KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Rahasia Butiran Karang Bab 11

    Rahasia Butiran Karang Bab 11

    BY 27 Mei 2025 Dilihat: 9 kali
    Rahasia Butiran Karang_alineaku

    11. Kedekatan Arsyanendra dan Tiana

    “Ayo siapkah diri, konsentrasi, tenangkan pikiranmu, ambil nafas melalui hidung, lalu hembuskan melalui mulut.” Ucap Bu Ningrum ketika memberi instruksi pada Arsyanendra dan sekarang ia mengikuti petunjuk Bu Ningrum. 

    “Waktu  ke gunung Merbabu, aku juga disuruh Ibu begini.”

    “Bagus, artinya ibumu sudah mengajar pernafasan.”

    Malam ini, Arsyanendra sudah mulai berlatih pernafasan sebagai dasar agar mampu mengendalikan diri. 

    Tujuan utama dari Bu Ningrum melatih Arsyanendra agar Arsyanendra tak mudah menaruh dendam pada orang lain atau siapa saja yang telah menyakitinya terutama Faustina yaitu bekas kekasihnya di USA. 

    Latihan ini terus diikuti dengan sabar karena Arsyanendra tak punya pilihan selain menurut pada ibu tirinya.

    Menjelang pagi, ketika Arsyanendra berhenti latihan. Dia terkejut saat tahu kalau Frisanti, Tiana dan Dino masih di pendopo. 

    Ketiga orang itu bicara tentang nostalgia mereka di masa ketiga orang itu masih anak-anak. Bagi Dino, pertemuan malam ini adalah kesempatan emas untuk mengungkapkan isi hatinya dan kesempatan itu dimanfaatkan ketika Frisanti meninggalkan mereka beberapa saat, karena anaknya terbangun ditengah malam.

    Dengan berterus terang tentang perasaannya pada Tiana, Dino merasa lega. Ganjalan selama bertahun tahun, akhirnya lepas dari dirinya.

    Tiana sebenarnya sudah sejak lama tahu kalau Dino jatuh hati padanya namun dia merasa tidak ada hati pada Dino. Selama ini, kedekatan mereka adalah kedekatan sebagai teman kecil atau tetangga. Karena itulah, Tiana menolak Dino dengan mengatakan kalau selama ini, Tiana sudah menganggap Dino seperti saudara. 

    Akan tetapi, Dino tidak putus asa. Dia akan tetap berusaha mendekati Tiana walaupun kadang dia juga berharap pada Naryama sebagai adiknya Tiana. 

    “Aku pulang ya… ” Kata Dino dengan perasaan kecewa.

    “Salam buat ibu dan ayahmu.” Kata Frisanti.

    “Aku juga mau pulang.” Ujar Tiana.

    “Tavi… Tunggu, aku mau bicara.” Cegah Frisanti.

    Tiana memandang Frisanti, lalu ia duduk kembali. Disaat yang sama, keluarlah Arsyanendra bersama Bu Ningrum dengan membawa teh, kopi, bubur ayam dan lauk untuk sarapan.

    “Tavi, ayo minum, sekalian saya bawakan bubur ayam. Dino kemana?” Tanya Bu Ningrum.

    “Wah…. Ngerepotin. Dino sudah pulang.” Sahut Tiana.

    “Ini sekedar bubur ayam, jadi nggak repot. Ayo silahkan dimakan, saya harus siap-siap kerja.” Kata Bu Ningrum, kemudian beliau meninggalkan mereka.

    “Mbak Santi, aku ambil tasku dulu ya.” Kata Arsyanendra lalu pergi ke rumah Tiana untuk mengambil barang bawaannya. Dengan perginya Arsyanendra, Frisanti bebas bicara pada Tiana.

    Pembicaraan mereka dimulai dengan pertanyaan Frisanti, “Kamu tadi menolak Dino, ya?”

    “Iya, San….. Aku nggak merasa ada hati padanya.”

    “Kalau kamu menolak Dino, apakah berarti kamu sudah ada orang lain?”

    Tiana memejamkan mata lalu ambil nafas panjang.

    “Kamu masih suka pada mas Pandya? Atau suka pada Darmo?”

