dengan adanya renumerasi/tunjangan kinerja seperti sekarang ini, namun apabila tugasnya di ibu kota Jakarta misalnya yang biaya hidupnya tinggi jumlah yang diterima tiap bulan bisa jadi hanya pas-pasan saja. Ada lagi PNS kategori kedua yaitu yang bekerja di pemerintah daerah, baik provinsi, kabupaten atau kota. Tidak semua penghasilannnya sama karena besarnya Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) atau Tunjangan Kinerja (Tukin) bergantung dengan APBD dan tentunya juga setelah dilakukan perhitungan-perhitungan sesuai rumus yang telah ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri. Bagi PNS di daerah yang APBD-nya besar semisal DKI Jakarta tentu lebih dari cukup.
Paradigma PNS saat ini berbeda dengan jaman dahulu, saat ini PNS diberikan Tunjangan Kinerja (Tukin) namun diberikan tuntutan bekerja profesional dengan target tertentu, dan sesuai waktu kerja tertentu pula. Tapi realitanya di daerah tunjangan kinerja masih tidak sesuai dengan kebutuhan hidup. Padahal profesionalitas berbanding lurus dengan kesejahteraan yang diterima. Seorang tidaklah dapat bekerja dengan baik manakala sandang, pangan dan papan belum diterima secara layak.
Sesuai ketentuan jumlah take home pay PNS hanya diterima perbulan sebanyak 14 kali dalam setahun (tambah gaji 13 dan 14), dalam sekali pembayaran bentuknya gelondongan, artinya semua komponen sudah termasuk didalamnya, yaitu gaji pokok, tunjangan anak dan istri, tunjangan jabatan, tunjangan kinerja. Selain itu tidak ada lagi penghasilan pasti yang diterima PNS tiap bulan. Dan itu semua digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, bayar sekolah anak, bayar listrik, pulsa dan lain-lain. Padahal dengan kondisi realita yang ada sekarang sulit untuk cukup, tidak heran banyak PNS akhirnya terjerat hutang riba ataupun melakukan korupsi.
Berbicara soal perilaku korupsi, sebenarnya banyak alasan yang mendasarinya antara lain karena adanya kesempatan, desakan ekonomi karena penghasilan yang tidak mencukupi, dan yang terakhir karena sistem sehingga memaksa seseorang untuk korupsi. Selain itu ada hal lain yang membuat perilaku korup terjadi, yaitu pemilihan pegawai yang tidak selektif sehingga menambah besar kemungkinan untuk melakukan kecurangan. Fase seleksi penerimaan pegawai adalah tahapan yang paling penting, islam mensyaratkan dua hal penting untuk dimiliki oleh orang “upahan” yaitu jujur serta cakap. Kedua kriteria tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Pegawai yang memiliki kecakapan namun tidak jujur tidak disarankan untuk diangkat, begitu pula sebaliknya.
Dengan alasan apapun perilaku korupsi tetap tidak dapat dibenarkan, seseorang yang diberikan amanah seyogyanya bersikap jujur dalam melaksanakan tugasnya. Mantan Kapolri Hoegeng pernah menyampaikan kalimat yang begitu berkesan terkait sikap jujur ini, “Selesaikan tugas dengan kejujuran, karena kita masih bisa makan nasi dengan garam.” Selain itu pemberi kerja juga harus bijaksana dan tidak zalim dalam memberikan upah pegawai, contoh paling baik dalam hal ini adalah Khalifah Umar bin Khattab, pada masa kepemimpinan beliau setiap pegawai negeri diberikan gaji sekitar 15 dinar atau kira-kira Rp. 30.000.000 perbulan, diberikan rumah tinggal, bahkan hingga diberikan jodoh bagi yang belum menikah.
Harapannya dengan itu para pegawai dapat berkonsentrasi mengurus rakyat tanpa harus sibuk mencari tambahan apalagi karena kekurangannya sehingga sampai melakukan hal tercela seperti korupsi. Berikanlah upah yang mencukupi untuk kehidupannya mengingat seorang pegawai sudah terikat waktu, serta mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk menyelesaikan pekerjaan dari pagi hingga sore hari. Diharapkan juga dengan itu tidak ada lagi PNS yang harus mencari pekerjaan sampingan untuk mencukupi kebutuhannya.
Memang kecukupan materi ditentukan juga oleh gaya hidup seseorang. Sering kali gaya hidup yang terlalu tinggi dan cenderung berlebih-lebihan membuat berapapun penghasilan yang didapatkan tidak mencukupi. Hati yang kaya jauh lebih penting dari sekedar kekayaan materi belaka. Banyak kasus pejabat di Indonesia terjerat korupsi bukan karena kekurangan tapi karena keserakahan. Tidak perlu menjadi kaya raya asalkan memiliki tempat tinggal, bisa menyekolahkan anak, tidak memiliki hutang, bisa ibadah haji bagi seorang muslim, badan sehat, itu semua sudah sangat penting untuk disyukuri. Malah banyak kasus kekayaan justru menjadi bencana jika tidak disertai dengan ilmu agama yang baik.
Comment Closed: PNS
Sorry, comment are closed for this post.