KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Misteri
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Sains
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » RESAH MENDALAM

    RESAH MENDALAM

    BY 22 Agu 2024 Dilihat: 100 kali
    RESAH MENDALAM_alineaku

    KEBUSUKAN RAJA

    Pelecehan itu terjadi pada benteng 

    ketika hendak pulang dari perang,

    Raja menertawakan benteng 

    mengumbarnya sebagai lelucon bohong, 

    Dipanggilnya tersangka dan tidak mengaku, 

    Raja sebagai sesama laki laki sama dengan pelaku tak menyadari, 

    Benteng terluka dalam ketakutan dan trauma, 

    Sekian lama tak berani berkata kepada panglima laki laki 

    atau perdana menteri laki laki, 

    Tetap menganggapnya bahwa itu lelucon dan kebohongan belaka, 

    Sampai akhirnya pembela datang, mengancam, 

    apakah Raja tidak mampu menjaga kota sehingga benteng terluka? 

    Raja meminta tersangka mengundurkan diri, 

    Benteng tidak Terima sebenarnya, 

    Seharusnya diberhentikan secara tidak hormat 

    di hadapan prajurit, 

    Prajurit tak bisa berbicara karena Raja membungkamnya rapat rapat, 

    Raja ingin kedamaian dan keamanan, 

    Hati nurani dilawan karena belas kasihan, 

    Tersangka tidak menjadi prajurit kembali, 

    Mengapa bisa terjadi pada benteng, 

    Tak ada kendali dan memberikan nasihat kepada raja, 

    Raja banyak tertawa dengan mahkota nya, 

    Yakin seumur hidup akan dipegang terus tahtanya. 

    Mungkin Raja tak menganggap benteng, 

    Bahannya tak mungkin mulai rapuh, 

    Kini benteng tetap bertahan, 

    Menunggu waktu tepat, 

    Berbicara akan kebenaran dan ketidakadilan, 

    Kebusukan dan perbiaran Raja, 

    Prajurit banyak tak memahami, 

    Dibodohi alasan perlawanan sebagai penghianatan, 

    Cukup akan melihat, betapa saat ini Raja terhebat dalam versinya saja

     

    UNTUK FENNY MURIDKU:

    Yang tidak bisa kamu tolak

    Adalah Kita dilahirkan 

    Dari seorang ibu seperti apa, 

    Waktu kecil memang kau ditimang, 

    Anak-anak dimanja, 

    Remaja seolah dibiarkan, 

    Masanya engkau sekarang, 

    berpikir dewasa nak, 

    Pakailah kerelaan hatimu, 

    Untuk menerima, 

    siapa ibumu

    Siapa ayahmu, 

    Anggaplah mereka sedang lelah, 

    Jika mereka berbicara, 

    Namun tak bisa 

    Kau memberikan jawaban benar, 

    Olahlah rasamu dan katamu, 

    Sebagaimana harusnya, 

    Kepada mereka, 

    Mungkin hari itu tidak tepat, 

    Betapa sakitnya hatimu, 

    Pahamnya semua rasamu, 

    Saat ini kau hanya butuh, 

    Pendamaian diri, 

    Mintalah kamu disentuh, 

    Lembut nya belaian mereka, 

    Doakanlah mereka hadir, 

    Dalam keberhasilan hidupmu, 

    Telah terlewati masa itu, 

    Aku yakin kamu bisa, Nak….. 

     

    MEMULAI DALAM REDUPNYA HIDUP

    Akhir perjalanan dunia khayalku, 

    Tak ada bandingannya, 

    Aku berdiri di  kayu pohon tua, 

    Melewati jembatan arus deras, 

    Kakiku linu, ngeri melihat ke bawah, 

    sandalku jatuh, 

    Sulit, tinggal beberapa langkah lagi, 

    Tak biasa ku lakukan, 

    Menapak pada alas kasar, 

    Tidak mungkin tidak sampai, 

    Jauh aku berpikir, 

    Menampakkan jiwa, 

    Aku tidak akan berhenti, 

    Menulis setelah dua puluh hari, 

    Jalan yang berbeda, 

    Tapi tujuan sama, 

    Biar cahaya menerangi, 

    Redup  namun tak selamanya, 

    Tak ada akhir nya, 

    Mengolah banyak daya, 

    Merangkai banyak kata, 

    Tak terhingga di episode lain. 

