Penulis : Masania Harefa (Member KMO Alineaku)
Ini adalah ceritaku setahun setelah Covid-19 meneror dunia. Tak sedikit korban jiwa akibat terjangkit covid-19, hal ini kusaksikan mata kepalaku sendiri, kiri kanan lingkungan tempatku tinggal begitu pula lewat berita nasional dan internasional. Hal ini menjadi ketakutan tersendiri bagi semua lapisan masyarakat hingga pemerintah akan memberikan instruksi pelaksanaan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat). PPKM merupakan istilah yang digunakan pemerintah untuk mengatur kegiatan masyarakat dalam rangka menekan penyebaran kasus Covid-19 di Indonesia. Waktu itu suntik vaksin masih jarang pelaksanaannya, tidak seperti saat ini semua orang rata-rata sudah mendapatkan suntik vaksin yang diselenggarakan oleh pemerintah secara bertahap.
Aku takut, jujur hal ini sangat dilema, memutuskan bertahan di kota besar ini atau pulang ke kampung halaman. Menengok ibu yang berjuang dalam kesendiriannya. Tapi…kalau pulang siapa nanti yang akan mengirimkan uang untuk ibu, bagaimana kami melanjutkan hidup di kampung tanpa pekerjaan? Ini adalah gaji terakhir yang kupunya, imbas dari PHK restoran Padang tempatku mengadu nasib selama ini. Restoran terpaksa tutup karena sepinya pengunjung dan PPKM yang menambah pemasukan sangat kecil hanya bisa menutup biaya operasional dan terpaksa restoran tutup sampai waktu yang belum bisa ditentukan.
Pak Ujang pemilik restoran, berjanji, ketika situasi sudah normal kembali, kami para pegawai lamanya yang sudah bekerja dari awal restoran ini berdiri akan dihubungi untuk kembali bekerja. Si bos kelimpungan membayar gaji pegawai, sementara biaya sewa dan operasional lainnya, seperti air, listrik, dan yang lainnya jalan terus. Mau bilang apa, pandemi ini membuat semua terpuruk apalagi aku yang hanya berharap dari penghasilan bekerja dengan orang.
Tak ada pilihan, aku harus pulang atau mati kelaparan di sini, di kota Jakarta tempat sejuta umat dari berbagai pelosok daerah datang untuk mengais rejeki. Tak apalah pulang kampung, mungkin dengan bertani, menggarap tanah belakang rumah yang beberapa petak peninggalan almarhum bapak. Hanya itu yang tersisa milik kami. Setidaknya aku bisa melihat dan merawat ibu. Aku Bulatkan tekadku, besok aku harus berangkat karena uang ditangan sudah menipis. “Nak, pulang nak, ibu kuatir kamu di sana, ibu dengar banyak yang sudah terjangkit di sana.” Suara kuatir ibu kembali terngiang. Itulah pembicaraan kemarin yang menambah keyakinanku untuk segera pulang. Tapi…kembali hatiku ciut, PPKM dan berbagai peraturan dari pemerintah telah diberlakukan, sangat sulit untuk dapat pulang tanpa mengikuti peraturan yang berlaku. Harus membawa surat keterangan sudah vaksin, swab antigen, dan bukti lainnya sebagai persyaratan melakukan perjalanan ke luar wilayah Jakarta. Habislah sudah gaji di tangan, entah berapa lagi nanti yang tersisa untuk kasih ke ibu. Ah, sudahlah, bagaimanapun caranya aku harus pulang, entah hari ini, besok atau lusa …aku harus pulang.
“Naskah ini merupakan kiriman dari peserta KMO Alineaku, isi naskah sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis”
Comment Closed: Pulang
Sorry, comment are closed for this post.