KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Rahasia Butiran Karang Bab 12

    Rahasia Butiran Karang Bab 12

    BY 08 Jun 2025 Dilihat: 2 kali
    Rahasia Butiran Karang_alineaku

    12. Perjalanan Bersama Tiana

    Arsyanendra dan Tiana sampai di Salatiga saat matahari telah meninggi dan mereka akan istirahat di rumah Tiana sebelum pergi ke Semarang untuk mengejar kereta malam menuju Jakarta. 

    Tiket kereta dari Semarang ke Jakarta ditangan Tiana ditunjukkan pada Arsyanendra setelah mereka makan siang dan  setelah mengetahui keretanya akan berangkat sekitar pukul 23.00, Arsyanendra tiduran di sofa, sedangkan Tiana pergi ke tempat kerja untuk minta tambahan cuti, karena cutinya akan berakhir besok.

    Cuti dari kepala rumah sakit tempat Tiana bekerja, dengan mudah diperoleh untuk satu bulan kedepan. Hal itu dikarenakan selama bekerja, Tiana baru kali ini mengajukan cuti. Bahkan dokter Gufron, yaitu kepala rumah sakit, memberinya bekal sekedarnya untuk kebutuhan selama Tiana berlibur ke Jakarta.

    Setelah lebih kurang dua jam Tiana meninggalkan rumah, dia kembali pada pukul tiga sore. 

    Setibanya di rumah, jantungnya berdetak sangat kencang ketika melihat Arsyanendra tiduran santai disofa sambil membaca majalah. Detak kencang itu, sebenarnya adalah suatu wujud dari timbulnya godaan dalam diri Tiana ketika melihat Arsyanendra. Karena itu, dia menekuk lututnya saat berdiri sebelah Arsyanendra hingga wajah Tiana sangat dekat dengan wajah Arsyanendra.

    “Arsya…. ” Ucap Tiana.

    Ucapan Tiana mendadak berhenti karena bibir Tiana telah tertutup oleh bibir Arsyanendra. Ulah Arsyanendra yang mendadak seperti itu tentu saja membuat Tiana terkejut. Tetapi, Tiana pasrah sebab dia telah berjanji untuk membiarkan Arsyanendra berbuat apa saja padanya dan disofa ruang keluarga rumah Tiana, keduanya lupa daratan. Mereka dengan sadar memadu kasih, bagai dua sejoli yang haus pada rasa cinta. 

    Belaian lembut jemari Tiana berjalan perlahan menyentuh, dan merambat dari dada sampai ke leher Arsyanendra. Demikian juga sebaliknya, jari Arsyanendra merambat perlahan pada rambut Tiana, hingga Tiana merinding serta tidak mampu menahan gejolak hatinya yang telah lama mati dan haus akan belaian.

    Dengan pengalamannya sebagai perempuan matang, Tiana mulai melakukan hal-hal yang bisa membuat Arsyanendra tidak mampu lagi bertahan.

    Akan tetapi, disaat keadaan sangat kritis, terlihat bayangan wajah bu Kus tepat dihadapan Arsyanendra hingga dia terkejut lalu duduk disofa bagai terbangun dari mimpi.

    Tik.. Tak.. Tik.. Tak.. Suara jam dinding kuno di dinding ruang keluarga tempat sofa berada menjadi saksi bisu bagi ulah Arsyanendra dan Tiana yang hampir melakukan hal sangat fatal.

    Detik demi detik, terus berjalan dan setelah jarum pendek menujuk angka 5 lalu jarum panjang menunjuk angka 12, kedua insan itu sadar pada keadaan mereka yang sudah sama-sama tidak berbusana dan hampir melakukan perbuatan diluar batas.

    “Mbak…… Maaf…. Aku salah…. Aku telah kurang ajar.”

    “Aku juga salah.” Sahut Tiana sambil terus membelai mesra Arsyanendra dan sekali-sekali mengecup bibir Arsyanendra dalam keadaan yang keduanya tetap tanpa busana dan kesadaran keduanya kembali hilang saat Tiana membangkitkan lagi gairah Arsyanendra melalui sentuhan mesra di sekujur tubuh Arsyanendra, baik dengan bibir ataupun dengan jemari lentiknya dan itu membuat kesadaran Arsyanendra dan Tiana, sore ini hilang bagaikan ditelan kabut rasa yang menutupi jalan terang pikiran mereka.