     

    AKU BUKAN BADUT

    Tertawalah karena memang lucu, 

    Janganlah tertawa hingga orang  bertanya, 

    Apakah aku aneh, 

    Ada apa di wajahku, 

    Apakah suaraku terbata gugup, 

    Bagaimana mimik wajahku, 

    Apakah Ekspresiku yang  bodoh? 

    Tersenyumlah dengan tulus, 

    Janganlah ada tersembunyi, 

    Katakanlah yang benar, 

    Nyatakan seharusnya,

    Hingga tak ada praduga, 

    Kepura-puraaan  diperlihatkan, 

    Ngawur tak karuan, 

    Menyulitkan banyak orang, 

    Seharusnya  kamu bijak, 

    Melihat kebaikan, ketidakpahaman

    Menghargai pendapat  

    Mungkin insight baru, 

    Memang aku bukan penyair, scientist atau ekononom, 

    Namun aku tidak mau bersembunyi dari ketidaktauan yang kupelajari, 

    Walaupun berjalan lambat, 

    Kuperlihatkan karya,

    Menuangkan puisi, 

    Sampai dua puluh hari menulis

    Lika-liku seorang pekerja wanita. 

    Harus berdiri tegak, 

    Di tengah petinggi yang kacau, 

    Menunjukkan siapa diriku dirimu, 

    Di ujung lorong akhir, 

    Masa penghentian

    Delapan tahun lagi pengabdian

     

    RINDU DALAM RESAH

    Rindu itu selalu ada, 

    Baik-baik yah nak, 

    Beri kabar walau sekali

    Akan selalu ada topik, 

    Dekat dan jauh

    Tidak berarti, 

    Mulai hari ini, 

    Karya itu dicipta, 

    Indah dirasa, 

    Baik didengar, 

    Supaya nampak adab, 

    Hati tidak berdusta, 

    Dengar seksama, 

    Akui jika bersalah, 

    Perbaiki diri, 

    Sampai akhirnya, 

    Dunia akan tau, 

    Kita bernyawa

     

    TERHEMPAS DALAM KUASA RAJA

    Terhempas jauh selama tiga belas tahun, 

    Dari utara ke selatan, 

    Menempuh jarah duapuluh dua kilometer, 

    Dari mulai roda dua ke roda empat, 

    Melewati jalan tikus sekarang jalan tol, 

    Berganti rekan nano nano, 

    Sampai sekarang, 

    Menjadi pengawal raja kesiangan, 

    Otak diperas memainkan peran pura pura, 

    Seolah Raja serba bisa,

    iya bisanya adalah racun, 

    Terhempas jauh dalam ribuan kata, 

    Menjadi rasa, terungkap dan terucap, 

    Mulai idealis hingga turunnya ekspektasi, 

    Angin begitu terasa dan

    Panas tak terhindarkan, 

    Cukup aku tau, trauma dan lambatnya, 

    Raja bertindak, 

    Mengakumulasi emosi hingga meledak, 

    Belum terbongkar, busukmu

    Aku menjadi korban, 

    Kau tutupi sampai kapan, 

    Siasat raja memang cerdik,

    Tapi sayang bukan kancil,

    Kamu hanya buaya menunggu mangsanya, 

    Kancil akan terhindar perangkap, 

    Jeratan hanya sementara mengikat kakinya, 

    Ada  yang akan datang, 

    Membawa lompatan jauh, 

    Lebih jauh dari awalnya, 

    Akuilah Raja berkuasa, 

    Namun jalanmu masih ragu, 

    Garis lurus semu, tak kelihatan, 

    Umat menjadi tertipu,

    Jangan sekedar bersikap, 

    Akhirnya naif dikata, 

    Cukup aku terhempas hingga usia lima puluh lima tahun, 

    Berdamai dalam jiwa, 

    Mencari arah lain Barat atau Timur, 

    Sampai pada kelimpahan, 

    Dekat dalam keabadian. 

