Kematian Ibunya meninggalkan duka yang begitu mendalam bagi Reza. Ia tak menyangka secepat ini akan ditinggalkan oleh Ibu, sedangkan ia masih membutuhkan sosok Ibu dalam hidupnya.
“Bagaimana aku harus menjalani hidup tanpamu, Bu?” ucap Reza dalam hati sambil memandang makam ibunya.
“Bukankah ibu sudah berjanji akan mendampingi Reza sampai kapanpun? Kenapa Ibu mengingkari janji?”
Reza sangat bingung ia tak tahu lagi bagaimana ia harus melanjutkan kehidupannya. Ia tak punya siapa-siapa selain Kang Adi, kakaknya.
Sesaat sebelum Reza akan pergi dari makam Ibunya, sosok wanita muda menghampirinya. Ia adalah Ratri, teman dekat Reza juga teman kuliah.
“Za, maaf ya aku baru bisa melayat sekarang. Aku turut berduka cita atas meninggalnya Ibu kamu.” ucap Ratri.
Reza sedikit kaget atas kedatangan Ratri, kemudian ia berdiri sambil membersihkan air matanya.
“Eh, kamu Rat. Iya, nggak papa. Terima kasih ya sudah jauh-jauh datang kesini.” balas Reza.
“Iya, kamu yang sabar ya kamu harus kuat dan bisa ikhlas atas musibah yang sedang kamu alami” ucap Ratri memberi semangat Reza.
Ratri merupakan teman kuliah Reza di Jogja, ia datang ke Jakarta untuk melayat. Sejatinya mereka berdua memiliki hubungan yang begitu dekat. Reza telah jatuh cinta kepada Ratri begitu pula Ratri juga mempunyai perasaan yang sama.
“Ayo mampir ke rumah dulu, Rat. Aku kenalkan sama orang-orang rumah.” ajak Reza.
“Iya, Za. Boleh.” jawab Ratri sambil tersenyum.
Mereka berjalan menuju rumah Reza yang tidak begitu jauh dari tempat pemakaman. Terlihat di rumah Reza ada Beni dan juga Ibunya. Mereka berdua tersenyum melihat Reza berjalan dengan Ratri kemudian.
“Waduh, jadi ini pengisi hatimu?” tanya Beni sedikit meledek.
“Kenalin, Bu. Ini teman Reza, Ratri dari Jogja.” Reza mengenalkan Ratri kepada Beni dan ibunya.
“Masuk, Nak Ratri. Lanjut ngobrol di dalam saja.” Ibu Beni mempersilahkan masuk ke dalam rumah.
“Ben, buatkan minum untuk Reza dan temannya.” Ibu Beni menyuruh Beni untuk membuatkan minum.
“Kang, di depan sudah ada calon adik ipar tuh.” ucap Beni
“Siapa, Ben? Reza sudah pulang?” tanya Adi dengan penasaran.
“Cek ke depan aja, Kang.” suruh Beni.
Kemudian Adi berjalan menuju ke ruang tamu.
“Oh ya, Bu. Kakak dimana, ya?” tanya Reza.
“Tadi di belakang.” jawab Ibu Beni.
“Nah, itu dia.”
Kemudian Reza mengenalkan Ratri ke kakaknya. Jujur, saat itu Reza sangat takut atas respon kakaknya karena Reza takut akan menyinggung perasaan kakaknya yang selama ini belum pernah sama sekali membawa teman wanita ke rumah.
Di taman depan rumah, Adi melamun sambil menghirup harumnya bunga melati. Adi masih dihantui perasaan bersalah atas sifatnya selama ini. Ia semakin takut apalagi Reza sudah membawa teman wanita ke rumah. Ia terus melamun dan mengkhawatirkan nasibnya. Ia sendiri, sampai sekarang, tak satupun ada teman wanita yang benar-benar dekat dengannya. Orang-orang pun mulai menanyakan calon pendampingnya. Apalagi setelah kedatangan Reza dan teman wanitanya. Pikirannya bergelayut dan berkecamuk apa yang harus ia perbuat dan apa yang harus ia lakukan. Ia sama sekali tidak tahu apa yang seharusnya ia perbuat. Kondisi saat ini sangat begitu susah dihadapi. Apakah semua orang akan menanyakan “mana jodohmu,” pertanyaan yang sangat ia takuti. Apakah semua orang akan berkata, “adikmu sudah siap, kamu kapan?”
Itulah yang menjadi beban baginya. Bagaimana ia akan menghadapi hidup dan bagaimana ia akan menghadapi kenyataan yang pahit dan begitu menyesakkan dada. Akankah ia ikhlas jika Reza menikah mendahuluinya?
Kreator : Sumadi Dhiak
Comment Closed: Remaja part 24
Sorry, comment are closed for this post.