Keputusan
Mama adalah orang yang tidak pernah detail menanyakan kapan saya harus menikah atau siapa pasangan saya saat ini. Namun malam itu entah mengapa mama tiba-tiba bertanya ke saya
“Ambar, sepertinya kamu udah saatnya memiliki pasangan, jangan hanya berpikir kerja saja ya ..” ucap lembut mama saat kami bersama-sama menonton film di Netflix.
Saya hanya terdiam, tak bersuara dengan pikiran yang berkelana entah ke negeri mana ……..
Dalam diam’ berjuta-juta kenangan bermunculan, dan ribuan rasa menari di dalam hati terdalam, terkadang rasa yang memberikan senyuman indah, namun banyak pula rasa yang terasa seperti irisan silet tajam membelah kepala.
Dalam diam …….. akhirnya saya pun tertidur ‘ lelah …………….
Keesokan harinya, saya tidak berani menatap mata mama… ahh’ berat rasanya melihat sejuk mata mama yang dengan galau yang masih berat saya pikul.
“mama… Ambar pergi ke kantor dulu, ucap saya lemas dan langsung berlalu dari hadapannya…….”
sepertinya mama memahami gundah gulana anak kesayangannya ini… mama hanya berpesan untuk hati-hati dijalan.
—
Berat sekali kepala ini fokus dengan semua pekerjaan di kantor, akhirnya saya memutuskan untuk berjalan ke cafe kopi di seberang kantor.. dengan diterima americano dingin, saya terus berpikir.
Menimbang semua rasa… rasa yang membelenggu… rasa yang mengikat… rasa yang menyenangkan dan semua rasa yang menyakitkan.
Bicara tentang rasa memang sulit. Rasa merupakan bahasa yang sangat universal dan sangat pribadi. Kenapa rasa ini terus ada, dan kenapa rasa ini harus saya hilangkan…… ada rasa protes di hati ini.
Mengapa Tuhan memberikan rasa ini, jika akhirnya saya harus menghapusnya…. dan mengapa Tuhan tidak membantu saya menghapus rasa ini…….. arhghhhhhhhhhhh gila ‘ Tuhan pun harus saya protes akan rasa ini. Come on Ambar ……… ujar saya dalam hati !
Saya benar-benar tersesat dalam rasa ini, ingin rasanya pergi jauh dari rasa ini, namun bagaimana ? cara apa yang harus saya tempuh ?
Kembali saya berjalan lunglai dari cafe kopi dengan kepala yang masih dihantui semua rasa ini.
–
Malam terasa panjang dan hening, rasanya sulit sekali memejamkan mata ini… semua kenangan kembali bermunculan satu persatu, oh Tuhan apa yang harus saya lakukan? kenapa rasa ini begitu menyiksa………. batinku perih dan tanpa terasa air mata terus membasahi pipi.
Dalam gelap malam akhirnya aku terlelap dengan gundah rasa yang belum terjawab.
—-
Setelah terus menerus rasa pekat ini memenuhi hidupku, saya bertekad hari ini keputusan harus saya buat. Keputusan akan rasa yang indah namun memilukan ini. Ya keputusan itu akhirnya saya putuskan.
Kuberanikan diri mengontak kak Andre setelah sekian malam tanpa suaranya.
“Kak Andre, saya sudah mengambil keputusan” ujar saya lirih di telephone ….. dan terus saya lanjutkan “Saya memutuskan hubungan kita diakhiri kak, jangan sampai hubungan ini justru membawa sakit hati untuk orang lain. Ambar ingin semua baik-baik, terima kasih” ku letakkan gagang telepon tanpa memberi kesempatan kak Andre menjawab apapun.
Yah..keputusan itu sudah saya buat… terus kupandang dering telepon masuk kak Andre dan tak saya jawab satupun……….
Keputusan ini sudah bulat ! saya akan berjalan meninggalkan rasa ini, apapun perihnya akan saya jalankan… selamat tinggal kak Andre.
Kreator : Ayu Ambarini
Comment Closed: RASA (Bab 21)
Sorry, comment are closed for this post.