KEBUSUKAN RAJA
Pelecehan itu terjadi pada benteng
ketika hendak pulang dari perang,
Raja menertawakan benteng
mengumbarnya sebagai lelucon bohong,
Dipanggilnya tersangka dan tidak mengaku,
Raja sebagai sesama laki laki sama dengan pelaku tak menyadari,
Benteng terluka dalam ketakutan dan trauma,
Sekian lama tak berani berkata kepada panglima laki laki
atau perdana menteri laki laki,
Tetap menganggapnya bahwa itu lelucon dan kebohongan belaka,
Sampai akhirnya pembela datang, mengancam,
apakah Raja tidak mampu menjaga kota sehingga benteng terluka?
Raja meminta tersangka mengundurkan diri,
Benteng tidak Terima sebenarnya,
Seharusnya diberhentikan secara tidak hormat
di hadapan prajurit,
Prajurit tak bisa berbicara karena Raja membungkamnya rapat rapat,
Raja ingin kedamaian dan keamanan,
Hati nurani dilawan karena belas kasihan,
Tersangka tidak menjadi prajurit kembali,
Mengapa bisa terjadi pada benteng,
Tak ada kendali dan memberikan nasihat kepada raja,
Raja banyak tertawa dengan mahkota nya,
Yakin seumur hidup akan dipegang terus tahtanya.
Mungkin Raja tak menganggap benteng,
Bahannya tak mungkin mulai rapuh,
Kini benteng tetap bertahan,
Menunggu waktu tepat,
Berbicara akan kebenaran dan ketidakadilan,
Kebusukan dan perbiaran Raja,
Prajurit banyak tak memahami,
Dibodohi alasan perlawanan sebagai penghianatan,
Cukup akan melihat, betapa saat ini Raja terhebat dalam versinya saja
UNTUK FENNY MURIDKU:
Yang tidak bisa kamu tolak
Adalah Kita dilahirkan
Dari seorang ibu seperti apa,
Waktu kecil memang kau ditimang,
Anak-anak dimanja,
Remaja seolah dibiarkan,
Masanya engkau sekarang,
berpikir dewasa nak,
Pakailah kerelaan hatimu,
Untuk menerima,
siapa ibumu
Siapa ayahmu,
Anggaplah mereka sedang lelah,
Jika mereka berbicara,
Namun tak bisa
Kau memberikan jawaban benar,
Olahlah rasamu dan katamu,
Sebagaimana harusnya,
Kepada mereka,
Mungkin hari itu tidak tepat,
Betapa sakitnya hatimu,
Pahamnya semua rasamu,
Saat ini kau hanya butuh,
Pendamaian diri,
Mintalah kamu disentuh,
Lembut nya belaian mereka,
Doakanlah mereka hadir,
Dalam keberhasilan hidupmu,
Telah terlewati masa itu,
Aku yakin kamu bisa, Nak…..
MEMULAI DALAM REDUPNYA HIDUP
Akhir perjalanan dunia khayalku,
Tak ada bandingannya,
Aku berdiri di kayu pohon tua,
Melewati jembatan arus deras,
Kakiku linu, ngeri melihat ke bawah,
sandalku jatuh,
Sulit, tinggal beberapa langkah lagi,
Tak biasa ku lakukan,
Menapak pada alas kasar,
Tidak mungkin tidak sampai,
Jauh aku berpikir,
Menampakkan jiwa,
Aku tidak akan berhenti,
Menulis setelah dua puluh hari,
Jalan yang berbeda,
Tapi tujuan sama,
Biar cahaya menerangi,
Redup namun tak selamanya,
Tak ada akhir nya,
Mengolah banyak daya,
Merangkai banyak kata,
Tak terhingga di episode lain.
AKU BUKAN BADUT
Tertawalah karena memang lucu,
Janganlah tertawa hingga orang bertanya,
Apakah aku aneh,
Ada apa di wajahku,
Apakah suaraku terbata gugup,
Bagaimana mimik wajahku,
Apakah Ekspresiku yang bodoh?