     

    BERKATA TAK BERKARYA

    Teruslah dalam keluh kesahmu, 

    Seolah tidak berpihak, 

    Nyatanya engkaupun turut menjadi pimicu, 

    Situasi kalut, 

    Teruslah dalam keluh kesahmu

    Seolah tidak ada di tempat, 

    Nyatanya engkau pun turut berkata ini itu, 

    Situasi ricuh, 

    Aku berhenti berkata, 

    Menunggu kamu berbicara, 

    Berharap kamu sadar, 

    Kita masih butuh pekerjaan itu, 

    Terlalu naif berpikir, 

    Tidak kau hitung, 

    Dua tahun ada di ruang yang sama, 

    Kebenaran diputarbalikkan menjadi kebohongan, 

    Aku berhenti berkata, 

    Berharap matamu terbuka, 

    Kita masih punya tenaga, 

    Terlalu candu diucap, 

    Masa kerja bertambah, 

    Otak menjadi tak waras, 

    Aku berhenti berkata, 

    Haruskah keras sekelilingmu menegur,

    Bahkan menyindir, 

    Berhenti mengucapkan keburukan, 

    Tanpa berbuat apa 

    Atau rasa kecewa yang dibalas 

    Penuh kemunafikan. 

    Aku tak berhenti bicara

    Benar tak apa dibenci, 

    Menuliskan rasa, 

    Puisi gejolak jiwa, 

    Menunggu engkau berbicara. 

     

    HANYA BISA MEMANDANG

    Masih aku ingin memandang

    Bangunan itu berdiri, 

    Di antara pabrik, rumah dan toko, 

    Ada yang luput diperhatikan, 

    Sarang laba laba di ujung tembok, 

    Kotoran kelewar terjatuh, 

    Lampu terpasang terputus, 

    Bukan tidak ada lagi tempat, 

    Tapi bukan tempat yang tepat, 

    Yang dirancang tak sempurna, 

    Diisi orang orang  bertopeng, 

    Makhluk tak berwajah, 

    Membisikkan keinginan, 

    Tinggal di kursi putar, 

    Entah di tengah Lapangan, 

    Atau lantai tiga tak berpenghuni, 

    Ingin dicari seperti pujaan, 

    Memang aku bukan pujangga, 

    Menuliskan kata di hari kelima belas, 

    Asal kamu tau, 

    Tak berbicara lebih baik, 

    Menatap saja, tanpa berkata

    Apa yang di depan

     

    MENGUBAH HALUAN 

    Menurunkan ekspektasi

    Kurangi kata seharusnya

    Ini dan itu, 

    Supaya tidak kecewa, 

    Terluka dalam batin, 

    Aku jaga dimana aku berdiri, 

    Sambil aku bersiasat pula, 

    Di atas papan catur, 

    Musuh raja mengejar benteng, 

    Pemikiran manusia jauh, 

    Jalannya sudah diatur, 

    Oleh Sang empunya, 

    Ternyata langkah raja, 

    Membuat benteng keluar, 

    Tak apalah itu permainan, 

    Akan kembali pada titik awal, 

    Logika dan hati tetap bekerja, 

    Orang bodoh mungkin menjadi bebal, 

    Orang pintar mungkin menjadi sombong, 

    Tak menyesal mengenal orang orang itu, 

    Memproses benteng menjadi lebih kokoh, 

    Entah siapa lagi memainkan caturnya, 

    Aku dalam kendali, 

    Sekarang aku tak akan berpikir banyak, 

    Ditulis dalam catatan juara, 

    Aku disini menjadi diri sendiri, 

    Waspada dari segala jalan gelap, 

    Tidak gegabah dan ceroboh

    Masuk dalam perangkap, 

    Aku tetap berjalan lurus

    Fokus pada tujuan, 

    Tajam mengarahkan, 

    Otoritas sang Khalik. 