    Sentuhan sentuhan mesra dan erangan dengan suara lembut telah membawa mereka terbang, lepas dari pijakan nalar dan aturan. Dan itu telah terjadi beberapa kali hingga keduanya harus mandi bersama untuk membersihkan badan mereka.  

    *

    Lonceng jam dinding di ruang keluarga berdenting hingga 8 kali, menandakan sekarang pukul 20.00, saat Arsyanendra dan Tiana sudah berpakaian lengkap. Lalu, siap menunggu kendaraan travel menuju stasiun Tawang di Semarang.

    Keduanya diam, tetapi saling tersenyum walaupun dalam hati mereka sedang terjadi pergolakan hebat sebab keduanya telah  menyadari kalau perbuatannya sudah menabrak janji hati mereka sendiri agar mampu menahan diri dari godaan. 

    Penyesalan hanya tinggal penyesalan walaupun sebenarnya Tiana sudah tak mampu lagi menahan hasratnya. Pemikiran pada rasa yang selalu terlindungi saat bersama Arsyanendra membuat Tiana makin tidak tahu harus bagaimana cara menghadapi Naryama bila Naryama tahu lalu kecewa padanya. 

    Keadaan seperti ini sangat beda dengan rencananya semula yang berniat mendekati Arsyanendra karena dia sebagai pemegang butiran karang dan agar Naryama nantinya tidak kecewa pada Arsyanendra bila mereka dekat.

    Dalam benaknya, Tiana yakin bahwa kedekatannya dengan Arsyanendra tidak akan berjalan lama. Dia paham sebagai pemegang butiran karang, siapa saja orang perempuan yang dekat dengannya pasti akan berakhir tragis sampai butiran karang itu kehilangan pengaruh pada diri Arsyanendra. 

    Bila butiran karang itu sudah hilang pengaruhnya, Naryama bisa dekat dengan Arsyanendra tanpa gangguan.

    Tiana tidak pernah berpikir kalau kedekatannya dengan Arsyanendra ternyata membuat dia benar-benar jatuh cinta padanya hingga dia sekarang bingung pada hal seperti itu.

    Selain itu, Tiana bingung menyikapi keadaan, bila nantinya Arsyanendra lebih memilih seseorang yang sudah ada dihatinya, lalu bagaimana dia harus menghadapi bu Kus yang dia tahu bu Kus tidak menghendaki ia bersanding dengan Arsyanendra.

    Pikiran kacau itu, membuat wajah manis Tiana berubah menjadi suram dan kusut karena banyak pikiran. 

    Demikian pula Arsyanendra yang telah menabrak aturan, dia bingung pada keinginannya untuk tetap memikirkan Tyana atau pindah ke lain hati yaitu Tiana.

    Hal ini berlanjut sampai datangnya mobil jemputan pada pukul 21.00. Setelah keduanya naik travel menuju stasiun Tawang, mereka sudah lebih tenang menyikapi pikiran mereka sendiri.

    Di stasiun Tawang, Arsyanendra dan Tyana langsung ke tempat minum kopi sambil menunggu kedatangan kereta malam dari Surabaya. Di dalam kedai kopi itu, mereka buka suara setelah beberapa jam saling diam.

    “Mbak…… Apakah Mbak Tiana akan menuntut?”

    “Menuntut? Maksudmu?”

    “Apakah Mbak Tiana minta aku bertanggung jawab?”

    “Menurutmu, aku harus gimana?”

    “Aku siap kalau Mbak Tiana menuntut aku buat menikah.”

    Tiana menarik nafas panjang lalu menjawab, “Aku nggak akan menuntut. Karena aku yakin kalau aku tidak hamil sebab aku selalu memakai alat kontrasepsi.”

    “Tapi…… Menurutku itu sudah kelewat batas.”

    “Sudahlah, kamu membuat pikiranku jadi kacau.”

    “Seandainya kenekatanku itu menyebabkan Mbak Tiana hamil walaupun memakai alat kontrasepsi, apakah Mbak Tiana akan menuntut?”

    “Aku nggak mau berandai-andai. Jadi, nggak usah tanya lagi.” Sahut Tiana sambil buang muka ke arah luar kedai kopi.