Tersenyumlah dengan tulus,
Janganlah ada tersembunyi,
Katakanlah yang benar,
Nyatakan seharusnya,
Hingga tak ada praduga,
Kepura-puraaan diperlihatkan,
Ngawur tak karuan,
Menyulitkan banyak orang,
Seharusnya kamu bijak,
Melihat kebaikan, ketidakpahaman
Menghargai pendapat
Mungkin insight baru,
Memang aku bukan penyair, scientist atau ekononom,
Namun aku tidak mau bersembunyi dari ketidaktauan yang kupelajari,
Walaupun berjalan lambat,
Kuperlihatkan karya,
Menuangkan puisi,
Sampai dua puluh hari menulis
Lika-liku seorang pekerja wanita.
Harus berdiri tegak,
Di tengah petinggi yang kacau,
Menunjukkan siapa diriku dirimu,
Di ujung lorong akhir,
Masa penghentian
Delapan tahun lagi pengabdian
RINDU DALAM RESAH
Rindu itu selalu ada,
Baik-baik yah nak,
Beri kabar walau sekali
Akan selalu ada topik,
Dekat dan jauh
Tidak berarti,
Mulai hari ini,
Karya itu dicipta,
Indah dirasa,
Baik didengar,
Supaya nampak adab,
Hati tidak berdusta,
Dengar seksama,
Akui jika bersalah,
Perbaiki diri,
Sampai akhirnya,
Dunia akan tau,
Kita bernyawa
TERHEMPAS DALAM KUASA RAJA
Terhempas jauh selama tiga belas tahun,
Dari utara ke selatan,
Menempuh jarah duapuluh dua kilometer,
Dari mulai roda dua ke roda empat,
Melewati jalan tikus sekarang jalan tol,
Berganti rekan nano nano,
Sampai sekarang,
Menjadi pengawal raja kesiangan,
Otak diperas memainkan peran pura pura,
Seolah Raja serba bisa,
iya bisanya adalah racun,
Terhempas jauh dalam ribuan kata,
Menjadi rasa, terungkap dan terucap,
Mulai idealis hingga turunnya ekspektasi,
Angin begitu terasa dan
Panas tak terhindarkan,
Cukup aku tau, trauma dan lambatnya,
Raja bertindak,
Mengakumulasi emosi hingga meledak,
Belum terbongkar, busukmu
Aku menjadi korban,
Kau tutupi sampai kapan,
Siasat raja memang cerdik,
Tapi sayang bukan kancil,
Kamu hanya buaya menunggu mangsanya,
Kancil akan terhindar perangkap,
Jeratan hanya sementara mengikat kakinya,
Ada yang akan datang,
Membawa lompatan jauh,
Lebih jauh dari awalnya,
Akuilah Raja berkuasa,
Namun jalanmu masih ragu,
Garis lurus semu, tak kelihatan,
Umat menjadi tertipu,
Jangan sekedar bersikap,
Akhirnya naif dikata,
Cukup aku terhempas hingga usia lima puluh lima tahun,
Berdamai dalam jiwa,
Mencari arah lain Barat atau Timur,
Sampai pada kelimpahan,
Dekat dalam keabadian.
BERKATA TAK BERKARYA
Teruslah dalam keluh kesahmu,
Seolah tidak berpihak,
Nyatanya engkaupun turut menjadi pimicu,
Situasi kalut,
Teruslah dalam keluh kesahmu
Seolah tidak ada di tempat,
Nyatanya engkau pun turut berkata ini itu,
Situasi ricuh,
Aku berhenti berkata,
Menunggu kamu berbicara,
Berharap kamu sadar,
Kita masih butuh pekerjaan itu,
Terlalu naif berpikir,
Tidak kau hitung,
Dua tahun ada di ruang yang sama,
Kebenaran diputarbalikkan menjadi kebohongan,
Aku berhenti berkata,
Berharap matamu terbuka,
Kita masih punya tenaga,
Terlalu candu diucap,
Masa kerja bertambah,
Otak menjadi tak waras,
Aku berhenti berkata,
Haruskah keras sekelilingmu menegur,
Bahkan menyindir,
Berhenti mengucapkan keburukan,
Tanpa berbuat apa
Atau rasa kecewa yang dibalas
Penuh kemunafikan.
