Kesehatan Mental Remaja
Remaja merupakan tahap perkembangan manusia yang sedang dalam puncak semangat. Di tahap ini remaja memiliki fisik yang kuat, penuh semangat dan tampak bersinar. Banyak pengalaman menarik yang akan dilalui untuk di usia ini sehingga kematangan emosi dan sosialnya bisa optimal. Remaja yang tumbuh di lingkungan keluarga dan pertemanan yang sehat akan mendorong remaja menjadi remaja yang percaya diri, positif dan menggenggam identitas dirinya sehingga remaja ini tidak akan kebingungan menapaki masa depannya. Berbeda dengan remaja yang mengalami banyak pengalaman negatif di lingkungan keluarga dan sosialnya lebih rentan mengalami berbagai gangguan kesehatan mental. Mereka cenderung bingung akan masa depannya dan merasa pesimis atas masa depannya.
Isu kesehatan mental remaja akhir-akhir ini menjadi sorotan. Bagaimana tidak, remaja yang diharapkan semakin tangguh menghadapi tantangan tugas perkembangannya, ternyata mengalami banyak fenomena kesehatan mental yang membutuhkan perhatian khusus. Munculnya kasus depresi, bunuh diri, perundungan, kekerasan seksual, kekerasan fisik, kekerasan verbal dan melemahnya daya juang remaja menandai bahwa remaja sedang tidak baik-baik saja. Fenomena ini muncul di hampir semua lapisan masyarakat baik yang berstatus ekonomi rendah hingga tinggi. Seperti tanpa pandang status semua remaja dari berbagai kalangan menemui hambatan dan tantangan yang harus diselesaikan dengan baik, tentunya dengan disertai dorongan positif dari keluarga dan lingkungan.
Menciptakan lingkungan yang sehat baik di rumah, sekolah dan di sekitarnya merupakan tugas bersama. Baik pemerintah sebagai pemangku kebijakan, pendidikan melalui sekolah untuk memperkuat karakter positif remaja dan masyarakat luas. Menciptakan remaja sehat bukan lagi hanya tugas berat salah satu pihak namun tugas bersama dari berbagai pihak.
Pada dasarnya, kesehatan mental remaja tidak lepas dari perubahan faktor biologi, psikologi dan sosial yang mereka alami. Dalam perkembangannya, remaja mengalami perubahan fisik menyerupai orang dewasa, namun dilihat secara psikologis remaja masih labil secara emosi dan kematangan berfikirnya masih belum optimal sehingga butuh adaptasi dimana seringkali lingkungan memberikan tuntutan selayaknya remaja bisa berpikir matang seperti orang dewasa. Orang tua dan lingkungan seakan lupa bahwa remaja ini harus tetap didampingi dalam masa-masa krisisnya mencari jati diri agar tidak salah memilih lingkungan pertemanan. Secara sosial remaja mulai menarik diri dari keluarga dan beralih ke lingkungan pertemanan. Remaja merasa sudah punya privasi yang tidak ingin diketahui oleh orang tua dan mereka cenderung mementingkan untuk bisa diterima oleh teman sebaya. Perselisihan dengan teman sebaya menjadi hal yang cukup serius karena ketika remaja mengalami pengalaman yang buruk dengan dikucilkan, menjadi korban perundungan dan gagal membentuk identitas diri maka akan berpengaruh pada kesehatan mentalnya.
Remaja era ini didominasi oleh generasi Z yang dari lahir hingga perkembangannya sudah mengenal teknologi. Orang tua dari generasi Z ini sudah sering menggunakan teknologi dalam keseharian untuk bekerja, komunikasi dan melakukan aktivitas harian sehingga generasi Z terbiasa melihat dan mencontoh orang tua mereka dalam memanfaatkan teknologi. Tidak jarang melihat anak-anak sekarang sudah mahir menggunakan handphone untuk bermain game, memesan makanan dan berbelanja melalui aplikasi e-commerce. Seakan banyak aktifitas yang bisa dilakukan hanya dengan satu genggaman handphone.
Teknologi yang semakin canggih menciptakan media sosial sebagai sarana untuk berkomunikasi dan pertemuan sosial di dunia maya. Tidak perlu menunggu lama untuk bisa bertegur sapa. Dengan adanya media sosial orang-orang dengan mudah bisa saling memberi kabar meskipun berada ditempat yang berjauhan. Fitur video dan foto untuk dibagikan ke pertemanan di sosial media makin membuat daya tarik tersendiri bagi pengguna.
Namun, adanya media sosial yang pesat memiliki dampak baik dan buruk bagi remaja. Bagaikan dua mata pisau yang memiliki sisi berbeda tergantung siapa yang menggunakannya. Media sosial akan terasa manfaatnya bagi remaja kreatif dan dapat melihat peluang dari adanya teknologi. Banyak remaja yang menjadikan media sosial sebagai lahan untuk mengeksplorasi diri dengan membuat konten-konten positif, tidak jarang juga sosial media digunakan untuk usaha atau bisnis tanpa modal besar sehingga remaja bisa belajar untuk berwirausaha dengan risiko kecil.
Namun, banyak juga remaja yang menggunakan media sosial dan teknologi untuk hal-hal yang kurang terpuji misalnya flexing, penipuan, bullying dan ujaran kebencian.
Media sosial tidak bisa dipisahkan dengan remaja. Sejak dilahirkan generasi remaja di era ini sudah lahir bersamaan dengan teknologi. Banyak remaja berlomba-lomba mendapatkan validasi sosial dengan follower dan like terbanyak. Seakan dunia maya mengalihkan Sebagian dunia nyatanya dan sering muncul kecemasan karena dibanjiri dengan informasi yang berlebihan. Remaja sulit untuk tenang dan fokus karena membludaknya informasi yang dilihat ketika membuka youtube maupun media sosial. Fleksing, fomo juga menjadi gaya hidup bagi remaja agar terlihat keren dan tidak ketinggalan jaman. Banyak remaja yang tidak mau ketinggalan zaman sehingga memaksakan diri untuk terlihat keren. Dengan berbagai fenomena yang muncul di kalangan remaja, akankah kita membiarkan remaja terombang ambing tanpa arah? Sudah menjadi tanggungjawab bersama baik pemerintah, masyarakat dan orang tua untuk peduli dan melakukan tindakan nyata mengedukasi remaja agar siap terhadap era digital masa kini.
Kreator : Sarah Rachmawati
Comment Closed: REMAJA JALUR SEJAHTERA
Sorry, comment are closed for this post.