    Arsyanendra memandang cangkir kopinya, kemudian dia menggoreskan tulisan pada sebuah buku saku, sedangkan Tiana tetap memandang keluar. 

    Waktu tunggu sekitar satu jam, terasa sangat lama dan membosankan bagi Arsyanendra. Selama satu jam itu dia tidak ingin melakukan apa-apa selain menulis dan minum kopi. 

    “Arsya……… “

    “Iya Mbak, kenapa?”

    “Apakah kamu berani melamarku?”

    “Kalau melamar adalah tanggung jawab karena ulahku, aku sangat berani.”

    “Kalau bukan sebagai tanggung jawab, apakah berani?”

    “Kalau diminta, aku akan segera melamar.”

    “Apa benar? Tahukah kamu kalau aku pernah hamil tanpa nikah lalu keguguran karena stres berat. Tahukah kamu kalau aku sudah melakukan perbuatan kelewat batas sampai berkali-kali saat aku baru tamat SMA?”

    “Iya….. Aku tahu dari ibuku kalau Mbak Tiana selama ini menutup diri karena selalu menyesali hidupnya. Aku nggak peduli pada masalah itu.”

    “Terima kasih, kamu sudah mau menerimaku, walaupun aku lebih tua sekitar tujuh tahun darimu dan aku bukan perempuan suci aku perempuan yang penuh noda dan kotor. Arsya.. Aku sangat kagum dan sangat menghargai pikiranmu…. Aku….. Nggak ingin merugikan kamu….”

    *

    Di stasiun Gambir, Arsyanendra berjalan perlahan bersama Tiana, menuju bagian utara timur lalu mereka jalan lagi ke tempat taksi kemudian naik salah satu taksi menuju arah Kebayoran Baru.

    Di lampu merah patung kuda monas, taksi Arsyanendra berhenti sebelah mobil yang didalamnya ada Faustina. Arsyanendra sangat terkejut ketika dia melihat Faustina duduk sebelah Angelina dibagian belakang mobil, sedangkan di bagian depan, dia melihat Subiantoro dan Boni sebagai sopirnya.

    Keterkejutan itu membuatnya terus mamandang mobil di sebelahnya sampai Tiana heran pada tingkah Arsyanendra. Karena itu Tiana bertanya, “Kamu sedang melihat siapa disebelah?”

    “Coba lihat siapa orang yang naik mobil sebelah kita?”

    “Nggak begitu jelas. Kacanya terlalu gelap.” Sahut Tiana.

    “Ada Angelina dan calon suaminya dan……. Faustina. “

    “Faustina itu siapa? Pacarmu?”

    “Dulu, tapi dia sudah menikah dengan orang lain.”

    Tiana mengalihkan pandangannya pada keramaian jalan Thamrin di pagi hari. Sikap Tiana, membuat Arsyanendra merasa salah bicara. 

    Ia menduga Tiana tidak suka mendengar tentang Faustina. Karena itulah Arsyanendra menggeser duduknya lalu memegang tangan Tiana sambil tersenyum hingga Tiana ikut tersenyum.

    Tingkah Arsyanendra membuat Tiana tersenyum karena merasa kalau itu adalah lucu. Tiana juga menganggap Arsyanendra berusaha mengambil hatinya padahal sebenarnya, Tiana merasa takut kehilangan Arsyanendra. 

    Bagi Tiana, semakin mengenal Arsyanendra, hatinya makin rapuh dan membuat dia rela melakukan apa saja untuk Arsyanendra.

    Setibanya di tempat tujuan yaitu rumah bu Wati, keduanya langsung masuk. Rupanya Arsyanendra dan Tiana sudah ditunggu bu Wati, yaitu ibu tirinya Arsyanendra. 

    “Hai Arsya, apa kabar? Ibumu dua hari yang lalu kemari lalu pergi ke dusun Kebun Kopi. Maaf, ini siapa?” Tanya bu Wati sambil memandang Tiana.

    “Halo ibu Wati…. Kabarku baik. Ini Mbak Tiana, kakaknya anak yang kos di rumah eyang di Surabaya.” Sahut Arsyanendra.

    “Ooo.. Ini kakaknya Rya…. Halo apa kabar?” Sapa bu Wati.

    “Selamat pagi bu.” Ucap Tiana sedikit membungkuk.

