Embun pagi membasahi dedaunan dan angin kecil sepoi-sepoi menambah dinginnya cuaca di desa mereka yang sebentar lagi akan ada acara bersih desa. Di rumah Reza yang masih tidur terlelap dibangunkan oleh Ibunya.
“Za! Bangun! Sholat subuh dulu!”
“Hhmm. Iya, Bu.” jawab Reza dengan membuka mata, lalu bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu.
Sesudah ambil air wudhu, Reza menuju tempat shalat lalu mengenakan sarung.
“Kita jamaah, kan?“ tanya Reza.
“Iya. Buruan! Keburu siang, nihh!” sahut ibunya. Mereka pun melaksanakan sholat subuh berjamaah.
Sedangkan di rumah Beni, Beni sudah sibuk membantu Ibunya di dapur. Sebelum Beni berangkat mandi, ia harus memastikan bahwa rumah harus dalam keadaan beres sebelum kedua adiknya bangun. Sedangkan Ayah Beni yang bekerja di luar negeri dalam setahun ini belum juga pulang.
“Bu, bagaimana? Sudah beres?” tanya Beni.
“Sudah. Kamu mandi saja, biar Ibu yang menyelesaikannya.” jawab Ibu yang sibuk membereskan dapur.
“Oh, ya sudah. Kalau gitu, Beni mandi ya, Bu.” sahut Beni sambil berjalan ke kamar mandi.
Tepat pukul 08:00 , acara akan segera dimulai. Semua warga berkumpul di balai desa. Begitu juga Reza, Beni, dan Arim juga sudah siap untuk tampil hari ini. Mereka sudah mempersiapkan segalanya, tinggal tampil saja. Acara demi acara sudah terlewati, tinggal band mereka yang sekarang tampil. Mereka bertiga naik ke atas panggung saat nama mereka dipanggil. Baru mau memulai lagu pertama, teriakan dari para warga desa terdengar sangat meriah, memberi semangat kepada mereka bertiga yang akan segera tampil. Lalu, mereka tampil dengan lagu yang sudah mereka pelajari. Acaranya berjalan dengan lancar dan meriah, begitu juga band mereka yang berhasil meramaikan panggung.
Mereka semakin mendapatkan kepercayaan diri. Sehari seusai acara tersebut, saat pulang sekolah, Beni dan Reza berhenti di pos ronda yang biasa mereka tongkrongi.
“Kenapa berhenti? Mau ghibah kayak emak-emak, lagi?” canda Beni.
Reza pun menyahutnya, “Bisa aja loe, Ben.
Sini, duduk. Kita istirahat dulu, ya. Capek aku.” ajak Reza.
“Iya, Za. Mana udara panas banget lagi.” balas Beni dengan membenarkan kerah baju yang terasa panas.
Belum ada lima menit mereka beristirahat, Kang Adi, kakaknya Reza datang lalu menyapa mereka sambil mematikan mesin motor.
“Hei, kenapa kalian ini seperti udang gosong gitu?” sapa kang Adi.
“Kita baru istirahat, Kak. Capek. Mana udara panas lagi. Ya kan, Ben?“ jawab Reza.
Beni menyahutnya sambil membuka kancing baju supaya agak adem sedikit.
“Kalau dengar ini, pasti kalian tidak capek lagi.” ucap Kang Adi mengambil lembaran kertas dari tasnya lalu diberikan ke Beni dan Reza. Mereka berdua membacanya sambil tersenyum-senyum bahagia.
“Ini serius, Kak?” tanya Beni.
“Ya serius lah, Ben. Kan tinggal baca.” jawab Kang Adi.
“Asyik!! Akhirnya kita bisa merasakan panggung studio beneran, Za!” ujar Beni sambil tersenyum bahagia dan menepuk bahu Reza.
“Iya, Ben. Rasanya seperti mimpi ini.” jawab Reza dengan muka belum percaya. Tiba-tiba Kang Adi mencubit Reza.
“Aduhhh!! Sakit, Kak!” jerit Reza.
“Berarti kagak mimpi, kan?” jawab kang Adi.
“Iya, sih. Tapi kenapa pakai acara cubit segala, sihh?!” protes Reza.
“Lagian loe, Za. Gue aja senang banget, masa loe malah gak percaya. Dasar loe, Za.” sahut Beni sambil mengambil ponsel yang ada di sakunya.
“Ini, mulai ini. Pasti mau telepon Arim.” ledek Reza sambil berkipas kipas dengan selembar kertas.
“Iya lah, Za. Arim harus tahu ini.”
Lalu, Beni menelepon Arim sambil mondar-mandir di sekitar pos ronda. Sedangkan, Reza masih membaca kertas yang berisi undangan manggung di studio itu.
“Ya udah, Za. Kakak pulang duluan, ya.” pamit Kang Adi sambil menstater motor.
“Iya, Kak. Bilang Ibu, aku di pos, yaa.” jerit Reza.
Beni belum selesai menelepon Arim. Sepertinya Arim juga sangat gembira dengan undangan itu. Dengan menggendong tas, Reza berteriak, “Woy, pacarannya nanti lagi. Ayo, kita pulang!“
Reza berjalan meninggalkan Beni dan Beni bergegas mematikan teleponnya, menarik tas dan berlari menyusul Reza. Mereka berdua pulang ke rumah masing masing.
Hari itu hari Kamis, tepat di mana nanti sore mereka latihan. Seusai pulang sekolah, mereka akan latihan di tempat biasa. namun, Beni yang biasanya pulang sekolah bersama Reza, kali ini entah kemana. Sejak tadi tidak kelihatan batang hidungnya. Reza pun mencarinya sambil ngedumel. Reza tidak kunjung menemukan Beni, lalu Reza mengabari Beni melalui WhatsApp jika Reza akan pulang duluan. WhatsApp Reza pun tidak dibalas oleh Beni. Akhirnya, Reza pulang sendiri.
Di tengah perjalanan, Reza melihat Beni dan Arim berboncengan naik motor. Reza tidak tahu mereka hendak kemana. Reza mengirim pesan WhatsApp Beni sekali lagi untuk mengingatkan bahwa nanti sore latihan, namun WhatsApp Reza pun juga tak kunjung dibalas. Reza pun memutuskan untuk lanjut pulang.
Beni yang sedang asyik berpacaran dengan Arim, berkunjung ke taman kota. Mereka berdua bercanda tawa dan terlihat sangat menikmati hari itu dan bahagia, hingga tidak terasa waktu menunjukan pukul tiga sore.
Di saat yang bersamaan, Reza berpamitan kepada ibunya untuk pergi latihan band sesuai dengan janji dengan teman-temannya.
“Bu, Reza berangkat dulu, yaa.” ucap Reza sambil mencium tangan ibunya.
“Iya. Hati hati ya, Nak.” jawab ibunya, lalu Reza mengucap salam dan berangkat.
Setibanya di studio, Reza menelepon Beni dan Arim. Namun, tidak satu pun yang mengangkat telepon dari Reza. Sembari menunggu, Reza memutuskan untuk latihan sendiri.
Waktu terus berjalan hingga waktu menunjukan pukul lima sore hari. Arim dan Beni tak kunjung datang. Reza terlihat kesal. Ia sudah mencoba menghubungi mereka berdua, namun tak ada jawaban dari keduanya.
Bersambung.
Kreator : Sumadi Dhiak
Comment Closed: Remaja (Berusaha menjalani hidup, merupakan tanggung jawab manusia)
Sorry, comment are closed for this post.