    Tiana tetap bungkam, tetapi Frisanti melihat dari kedua mata Tiana keluarlah air mata lalu bibirnya bergetar seolah ingin mengatakan sesuatu. 

    “Tavi, aku tahu kamu bingung pada statusmu.”

    “Santi… Aku…… “

    “Aku sarankan jangan larut pada keadaanmu terus menerus. Tav, kamu harus kuat menjalani hidup dengan keadaan sekarang.”

    “San…… Kamu adalah sahabatku sejak kita kecil… Tahukan kamu keadaanku setelah ayahku meninggal?”

    “Aku tahu. Pertama, ibumu bersikeras nggak mau menerima bantuan dari ibuku dan kamu juga tahu kalau kamu dan Rya kerja keras untuk membiayai hidup kalian.”

    “Tahukah kamu, kenapa ibu nggak mau menerima bantuan dari Bu Ningrum dan beberapa keluargamu lainnya?”

    “Aku tahu, tapi…… Itu masalah lama dan itu adalah masalah orang tua kita. Jadi, nggak ada gunanya ibumu cemburu berlebihan pada ibuku.”

    “Maafkan ibuku…. Gara-gara itu kami harus bertahan hidup tanpa menerima bantuan orang lain walaupun sebenarnya kami sulit untuk bertahan. 

    “Sudahlah, kami sekeluarga besar tidak pernah menaruh benci pada ibumu.”

    “Tahukah kamu keadaanku setelah menerima Darmo jadi pacarku atas permintaan ibuku?”

    “Aku bisa menebak, tapi aku nggak ingin mengatakan soal Darmo kalau kamu menerima dia karena pelarian dan karena ibumu menginginkan kamu menikah dengan Darmo sebab ibumu adalah teman baik sejak masih anak-anak dengan ibunya Darmo.”

    “Tahukah kamu apa yang sudah diperbuat Darmo padaku?’

    “Aku tahu, tapi aku nggak akan mengatakan padamu.”

    “San…… Aku tahu instingmu dan beberapa saudara tirimu sangat tajam dan kalian adalah orang yang mampu membaca pikiran orang lain. Karena itu, aku nggak mau menutupi lagi keadaanku setelah menerima Darmo sebagai pacar karena ibu memintanya.”

    Frisanti sedih, melihat Tiana yang sedang mengalami tekanan batin yang sangat berat dan oleh karena Frisanti tidak mau mengomentari keadaan Tiana, maka Tiana membuka rahasia yang sudah bertahun tahun dia simpan.

    Rahasianya yaitu kenapa dia menyerahkan kehormatannya pada Darmo saat mereka lulus SMA dan akan tinggal di Semarang karena mereka sama-sama akan kuliah di Semarang.

    “Malam itu, Ibu memintaku agar menerima Darmo sebagai calon suami, walaupun Ibu tahu aku sangat mengagumi Mas Pandya, kakak tiri tertuamu. San….. Malam itu, hatiku sangat sakit… Aku marah, aku benci, aku emosi… Kenapa nasibku begini. Kenapa aku jadi korban kekerasan hati ibu dan kenapa ibu sangat tega mengumpankan aku pada Darmo…”

    “Iya, aku tahu kalau kamu sudah menjadi korban……  ” Sahut Frisanti.

    “San…. Aku diserahkan pada Darmo karena ibu merasa berhutang budi pada ibunya Darmo. Tahukah kamu kalau ibunya Darmo sudah memberi kesempatan ibuku untuk kerja pada beliau sebagai agen penjual batik di pasar Beringharjo.”

    “Kalau itu, aku juga sudah tahu.” Potong Frisanti.

    “Ibuku janji pada Bu Palupi, ibunya Darmo kalau aku akan diserahkan pada Darmo, karena ibuku tahu kalau Darmo sangat menyukaiku dan ibu juga tahu kalau aku sudah menolak Darmo karena dia selalu menginginkan aku melayaninya seolah aku adalah istrinya, padahal kami baru lulus SMA.”

    “Jadi, kamu menyerahkan diri sejak kalian lulus SMA?”