Aku tak berhenti bicara
Benar tak apa dibenci,
Menuliskan rasa,
Puisi gejolak jiwa,
Menunggu engkau berbicara.
HANYA BISA MEMANDANG
Masih aku ingin memandang
Bangunan itu berdiri,
Di antara pabrik, rumah dan toko,
Ada yang luput diperhatikan,
Sarang laba laba di ujung tembok,
Kotoran kelewar terjatuh,
Lampu terpasang terputus,
Bukan tidak ada lagi tempat,
Tapi bukan tempat yang tepat,
Yang dirancang tak sempurna,
Diisi orang orang bertopeng,
Makhluk tak berwajah,
Membisikkan keinginan,
Tinggal di kursi putar,
Entah di tengah Lapangan,
Atau lantai tiga tak berpenghuni,
Ingin dicari seperti pujaan,
Memang aku bukan pujangga,
Menuliskan kata di hari kelima belas,
Asal kamu tau,
Tak berbicara lebih baik,
Menatap saja, tanpa berkata
Apa yang di depan
MENGUBAH HALUAN
Menurunkan ekspektasi
Kurangi kata seharusnya
Ini dan itu,
Supaya tidak kecewa,
Terluka dalam batin,
Aku jaga dimana aku berdiri,
Sambil aku bersiasat pula,
Di atas papan catur,
Musuh raja mengejar benteng,
Pemikiran manusia jauh,
Jalannya sudah diatur,
Oleh Sang empunya,
Ternyata langkah raja,
Membuat benteng keluar,
Tak apalah itu permainan,
Akan kembali pada titik awal,
Logika dan hati tetap bekerja,
Orang bodoh mungkin menjadi bebal,
Orang pintar mungkin menjadi sombong,
Tak menyesal mengenal orang orang itu,
Memproses benteng menjadi lebih kokoh,
Entah siapa lagi memainkan caturnya,
Aku dalam kendali,
Sekarang aku tak akan berpikir banyak,
Ditulis dalam catatan juara,
Aku disini menjadi diri sendiri,
Waspada dari segala jalan gelap,
Tidak gegabah dan ceroboh
Masuk dalam perangkap,
Aku tetap berjalan lurus
Fokus pada tujuan,
Tajam mengarahkan,
Otoritas sang Khalik.
AKU AKAN BAIK-BAIK SAJA
Kamu sudah pergi,
Tidak tau apa yang kamu katakan,
Semua jadi salah dipahami
Siapa yang benar,
Ada orang ketiga,
Menyampaikan sesuatu,
Menjatuhkanku,
Aku akan pergi,
Akan tau siapa,
Seperti apa dirimu,
Ada orang menyamar,
Memanipulasi kata,
Menghempasku,
Ke tempat indah
Tak semua sampai,
Tak ada kusesali,
Realita berbicara,
Kesombongan awal dari keruntuhan,
Aku tak mau turut dengan mu
Asal kamu tau,
Aku baik baik saja
Bahagia dalam kebebasan jiwa
PENGADILAN DUNIA
Kiamat wa! ternyata terungkap tidak bersalah Mirna,
Lha mengapa harus mengucapkan kiamat, Dul?