    “Kalian pasti belum sarapan, ayo makan.” Ajak bu Wati.

    Ketiganya lalu ke meja makan. Saat berjalan, Tiana terus melihat bu Wati dengan pandangan kagum. 

    Celana panjang yang berwarna hijau tua dengan kombinasi baju panjang warna hijau muda yang menutup sebagian leher dan tangan bu Wati, membuat bu Wati tampak Anggun. Kulit putih dan bersih dengan bentuk wajah bulat telur dan mata bulat, semakin membuat wajah bu Wati terlihat cantik.

    Secara tak disadari, Tiana terus melotot melihat penampilan bu Wati, hingga Arsyanendra heran. Karena itu, ia bertanya, “Mbak Tiana kenapa melihat ibu Wati terus?”

    Pertanyaan Arsyanendra telah mengejutkan Tiana hingga dia tersentak lalu berkata, “Ibu Wati sungguh sangat cantik alami. Wajahnya bercahaya dan kulitnya bersih.”

    “Hihihihi…. Terima kasih, saya dianggap cantik.” Sahut bu Wati sambil terus tersenyum pada Tiana.

    “Hahahaha…… Ibu Wati pasti jadi GR, padahal usianya sudah setengah abad.” Sahut Arsyanendra.

    “Aku nggak bohong. Bu Wati cantik….. ” Ujar Tiana.

    “Sekali lagi, terima kasih. Ayo kita makan bubur ayam, kesukaan Arsya waktu dia masih kecil.” Kata bu Wati.

    “Sekarang aku juga masih suka bu.” Sahut Arsyanendra.

    Ketiganya lalu menyantap bubur ayam dengan tambahan lauk lainnya. Saat makan, Tiana terus terusan memandang wajah bu Wati. Dia merasa seperti pernah melihat wajah bu Wati namun Tiana lupa dimana dia melihatnya.

    Tiana terus berusaha mengingat ingat dimana ia pernah melihat wajah bu Wati sampai membuat Tiana terus bergerak dan beberapa kali mengambil nafas panjang. Sedangkan bu Wati hanya tersenyum melihat sikap Tiana seperti itu.

    Selesai makan pagi, bu Wati mengajak Arsyanendra dan Tiana duduk di ruang keluarga lalu beliau mempersilahkan Tiana duduk di sofa. Kemudian beliau membuka sebuah laci di salah satu lemari dekat Tiana, lalu beliau mengeluarkan sebuah album foto yang merupakan foto lama.

    “Kamu tadi terus berpikir seperti pernah melihat saya ya…. Nah, sekarang saya ingatkan lagi. Mungkin setelah melihat album foto ini, kamu ingat saya.” Kata bu Wati sambil memberikan sebuah album pada Tiana.

    Tiana menerima album foto dengan penasaran. Sekarang Tiana mengkaitkan antara album dan wajah bu Wati. Setelah album foto itu di tangannya, Tiana lalu membuka halaman demi halaman. Di setiap halaman, dia melihat satu persatu fotonya. 

    Di album itu, ada beberapa foto pemuda yang sangat mirip ayahnya, lalu ada juga beberapa foto yang sangat mirip dengan bu Wati dan bu Ningrum. Namun lainnya Tiana tidak mengenalnya.

    “Sudah selesai melihat fotonya?” Tanya bu Wati.

    “Sudah…… Saya mau tanya….. ” Ucap Tiana.

    “Kamu mau tanya kalau ada pemuda yang wajahnya mirip ayahmu dan kamu merasa pernah melihat foto seperti itu ya…. ” Kata bu Wati.

    “I….I…. Ya…. ” Kata Tiana dengan terpatah patah.

    “Album itu berisi beberapa foto kegiatan kami waktu masih muda. Di album itu ada juga fotonya ayahmu. Kamu perlu tahu kalau ayahmu berteman baik dengan Mbak Ningrum. 

    Eh maksud saya, ibu Ningrum…. Ayahmu dulu satu kampus dengan ibu Ningrum… Mereka berteman sebagai sesama anggota klub pecinta alam kampus. Selain itu, ayahmu juga berteman baik dengan bu Fira.” Kata bu Wati.

    “Tante Fira?” Samber Arsyanendra.

    “Iya. Tante Fira dan bu Ningrum bersahabat baik. Mereka sangat akrab sejak semester I walaupun mereka tidak satu fakultas.”