    “Iya……. San….. Aku malu….. Sebab, aku pernah keguguran karena aku sangat stress saat dia menyangkal kalau aku hamil karena dia. San…. Tahukah kamu kalau Darmo menganggapku seolah istrinya. Dia selalu minta dilayani sebagai suami. Tahukah kamu kalau dia selalu menolak bila aku ingin menikah karena kami sudah melakukan hubungan suami istri dengan alasan karena kami belum lulus kuliah.”

    “Aku sudah menebak, tapi baru mendengar langsung.”

    “Aku merasa terpukul ketika tahu kalau ternyata, Darmo menyukai salah satu murid SMA yang ikut bimbingan belajar di rumah kontrakan yang di Semarang. Dia mendekati muridku yang ternyata muridku adalah adik teman kuliahnya. 

    Sering kali kalau pulang les di rumahku, Darmo mencari alasan supaya mengantar muridku itu. Dia terus mendekati muridku dengan berbagai cara dan kiat agar bisa menggaet muridku. Tapi, muridku rupanya tidak tertarik pada Darmo.

    Pada saat dia lulus kuliah, ia sengaja membujuk temannya yaitu kakak dari muridku agar mau pesta di rumah milik keluarga mereka di Candi. Dia juga berhasil mengajak muridku ikut ke Candi. Tahukah kamu apa yang terjadi?

    “Muridmu diperkosa.” Sahut Frisanti.

    “Iya… Dia membuat mabuk semua temannya termasuk muridku yang masih SMA. Pada saat itu, dialah satu-satunya yang tidak mabuk. Dia pura-pura ikut mabuk dan mengarang cerita kalau muridku datang padanya. Kemudian, karena sama-sama mabuk, terjadilah perbuatan itu. Setelah peristiwa itu, dia menikahi muridku karena kakak perempuannya muridku menuntut dengan keras.” 

    “Kalau itu, aku belum tahu. Jadi sekarang Darmo sudah menjadi suaminya muridmu?”

    “Pernikahan mereka hanya seminggu, sebab kakak muridku yang perempuan sangat tidak suka pada Darmo, karena itu kakak perempuannya melarang muridku tinggal dengan Darmo setelah mereka menikah. Dan saat di tes kehamilan, ternyata muridku tidak hamil. Jadi, muridku dipaksa cerai dengan Darmo.”

    “Lalu muridmu gimana?”

    “Dia sangat senang ketika disuruh cerai. Dia sebenarnya anak yang pandai dan sangat rajin. Dia juga sangat kecewa. Gara-gara perbuatannya Darmo, dia terpaksa harus dipindah ke rumah kakeknya dari keluarga ayahnya di Klaten dan melanjutkan sekolah SMA kelas 3 disana.”

    “Darmo sekarang dimana?”

    “Dia sudah meninggal beberapa bulan yang lalu karena kecelakaan.”

    Frisanti semakin kasihan pada teman kecilnya dan berjanji akan membantu sebisanya, dengan berkata, “Tavi, aku tahu kalau di hatimu ada si Arsya. Aku akan membantumu untuk mendekatkan Arsya padamu. Tapi, tolong kamu jangan terlalu berharap aku berhasil. Sebab, aku merasa kalau jalan untuk mendekatkan kalian bukanlah masalah yang gampang.”

    “San…… Aku bingung….. “

    “Bingung karena kamu sudah nggak suci lagi?”

    “Bukan hanya itu, tapi…… Rya sangat menyukai Syanen… Dan, aku…… Lebih tua dari Syanen sekitar tujuh tahun…..”

    “Soal usia, memang akan jadi penghalang juga bagi kalian. Tapi itu tergantung pada kalian yang menjalani… Soal kamu berebut Syanen dengan adikmu, Wah, aku nggak tahu harus gimana lagi…. Tavi… Waktu SMP kamu berebut mas Pandya dengan Margaretha….  Sekarang……… “

    “Hihihi…. Kamu kok masih ingat sih….. Tapi, kami sama-sama nggak bisa menarik hatinya mas Pandya…. ” Sahut Tiana.