Suatu saat dunia juga kiamat, kau ini Dul,
Salah benar akan kita bawa kepada sang Khalik,
Apa warna bajumu, apakah hitam seperti seorang hakim, berdasi, membawa palu dan buku kitab undang-Undang,
Atau kemeja warna putih, wajah sendu, menunggu duduk di ruang sidang, seorang terdakwa,
Seorang saksi pun harus ada di sana, mengucapkan janji, siap berkata jujur,
Mana enak ada di sana Dul,
Dua malam saja di polisi, dituduh penadah aku tidak betah Dul,
Kebenaran itu tak bisa terelakan, dari lajunya waktu,
Kesalahan pun tidak bisa ditutupi,
Jauh hari dipersiapkan, tidak ada kira-kira,
Semua adalah pasti
Menuju pengadilan, entah kemana jalannya,
Tapi ada ditemukan,
Bukan di ujung jalan buntu ya, Dul
Tidak ada masuk percobaan,
Pengurangan masa hukuman,
Jangan lah mau kamu berurusan
Namanya pengadilan,
Mungkin wajah akan ditutupi,
Bahkan topeng kayu harus dipakai,
Mirna itu tidak satu, Dul
Coba kau jadi Mirna,
Apakah dunia tidak akan kiamat?
AKU YAKIN AKU BAIK-BAIK SAJA
Aku baik baik saja,
Seperti katamu pak,
Aku harus kuat,
Seperti katamu pak,
Jalanku harus lurus,
Seperti katamu pak
Aku tidak boleh sakit,
Seperti katamu pak
Hatiku perlu melekat,
Jangan resah pak
Aku baik baik saja,
Dalam tangis memang aku sendiri,
Dalam kelu aku berkata dalam hati,
Dalam bimbang engkau tak datang,
Aku masih baik baik saja,
Dalam kekuranganku, selalu kupinta,
Dalam kebahagiaanku selalu kuharap,
Dalam kesukaan, selalu kuingat,
Aku akan baik baik saja,
Selalu kucari kedekatan,
Selalu kucari harapan,
Selalu kucari perlindungan,
Selalu kucari hikmat dan kebijakan,
Selalu kucari kesejatian hidup,
Aku yakin aku baik-baik saja.
ANTARA MERINDU DAN MEMBENCI
Selamat pagi tuan!
Apa kabar hari ini?
Sudahkah berjumpa dengan nyonya?
Tadi malam nyonya menangis
Mencari liontin kalungnya,
Sepertinya lepas tak sengaja,
Dua atau tiga hari tak bertemu,
Tidakkah Tuan merindu?
Tengoklah sebentar saja,
Mungkin dapat menghiburnya,
Simpanlah topinya dulu Tuan,
Memang mudah akan kau ganti,
Setidaknya mengurangi gundah hati,
Tuan, tidaklah bisa lupakan,
Kekhilafan Nyonya,
Bukan membela dan berpihak,
Ingatlah rasa cinta tuan,
Ketika pertama kali memandang,
Hingga nyonya memilih tuan,
Ini hanya kerikil kecil,
Berpalinglah kembali Tuan,
Tanyalah Nyonya sedang apa,
Mungkin tidak terucap,
Mengharap Tuan menyapa.
KEBEBASAN TAK TERBATAS
Api itu panas
Es itu dingin
Mengapa harus bertanya,
Perlukah dijelaskan,
Berapa derajatnya
Saat ini cukup tau,
Api membakar,
Es membeku,
Rasa tersentuh
Tak menentu
Menjadi keluh
Asal kau tau
Aku bisa bertahan
Menunggu saat
Kau menjauh
Ku cepat menghampiri,
Pada Sang pengendali.
Memposisikan manusia
Di gunung tinggi,
Atau di lembah curam,
Belas kasihan takkan cukup,
Hikmat menambah nilai,
Dimana aku berdiri,
Kelurusan hatiku,
Memang tak tertandingi,
Menghempas kegelapan hati,
Menerangi kalbu,
Hingga matahari terbit,
Membuka cakrawala,.
Hidup dalam kebebasan jiwa.