     

    AKU AKAN BAIK-BAIK SAJA

    Kamu sudah pergi, 

    Tidak tau apa yang kamu katakan, 

    Semua jadi salah dipahami

    Siapa yang benar, 

    Ada orang ketiga, 

    Menyampaikan sesuatu, 

    Menjatuhkanku, 

    Aku akan pergi, 

    Akan tau siapa, 

    Seperti apa dirimu, 

    Ada orang menyamar, 

    Memanipulasi kata, 

    Menghempasku, 

    Ke tempat indah

    Tak semua sampai, 

    Tak ada kusesali, 

    Realita berbicara, 

    Kesombongan awal dari keruntuhan, 

    Aku tak mau turut dengan mu

    Asal kamu tau, 

    Aku baik baik saja

    Bahagia dalam kebebasan jiwa

     

    PENGADILAN DUNIA

    Kiamat wa! ternyata terungkap tidak bersalah Mirna, 

    Lha mengapa harus mengucapkan kiamat, Dul?

    Suatu saat dunia juga kiamat, kau ini Dul, 

    Salah benar akan kita bawa kepada sang Khalik, 

    Apa warna bajumu, apakah hitam seperti seorang hakim, berdasi, membawa palu dan buku kitab undang-Undang, 

    Atau kemeja warna putih, wajah sendu, menunggu duduk di ruang sidang, seorang terdakwa, 

    Seorang saksi pun harus ada di sana, mengucapkan janji, siap berkata jujur, 

    Mana enak ada di sana Dul, 

    Dua malam saja di polisi, dituduh penadah aku tidak betah Dul, 

    Kebenaran itu tak bisa terelakan, dari lajunya waktu, 

    Kesalahan pun tidak bisa ditutupi, 

    Jauh hari dipersiapkan, tidak ada kira-kira, 

    Semua adalah pasti

    Menuju pengadilan, entah kemana jalannya,

    Tapi ada ditemukan, 

    Bukan di ujung jalan buntu ya, Dul

    Tidak ada masuk percobaan, 

    Pengurangan masa hukuman, 

    Jangan lah mau kamu berurusan 

    Namanya pengadilan, 

    Mungkin wajah akan ditutupi, 

    Bahkan topeng kayu harus dipakai, 

    Mirna itu tidak satu, Dul

    Coba kau jadi Mirna, 

    Apakah dunia tidak akan kiamat? 

     

    AKU YAKIN AKU BAIK-BAIK SAJA

    Aku baik baik saja, 

    Seperti katamu pak, 

    Aku harus kuat, 

    Seperti katamu pak, 

    Jalanku harus lurus, 

    Seperti katamu pak

    Aku tidak boleh sakit, 

    Seperti katamu pak

    Hatiku perlu melekat, 

    Jangan resah pak

    Aku baik baik saja, 

    Dalam tangis memang aku sendiri, 

    Dalam kelu aku berkata dalam hati, 

    Dalam bimbang engkau tak datang, 

    Aku masih baik baik saja, 

    Dalam kekuranganku, selalu kupinta, 

    Dalam kebahagiaanku selalu kuharap, 

    Dalam kesukaan, selalu kuingat, 

    Aku akan baik baik saja, 

    Selalu kucari kedekatan, 

    Selalu kucari harapan, 

    Selalu kucari perlindungan, 

    Selalu kucari hikmat dan kebijakan, 

    Selalu kucari kesejatian hidup, 

    Aku yakin aku baik-baik saja.

     

    ANTARA MERINDU DAN MEMBENCI

    Selamat pagi tuan! 

    Apa kabar hari ini? 

    Sudahkah berjumpa dengan nyonya? 

    Tadi malam nyonya menangis

    Mencari liontin kalungnya, 

    Sepertinya lepas tak sengaja, 

    Dua atau tiga hari tak bertemu, 

    Tidakkah Tuan merindu? 

    Tengoklah sebentar saja, 

    Mungkin dapat menghiburnya, 

    Simpanlah topinya dulu Tuan, 

    Memang mudah akan kau ganti, 

    Setidaknya mengurangi gundah hati, 

    Tuan, tidaklah bisa lupakan, 

    Kekhilafan Nyonya, 

    Bukan membela dan berpihak, 

    Ingatlah rasa cinta tuan, 

    Ketika pertama kali memandang, 

    Hingga nyonya memilih tuan, 

    Ini hanya kerikil kecil, 

    Berpalinglah kembali Tuan, 

    Tanyalah Nyonya sedang apa, 

    Mungkin tidak terucap, 

    Mengharap Tuan menyapa. 