    “Hahaha….. Waktu itu kalian lucu… Tiap hari mendatangi aku supaya bisa tahu apakah mas Pandya suka pada kalian…. “

    “Iya.. Hihihi…. Aku malu… ” Kata Tiana sambil menunduk.

    “Jadi, sekarang kamu maunya gimana?”

    “Biarlah kucoba mendekati Syanen, tapi kalau dia memang lebih memilih adikku, aku rela…… ” Sahut Tiana.

    “Kalian asyik sekali ngobrolnya, sampai nggak melihat aku datang.” Kata Arsyanendra saat dia datang dari rumah Tiana untuk mengambil ransel pakaiannya.

    Ketika melihat Arsyanendra, Frisanti dan Tiana langsung menyelimur bicara tentang potensi wisata sekitar Jogja yang layak dikunjungi. Pembicaraan mengenai tempat wisata yang bagus untuk dikunjungi membuat Arsyanendra senang lalu mengatakan kalau dia ingin pergi ke tempat tempat wisata tersebut.

    *

    Keceriaan Arsyanendra dan Tiana seolah mengatakan kalau mereka sedang sama-sama menaruh hati. Keceriaan itu juga diikuti dengan kedekatan keduanya secara batin, dan hal itu ditunjukkan oleh Arsyanendra yang selalu menggandeng tangan Tiana ketika mereka lari dari kejaran ombak di Parangtritis.

    “Asrya!…. Awas….. Hihihihi……. ” Teriak Tiana.

    “Hahahaha……….. ” 

    Keduanya terlambat menghindari air laut yang menjilat pasir pantai hingga celana panjang Arsyanendra dan Tiana sama-sama basah sebatas lutut. Namun, keadaan itu justru membuat keduanya gembira, seolah sengaja main dengan air laut yang menjilat pantai.

    Akan tetapi, kegembiraan Arsyanendra tiba-tiba berubah menjadi perasaan bingung. Ia heran kenapa kantung celananya ikut basah. Arsyanendra merogoh kantongnya kemudian mengeluarkan pundi-pundi dari kantung celananya sebelah kanan. Arsyanendra tidak mengerti mengapa pundi-pundinya basah.

    Diamnya Arsyanendra membuat Tiana mengajak menjauh dari pantai ke salah satu warung ditepi jalan. Di warung tersebut, Arsyanendra kembali melihat pundi-pundi tempat butiran karang, hingga membuat Tiana bertanya.

    “Kamu membawa apa? Boleh aku lihat?”

    “Ini butiran karang dari ibuku.” Kata Arsyanendra lalu dia mengeluarkan butiran karang dari dalam pundi-pundinya sampai membuat Tiana terkejut hingga membuat mata Tiana melotot cukup lama, lalu menggeleng. Tiana merasa mengenal butiran karang tersebut. Ia lalu mengambilnya dan melihat satu per satu.

    Melihat Tiana, Arsyanendra heran dan itu membuatnya bertanya, “Mbak Tiana tahu ini apa?”

    “Ini butiran karang lambang kehancuran cinta….. “

    “Lambang kehancuran cinta?”

    “Iya…… Arsya…… Dari manakah kamu dapat itu?”

    “Ada orang membawa ke rumahnya eyang di Surabaya.”

    Tiana mengambil nafas dalam-dalam lalu dia bertanya lagi dengan suara pelan, “Kapan kamu memperoleh butiran karang itu?”

    “Sejak ada yang membawa ke rumah eyang di Surabaya. Eh, aku juga heran, kenapa butiran karang ini selalu ada dikantongku, padahal aku nggak pernah merasa membawa butiran karang ini.” 

    Tiana coba mengingat kembali kisah tentang butiran karang yang dulu pernah diceritakan oleh kakeknya ketika dia masih kecil. Pada cerita itu dikisahkan adanya seorang laki-laki patah hati lalu duduk di atas batu karang di selatan kota Cilacap.

    Laki-laki itu tidak mau kembali ke rumahnya walaupun sudah berkali kali dibujuk seluruh keluarga, bahkan tetangganya satu desa. Sejak laki-laki itu patah hati, dia tetap duduk di atas batu karang tepi laut selatan. 