MENUNGGU BERUBAH
Melawan rasa
Tiap hari bertemu
Berusaha menghindar
Namun aku tak mampu
Dan aku harus berhadapan
Seperti pernah kuungkapkan
Lebih baik aku diam
Walau hati bergejolak
Sekutumu sudah sama denganmu
Tak seidealis dahulu
Mungkin terlalu nyaman kursimu
Tidak layak bagi siapapun
Selain dirimu
Hanya ingin dipuja puji
Seolah dirindukan
Tak bisa aku berdusta
Nyatanya ingin hidup seribu tahun lagi
Seperti penyair tuliskan
Ingin berakhir waktu ini
Berhenti berkata rasaku
Tak ingin aku jadi sepertimu
Di masa depanku
Cukup kau saja
Walaupun akan dikenang 13 tahun
Atau 14 tahun atau 15 tahun
Tak ingin aku bertemu,
Sikap malas belajar mu,
Manipulatifmu, egoismu
Hanya bisa memanfaatkan semua,
Hanya tipu dayamu,
Hingga orang mengatakan,
Kau seorang yang baik,
Berani aku katakan,
Bodoh aku ada di tempat itu,
Tinggal 8 tahun lagi,
Aku coba bertahan,
Memendam rasa,
Berusaha berjalan lebih cepat,
Membuat jejak karya untuk diriku
Hingga menjadi satu buku
Melawan rasa
MELIHAT MANUSIA BERADA
Manusia, manusia…
dalam pengembaraan,
Masih saling merebut kota,
Ketamakan dan kesombongan,
Menguasai hati gelapmu,
Padahal yang aku tau,
Engkau telah kenal Sang Pemilik,
Darimana aku tau,
Engkau mengakui kepintaranmu,
Engkau mengakui kekayaanmu
Engkau mengakui kejayaanmu
Engkau mengakui percayamu,
Semua adalah kasih karuniaNya,
Mengapa hatimu cepat berbalik,
Dari apa yang kau katakan,
Kuharap cepat manusia tersadar,
Semoga kami memiliki kemurnian hati
menunggu saatnya tiba,
Manusia berada dalam pilihannya
KALAU KAU BISA LAKUKANLAH
Baik dan sudah kulakukan,
Jauh sebelum kau minta,
Selalu kau lontarkan,
Kata manis namun beracun,
Hingga aku muak,
Mendengar suara dering telepon,
Disambung basa basimu,
Lempar saja kalau kau bisa!
Sampai ke langit,
Namun akan terlihat kembali jatuh!
Hempaskan saja kalau kau mau,
Pasrah dan lihat putaran,
Balik kembali pada satu titik,
Apa ada kewarasan?
Kapan tersadar sang pemilik?
Tidakkah kau lihat kehambaran kami?
Apa mungkin anggur kau sudah berikan untuk kami sehingga kami yang terlihat mabuk?
Aku tak mau menunggu renta,
Sebelum masanya, aku yakin
Busurku telah tertancap
Pada sasaran yang tepat
dan engkau akan terpukau.
MENJAGA JARAK
Entah apa rasamu saat ini
Melihat tingkahmu, aku heran
Tidak mau berdamai
Menerima apa adanya dirimu
Sehingga sejengkal
Impianku tercapai
Engkau bertabiat murka
Terlihat dengan senyum sinismu
Entah apa rasamu saat ini
Melihat egoismu, aku heran
Tidak mau bersapa
Menerima kekurangan diriku
Sehingga segunung
Impianku kau tepis
Engkau berkata bohong
Terlihat dengan wajah mengkerut
Lebih baik aku menjaga jarak
Tidak mau aku dekat
Biar tak banyak berprasangka
Aku ingin hidup bahagia
Bersama impian dan harapan
Memperoleh kesejatian hidup
Layaknya aku sebagai manusia
Yang akan kembali menjadi debu
Dan aku akan hidup dalam kekekalan
RINDU
Selalu menangis
Air mataku tak tertahan
Mengingatmu, anakku
Di tempat jauh
Tak mudah kami tempuh
Menggapai asamu
Menghamba pada panggilan
Menemukan kesejatian Illahi
Aku berusaha merelakan
Seperti apa katamu
Sama seperti hambaNya
Percaya akan harapan
Aku akan selalu merindu
Walau tersedu karena rasa haru
Namun aku pun bersyukur …
Aku selalu menunggu kedatanganmu
Teruslah berproses
Kita semua berjuang
Aku selalu menangis
Dalam doaku untukmu, anakku
SIAPA ITU?