     

    KEBEBASAN TAK TERBATAS

    Api itu panas

    Es itu dingin

    Mengapa harus bertanya, 

    Perlukah  dijelaskan, 

    Berapa derajatnya

    Saat ini cukup tau, 

    Api membakar, 

    Es membeku, 

    Rasa tersentuh

    Tak menentu 

    Menjadi keluh

    Asal kau tau

    Aku bisa bertahan

    Menunggu saat

    Kau menjauh 

    Ku cepat menghampiri, 

    Pada Sang pengendali. 

    Memposisikan manusia 

    Di gunung tinggi, 

    Atau di lembah curam,

    Belas kasihan takkan cukup,

    Hikmat menambah nilai,

    Dimana aku berdiri,

    Kelurusan hatiku,

    Memang tak tertandingi,

    Menghempas kegelapan hati,

    Menerangi kalbu,

    Hingga matahari terbit,

    Membuka cakrawala,. 

    Hidup dalam kebebasan jiwa. 

     

    MENUNGGU BERUBAH

    Melawan rasa

    Tiap hari bertemu

    Berusaha menghindar

    Namun aku tak mampu

    Dan aku harus berhadapan

    Seperti pernah kuungkapkan

    Lebih baik aku diam

    Walau hati bergejolak

    Sekutumu sudah sama denganmu

    Tak seidealis dahulu

    Mungkin terlalu nyaman kursimu

    Tidak layak bagi siapapun

    Selain dirimu

    Hanya ingin dipuja puji

    Seolah dirindukan

    Tak bisa aku berdusta

    Nyatanya ingin hidup seribu tahun lagi

    Seperti penyair tuliskan

    Ingin berakhir waktu ini

    Berhenti berkata rasaku 

    Tak ingin aku jadi sepertimu

    Di masa depanku

    Cukup kau saja

    Walaupun akan dikenang 13 tahun 

    Atau 14 tahun atau 15 tahun

    Tak ingin aku bertemu, 

    Sikap malas belajar mu, 

    Manipulatifmu, egoismu

    Hanya bisa memanfaatkan semua, 

    Hanya tipu dayamu, 

    Hingga orang mengatakan, 

    Kau seorang yang baik, 

    Berani aku katakan, 

    Bodoh aku ada di tempat itu, 

    Tinggal 8 tahun lagi, 

    Aku coba bertahan, 

    Memendam rasa, 

    Berusaha berjalan lebih cepat, 

    Membuat jejak karya untuk diriku

    Hingga menjadi satu buku

    Melawan rasa

     

    MELIHAT MANUSIA BERADA

    Manusia, manusia… 

    dalam pengembaraan, 

    Masih saling merebut kota, 

    Ketamakan dan kesombongan, 

    Menguasai hati gelapmu, 

    Padahal yang aku tau, 

    Engkau telah kenal Sang Pemilik, 

    Darimana aku tau, 

    Engkau mengakui kepintaranmu,

    Engkau mengakui kekayaanmu 

    Engkau mengakui kejayaanmu

    Engkau mengakui percayamu, 

    Semua adalah kasih karuniaNya, 

    Mengapa hatimu cepat berbalik, 

    Dari apa yang kau katakan, 

    Kuharap cepat manusia tersadar, 

    Semoga kami memiliki kemurnian hati 

    menunggu saatnya tiba, 

    Manusia berada dalam pilihannya

     

    KALAU KAU BISA LAKUKANLAH 

    Baik dan sudah kulakukan, 

    Jauh sebelum kau minta, 

    Selalu kau lontarkan, 

    Kata manis namun beracun, 

    Hingga aku muak,

    Mendengar suara dering telepon, 

    Disambung basa basimu, 

    Lempar saja kalau kau bisa! 