    Para kerabat dekatnya bergantian mengirim makanan dan segala keperluannya hingga lebih kurang satu tahun. Setelah lewat dari satu tahun, laki-laki itu menghilang bersama batu karangnya. Hal itu membuat banyak orang mengurut dada.

    Dua hari setelah laki-laki itu hilang, tiba-tiba beberapa penduduk desa menemukan pecahan batu hitam di sepanjang pantai tempatnya si laki-laki yang patah hati duduk. Setelah diteliti oleh para penduduk, ternyata pecahan itu adalah pecahan batu karang.

    Jadi setelah tujuh hari meneliti, akhirnya para penduduk sekitar pantai, ambil kesimpulan bahwa batu kecil-kecil berwarna hitam adalah butiran karang yang selama setahun ini dijadikan tempat duduk oleh laki-laki yang patah hati.

    “Apakah cerita itu benar?” Tanya Arsyanendra.

    “Saya nggak tahu. Tapi, begitulah cerita yang saya dengar.”

    Keduanya lalu sibuk pesan makanan dan minuman. Selama mereka menunggu pesanan, tiba-tiba Arsyanendra bertanya, “Mbak, kenapa tadi memanggil saya dengan nama Arsya…… “

    “Lho… Bukannya Frisanti memanggilmu Arsya?’

    “Iya, memang ada beberapa saudara tiriku yang memanggil seperti itu. Tapi, ibuku dan lainnya suka memanggil Syanen.”

    “Gimana kalau mulai sekarang saya memanggilmu Arsya, dan rasanya lebih enak kalau kita membahasakan diri kita masing-masing dengan kata AKU daripada SAYA. Gimana, setujukah?”

    “Boleh… Aku suka itu.” Sahut Arsyanendra.

    Keduanya kemudian membahas butiran karang yang dianggap barang aneh sebab butiran karang itu selalu ada pada dirinya, Padahal, sudah berkali kali butiran karang itu ditinggalkan atau tidak pernah dibawa kemana dia pergi.

    Pendapat Tiana mengapa butiran karang ikut Arsyanendra, karena butiran karang itu sudah sejiwa dengannya, jadi kemanapun Arsyanendra pergi, butiran karang itu akan selalu ikut.

    Akan tetapi, pendapat itu tidak sepenuhnya diterima oleh Arsyanendra sebab dia pernah memberikan pundi-pundi nya pada orang lain ketika di Kediri, dan butiran karang itu tidak ada lagi padanya sampai Bu Kus mengambil kembali butiran karang tersebut pada orang yang meminta butiran karang pada Arsyanendra.

    Sepanjang siang hingga sore, Arsyanendra dan Tiana masih berada di sebuah warung sambil membahas masalah butiran karang, dan disaat menjelang senja, kedua orang itu berjalan jalan di tepi pantai untuk menikmati suasana senja disana. 

    Suasana pantai yang mulai redup dengan langit memerah, membuat hati keduanya bagai bersanding dengan kekasih hati. 

    Kata lembut penuh arti tidak jarang keluar dari keduanya bahkan sekali-sekali mereka saling memuji. Ingin rasanya Tiana mengatakan dia sangat senang berduaan bersama Arsyanendra, namun ia tak mampu merangkai kata-kata indah untuk diucapkan walaupun kata-kata indah itu selalu ada dalam pikirannya.

    Sedangkan Arsyanendra, merasa senja ini membuatnya hanyut pada suasana hingga membawa hatinya terbuka pada Tiana.

    Keterbukaan Arsyanendra telah terucap ketika memandang mata Tiana. Saling tatap itu membuat keduanya tersenyum lalu Tiana bertengadah dan selanjutnya, terdengar suara lembut,

    Cahaya senja nan merah di Parangtritis

    Membawa hati beku mulai terkikis 

    Tangisku kini terasa manis… 

    Dan kuharap, tangis ini pertanda sedihku tlah habis…. 

    Ku ingin keindahan disini jadi saksi

    Isi kalbuku yang akan selalu merindu padamu…..