“Apakah awan gelap itu akan datang kepadaku? ” tanyaku pada diriku sendiri.
“Apa yang akan terjadi? ” Apa mungkin aku selamat? ” terus aku bertanya dalam hati.
Ketika aku mengantar seorang yang baru kukenal, yang ternyata adalah teman dari temanku. Ia mengatakan keinginan menuju ke suatu tempat yang aku tau
“Mari Ku antar, kemanapun yang anda mau pergi”, ucapku dengan rasa yang penuh harap, Wanita paruh baya, orang itu menerima ajakanku
Kami pun pergi berjalan melewati satu jalan yang ramai, luas dan lebar, namun selanjutnya melewati pintu yang lebar dan kecil.
Aku terpana,melihat pintu itu harus dibuka dengan cara berdiam di depan pintu itu, ada seorang tua mengetuk pintu itu, senyum tulus dan pintu itu terbuka.
Waktu itu, bergegas, pikirku, ternyata aku bermimpi buruk malam itu…
SUDAH DAN CUKUP!
Banyak kali kau bicara
Aku diam
Kritik pejabat berpolitik
Aku diam
Hidup penuh strategi pertahanan
Aku diam
Pilihan jalan gelapmu
Aku diam
Sanjungan palsu untukku
Aku diam
Jangan meracuni prinsip hidupku
Aku diam
Takkala …
Lama rasa risau kami
Engkau diam
Lama sengsara tak ada suara
Engkau diam
Lama kaku tak bergerak
Engkau terus diam
Ayolah…
Akhiri masamu
Mulailah Visi baru
Teladan mulia
Menuju perubahan
Kegerakan inovasi
Menuju kejayaan
Bangkit …jiwaku
Semangat… ragaku
AKU SELALU BERUSAHA BAHAGIA
Alarm berbunyi setengah empat pagi, membangunkan tidurku,
Sepertinya nyenyak tapi tidak …
Begitu banyak rumus dan angka yang harus ku pahami dari kuliah statistika bisnis malam kemarin.
Tumpukan kertas di ruang dapur aku rapikan, telur dadar kumasak untuk sarapan anakku, mandi dan bersiap untuk masuk ke Hyundai hitam di garasi.
“Sudah jam setengah enam, apa pintu belakang sudah ditutup? Apa sudah pamit ke Koko? Apa laptop sudah kau bawa? Bagaimana dgn HP? ” Suamiku banyak bertanya memastikan tidak ada yang tertinggal.
“Ya, ya semua sudah, cepatlah, aku tidak mau terlambat masuk kerja!” kataku dengan segera menarik tas yang sudah kusiapkan.
Di perjalanan tol Pasteur, suami ku melirik kepadaku.
“Belum juga kau rias wajahmu, tapi aku lebih setuju, kau tidak pakai bedak, tanpa kosmetik, tampak lebih cantik, aku lebih senang seperti itu, alami”, suami setengah merayu.
” Tidak bisa pak, masa di depan murid aku tidak cantik pak, aku ingin kelihatan muda dengan anak-anak dan sepertinya memang aku masih muda kan?” jawabku sambil tertawa.
Suamiku tak banyak berkata dan tersenyum kembali, kami meiewati banyak jalan sepanjang hari, tiga belas tahun melewati jalan yang berbeda tapi tujuan yang selalu sama, Aku selalu berusaha bahagia
Kreator : NUR SUJANA
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: RESAH MENDALAM
Sorry, comment are closed for this post.