    “Kenapa begitu?” Tanya Arsyanendra lagi.

    “Saya baru tahu ayah teman bu Ningrum.” Sahut Tiana.

    “Tante Fira dan ibu Ningrum satu klub di klub pecinta alam. Mereka sama-sama suka kegiatan di alam bebas. Dan yang paling penting adalah, keduanya merasa cocok.” Kata bu Wati.

    “Kalau ini, apakah ini juga fotonya bu Wati?” Tanya Tiana sambil menunjukkan sebuah gambar di sebelah gambar ayahnya.

    “Bukan. Itu fotonya bu Ati, wajah kami memang mirip.” Kata bu Wati sambil tersenyum.

    “Ibu Wati kenapa tersenyum?” Tanya Arsyanendra.

    “Waktu itu banyak orang yang menyangka saya adalah bu Ati.” Jawab bu Wati.

    “Hahaha……. Iya, aku sendiri dulu sering salah mengenali kalau lagi pesta lalu pakai kebaya semua.” Sahut Arsyanendra.

    “Oiya? Kenapa gitu?” Tanya Tiana.

    “Wajah mereka sangat mirip.”

    “Kok bisa mirip?”

    “Aku juga nggak tahu. Kalau mereka sedang pakai pakaian yang sama, aku susah mengenali. Kalau mereka berpakaian biasa aku bisa mengenal lewat rambut nya. Sebab ibu Wati selalu berambut panjang sejak aku masih kecil.” Kata Arsyanendra.

    “Sudahlah, sekarang apa rencana kalian?” Tanya bu Wati.

    “Ibu Wati mau ke kantor?” Tanya Arsyanendra.

    “Kamu mau kerja atau masih mau libur?” Tanya bu Wati.

    “Bu….. Aku masih ingin berlibur. ” Kata Arsyanendra.

    “Ya sudah kalau gitu ibu ke kantor dulu.” Kata bu Wati.

    Setelah bu Wati meninggalkan rumah karena harus bekerja, Arsyanendra dan Tiana mandi lalu mereka ingin istirahat. Namun Arsyanendra tidak jadi beristirahat karena saudara tirinya, yaitu anak dari bu Wati yang bernama Kailasha datang. 

    “Hai, Syan… Kata ibu kamu datang sama kakaknya Rya?” 

    “Halo mas Isha, sama siapa? Kenapa nggak ikut masuk?” 

    “Oooo….. Itu si Nati…. Kami mau segera berangkat.”

    “Mau kemana?”

    “Aku akan ke London, ikut Nati karena dia ada undangan konferensi dokter disana dan jalan-jalan….. Maklumlah….. Aku kan paling terbelakang kalau urusan pergi keluar negeri dibandingkan dengan saudara lainnya. Jadi aku sekarang pingin pergi ke luar negeri kalau ada kesempatan.” Kata Kailasha dengan tersenyum.

    “Hahaha…… Kamu ini paling bisa ngeles….. Padahal dari dulu Tante Fira sudah berkali kali minta pada ibu Wati supaya kamu diizinkan sekolah di Boston atau di New York sama kami semua.” 

    “Hahaha.. Sudahlah, keadaanku waktu kecil memang gitu.” Kata Kailasha, lalu dia masuk ke kamar ibunya. Tak lama kemudian keluar lagi membawa sebuah bungkusan.

    “Lho…. Bawa apa?” Tanya Arsyanendra.

    “Ini jaket tebal, aku lupa meninggalkan ini di kamarnya ibu tadi malam.” Sahut Kailasha. 

    Setelah Kailasha meninggalkan rumah bu Wati, keluarlah Tiana. Ia berjalan perlahan menghampiri Arsyanendra, kemudian bertanya, “Itu tadi siapa? Putranya bu Wati? Dan perempuan cantik yang nyopir tadi siapa? Kenapa dia tidak turun? Apakah sombong? Sampai nggak maju turun?”

    “Itu mas Kailasha, panggilannya Isha. Dia kakak tiriku dan yang nyetir mobil adalah istrinya si Mbak Danapati. Mereka terburu buru karena mau pergi lagi.”

    “Saudara tirimu ganteng ya…. Dan, istrinya juga cantik.” 