    Itulah ucapan Tiana saat dia melihat ke atas dan ucapan itu membuat jantung Arsyanendra berdetak kencang sehingga secara refleks, tangan Arsyanendra kembali menggenggam erat tangan Tiana hingga Tiana terkejut, lalu berhenti dan menoleh, kemudian menghadapkan dirinya pada Arsyanendra. Dan…. Entah siapa yang mulai, bibir mereka bersentuhan dengan mesra. 

    Hal ini sangat diluar kontrolnya Arsyanendra. Sejak dia berkenalan dengan Tiana, di hati Arsyanendra tidak ada gambaran kalau dia menyukai Tiana. 

    Debur ombak terdengar sayup-sayup saat mereka hanyut terbawa rasa. Saling sentuh dan saling memberi serta menerima belaian sayang terus terjadi hingga malam menyapa mereka.

    Pada suasana malam, hati Arsyanendra dan Tiana semakin tak bisa dikontrol oleh keduanya. Dikala rembulan menggantikan matahari, mereka kembali berjalan ditepi pantai.

    Saat beriringan, Arsyanendra melihat wajah Tiana berubah. Dikeremangan dia tampak anggun bagai seorang putri pada jaman lampau. Dalam pandangan Arsyanendra, Tiana terlihat memakai baju berwarna putih dan rambutnya disanggul. 

    “Mbak…. Maaf… Aku…… Tadi… Telah berbuat salah….. “

    Mendengar Arsyanendra berkata terpatah patah, Tiana lalu berkata, “Nggak perlu minta maaf. Aku suka pada perlakuanmu dan aku ingin tetap bersamamu.”

    “Tapi Mbak, nggak seharusnya aku mencium Mbak Tiana seperti tadi. Mbak, Mbak Tiana sudah ku anggap seperti kakakku.”

    “Aku tahu, tapi….. Aku merasa usia bukanlah alasan untuk tidak menyampaikan kalau aku mendambakanmu.”

    Arsyanendra menggandeng Tiana menuju ke tempat parkir kendaraan. Disana ia berkata, “Sebaiknya kita pulang.”

    “Gimana kalau kita makan malam dulu?” Usul Tiana.

    “Aku setuju. Tapi aku ingin makan di Malioboro.”

    “Baiklah, ayo kita ke Malioboro.” Sahut Tiana.

    ‘Mbak.” Ucap Arsyanendra sambil berdiri menghadap ke Tiana lalu keduanya saling pandang dengan mesra, seolah masing-masing berkata di hatinya telah terbuka pada sosok di depannya.

    Disamping mobil Tiana, Arsyanendra berjalan mendekati sosok anggun yaitu Tiana, hingga keduanya tak berjarak. 

    Keduanya kembali berkasih mesra. Sentuhan Tiana pada Arsyanendra telah membuat Arsyanendra tak mampu mengontrol dirinya. Dengan memejamkan mata, Arsyanendra lalu mencium lembut bibir Tiana. 

    Sentuhan lembut bibir Arsyanendra membuat Tiana senang dan sama sekali tidak menduga kalau Arsyanendra, yaitu adik tiri dari orang yang pernah dia sukai telah menjatuhkan hatinya. 

    Tiana berpikir akan berbuat nekat pada Arsyanendra setelah dengar cerita kalau Arsyanendra selalu diikuti oleh butiran karang. Ia menjadi nekat karena dalam benaknya tersimpan cerita tentang butiran karang yang selalu diingatnya sejak masih kecil. Ia nekat demi membuat Arsyanendra dekat dengannya daripada dia dekat dengan Naryama, yaitu adiknya yang sangat dia sayang demi menolong adiknya patah hati.

    Segala aturan, sikap selalu mengalah pada adiknya, sekarang tidak ada satu pun yang diingatnya. Tiana hanya merasakan bahwa sekarang hidupnya hanyalah untuk diri sendiri dan ia berpikir kalau kedekatannya pada Arsyanendra adalah demi Naryama, karena itu setelah beberapa lama kedua pasangan yang tidak resmi itu saling berbagi kasih, keduanya lalu saling melepaskan tangannya dan menjauhkan bibir masing-masing dengan diiringi senyuman tulus.

    “Arsya, terima kasih, kamu telah membuat aku bangkit.”

    “Maaf kalau dianggap kurang ajar karena telah mencium.”

    “Enggak kok, aku suka… Ayo kita berangkat….. “

    Mereka lalu masuk mobil Tiana secara perlahan kemudian Tiana berkata lagi, “Akankah kita bersama untuk seterusnya?”

    Arsyanendra diam, karena itulah Tiana lalu menjalankan mobilnya menuju jalan Malioboro. 

    Tiana bingung, mengapa berani mengumbar perasaan pada Arsyanendra. Padahal pada awalnya, dia tidak berniat nekat seperti tadi. Dalam benaknya, dia hanya ingin mendekati Arsyanendra setelah memastikan kalau Arsyanendra memegang butiran karang.

    Dan, ia tak mengerti mengapa dia tidak mampu mengontrol dirinya sore ini, mengapa perasaannya hanyut pada rasa yang selalu ingin dekat pada Arsyanendra dan mengapa tidak mampu menahan gejolak hatinya. Lalu mengapa membiarkan Arsyanendra mencium bibirnya. Mengapa Tiana meresponnya dengan senang hati segala perlakuan Arsyanendra padanya. 

    Dia berpikir, kalau dirinya mengalami hal yang tak terduga. Sebab dulu, disaat dia menerima Darmo sebagai kekasih, belum pernah dia merasa seperti malam ini, hal itu diartikannya kalau dulu dia menerima Darmo karena terpaksa dan masalah ekonomi.

    Penyesalan dalam dirinya kini timbul dan itu membuat Tiana menarik nafas panjang beberapa kali hingga Arsyanendra bertanya, “Kenapa Mbak?”

    “Enggak, aku nggak apa-apa.”

    “Mbak Tiana menyesal?…… Maaf ya Mbak… “

    “Enggak, aku bingung, sebab selalu timbul penyesalan pada perbuatanku di zaman baru lulus SMA dan Kuliah.”

    “Penyesalan mengenai Mbak Tiana yang melayani laki-laki calon suami yang nggak jadi suami?”

    “Arsya…… Aku minta maaf….. Kalau kamu sudah tahu tentang siapakah aku, kamu berhak marah dan aku tidak akan menuntutmu walaupun didalam hatiku, perasaanku padamu sangat dalam. Percaya atau enggak, kamu orang pertama yang membuat hatiku bergetar dan getar-getar itu membuat aku rela melakukan apa saja yang kamu inginkan…… “

    “Maksudnya?”

    “Aku tahu, kamu pasti menginginkan aku untuk melayani hasrat kelelakianmu, sebab aku bukanlah perempuan suci seperti adikku…… Aku perempuan yang punya pengalaman menghadapi lelaki saat ingin menyalurkan hasrat kelelakiannya. Aku juga sadar kalau aku nggak bisa menolakmu.” 

    “Arsya….. Perasaanku padamu sangatlah berbeda dengan perasaanku pada lelaki lain. Aku rela melakukan apa saja untukmu dan itu sangat beda dengan sebelum ini yang harus melayani karena tekanan atau keterpaksaan.” 

    Tinggallah di rumahku, aku akan melayanimu apapun yang kamu inginkan. Aku bersungguh sungguh dan….. Aku sadar sesadar-sadarnya kalau aku rela melakukan apa saja untuk mu.”

    “Mbak, aku tahu tentang keadaan Mbak Tiana yang sudah tidak suci lagi, tapi jangan berpikir aku menginginkan seperti yang Mbak Tiana maksud.”

    “Benarkah?”

    “Iya, aku nggak ada keberanian melakukan itu walaupun aku sangat ingin melakukannya….”

    Tiana diam, namun dari matanya mengalir deras air mata hingga menetes lalu membasahi bajunya. Saat Arsyanendra melirik Tiana, dia merasa kasihan lalu berkata, “Mbak, maaf kalau kata-kata ku menyakitkan Mbak Tiana.”

    “Aku juga minta maaf, karena sudah menuduhmu.”

     

     

    Kreator : Hepto santoso

    Bagikan ke

    Comment Closed: Rahasia Butiran Karang Bab 11

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021