    “Lho….. Eh…… Mbak Tiana tadi bukannya di kamar atas?”

    “Iya, aku tadi sempat memejamkan mata sebentar di kamar atas, tapi waktu mendengar ada suara pintu depan dibuka lalu ada suaranya si mbok Sutari, aku penasaran. Jadi, aku bangun lagi terus melihat siapa yang datang.”

    “Oooo……” Sahut Arsyanendra.

    “Kailasha tinggalnya dimana?” Tanya Tiana.

    “Setelah menikah, mereka tinggal di rumah Mbak Danapati, dekat dari sini. Sebenarnya aku jarang ketemu mereka. Sejak kecil mas Isha sakit-sakitan dan tingkahnya sering aneh. Jadi, ibu Wati nggak mengijinkan dia sekolah di luar negeri bersama kami. Ibu Wati tidak mau dipisah jauh-jauh dengan mas Isha sampai dia menikah dengan Mbak Danapati.”

    “Kalu foto yang diatas meja Cina itu siapa? Cantik dan mirip bu Wati.”

    “Itu foto Mbak Argyanti. Dia itu kakaknya Kailasha. Dia, suami dan anaknya tinggal di Cirebon. Suaminya dokter dan sekarang ditempatkan di Cirebon sebagai spesialis bedah tulang.”

    “Sebentar…. Syan, aku sekarang mulai ingat…. Danapati pernah ketemu aku di Jogja waktu dia ke rumah bu Ningrum. Kalau nggak salah, sekitar 4 atau 5 tahun lalu. Waktu itu, aku juga berada di rumahnya Bu Ningrum minta bantuan karena aku sedang stress sampai masuk rumah sakit jiwa.”

    “Oooo… Wah maaf, 4 atau 5 tahun lalu aku masih SMA di New York….. Jadi aku nggak tahu tentang Mbak Danapati.” Sahut Arsyanendra sambil menggeleng. Eh, ngomong-ngomong, nama ayahmu siapa?”

    “Nama ayahku Tahir.”

    “Ooooo……. ” 

    “Kenapa?” Tanya Tiana.

    “Tante Fira sering sekali cerita tentang teman satu klub pecinta alam bernama Tahir. Kata Tante Fira, orang yang namanya Tahir lucu sekali dan ayahmu dulu dekat dengan Tante Fira dan ibu Ningrum. Mereka sering bertualang karena sama-sama jadi anggota mahasiswa pecinta alam di kampus.” 

    Mendengar itu, Tiana jadi muram. Hingga Arsyanendra ingin tahu kenapa Tiana muram. 

    Rupanya ada hal tidak terduga oleh Arsyanendra tentang kenapa Tiana jadi muram. Karena itu, dia bertanya, “Kamu seperti nggak suka nama ayahmu dikatakan lucu.”

    “Bukan gitu…… Sebenarnya, ibuku sangat cemburu pada Bu Ningrum dan Bu Fira. Ayah sering cerita kalau Bu Ningrum dan Bu Fira adalah teman baik Ayah. Ayah sering sekali memuji mereka sampai membuat ibuku sangat tidak suka pada Bu Ningrum dan Bu Fira, entah itu cemburu atau ada masalah lain.”

    “Ooo…….  Kalau gitu, aku minta maaf. Tapi kenapa Rya diperbolehkan tinggal di rumah eyangku kalau ibumu nggak suka pada Bu Ningrum?”

    “Kata ibuku, karena Ibu suka pada salah satu istri ayahmu yang baik hati, lembut dan suka menolong orang.”

    “Siapa?”

    “Kalau nggak salah namanya Bu Sumiati.”

    “Ooooo…. Itu Bu Ati. Ibu Ati memang lembut dan selalu perhatian pada kami. Maksudku, sebelum diminta sama Tante Fira supaya sekolah di Amerika Serikat, ibu Ati lah yang selalu ngurus kami, sejak kami lahir. Jadi, sejak lahir sampai tamat SD, kami tinggal dengan Ibu Wati di rumahnya yang di Pandaan. Setelah kami tamat SD, Kami sekolah di Amerika Serikat dan diurus oleh Tante Fira.” Sahut Arsyanendra.

     

     

    Kreator : Hepto santoso

    Bagikan ke

    Comment Closed: Rahasia Butiran Karang Bab 12

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021