    Sampai ke langit, 

    Namun akan terlihat kembali jatuh! 

    Hempaskan saja kalau kau mau, 

    Pasrah dan lihat putaran, 

    Balik kembali pada satu titik, 

    Apa ada kewarasan? 

    Kapan tersadar sang pemilik? 

    Tidakkah kau lihat kehambaran kami? 

    Apa mungkin anggur kau sudah berikan untuk kami sehingga kami yang terlihat mabuk? 

    Aku tak mau menunggu renta, 

    Sebelum masanya, aku yakin

    Busurku telah tertancap

    Pada sasaran yang tepat

    dan engkau akan terpukau.

     

     

    MENJAGA JARAK

    Entah apa rasamu saat ini

    Melihat tingkahmu, aku heran

    Tidak mau berdamai 

    Menerima apa adanya dirimu

    Sehingga sejengkal 

    Impianku tercapai

    Engkau bertabiat murka

    Terlihat dengan senyum sinismu

     

    Entah apa rasamu saat ini

    Melihat egoismu, aku heran

    Tidak mau bersapa

    Menerima kekurangan diriku

    Sehingga segunung 

    Impianku  kau tepis

    Engkau berkata bohong

    Terlihat dengan wajah mengkerut

    Lebih baik aku menjaga jarak

    Tidak mau aku dekat

    Biar tak banyak berprasangka

    Aku ingin hidup bahagia

    Bersama impian dan harapan

    Memperoleh kesejatian hidup

    Layaknya aku sebagai manusia

    Yang akan kembali menjadi debu

    Dan aku akan hidup dalam kekekalan

     

    RINDU 

    Selalu menangis

    Air mataku tak tertahan 

    Mengingatmu, anakku

    Di tempat jauh

    Tak mudah kami tempuh

    Menggapai asamu

    Menghamba pada panggilan

    Menemukan kesejatian Illahi

    Aku berusaha merelakan

    Seperti apa katamu

    Sama seperti hambaNya

    Percaya akan harapan

    Aku akan selalu merindu

    Walau tersedu karena rasa haru

    Namun aku pun bersyukur … 

    Aku selalu menunggu kedatanganmu

    Teruslah  berproses

    Kita semua berjuang

    Aku selalu menangis

    Dalam doaku untukmu, anakku

     

    SIAPA ITU?

    “Apakah awan gelap itu akan datang kepadaku? ” tanyaku pada diriku sendiri. 

    “Apa yang akan terjadi? ” Apa mungkin aku selamat? ” terus aku bertanya dalam hati. 

    Ketika aku mengantar seorang yang baru kukenal, yang ternyata adalah teman dari temanku. Ia mengatakan keinginan menuju ke suatu tempat yang aku tau

    “Mari Ku antar, kemanapun yang anda mau pergi”, ucapku dengan rasa yang penuh harap, Wanita paruh baya, orang  itu menerima ajakanku

    Kami pun pergi berjalan melewati satu jalan yang ramai, luas dan lebar, namun selanjutnya melewati pintu yang lebar dan kecil. 

    Aku terpana,melihat pintu itu harus dibuka dengan cara berdiam di depan pintu itu,  ada seorang  tua mengetuk pintu itu, senyum tulus dan pintu itu terbuka. 

    Waktu itu, bergegas, pikirku, ternyata aku bermimpi buruk malam itu…

     

    SUDAH DAN CUKUP!

    Banyak kali kau bicara

    Aku diam

    Kritik pejabat  berpolitik

    Aku diam

    Hidup  penuh strategi pertahanan

    Aku diam

    Pilihan jalan gelapmu

    Aku diam

    Sanjungan palsu untukku

    Aku diam

    Jangan meracuni prinsip hidupku

    Aku diam

    Takkala … 

    Lama rasa risau kami

    Engkau diam

    Lama sengsara tak ada suara

    Engkau diam

    Lama kaku tak bergerak

    Engkau terus diam

    Ayolah… 

    Akhiri masamu

    Mulailah Visi baru

    Teladan mulia

    Menuju  perubahan

    Kegerakan inovasi 

    Menuju kejayaan

    Bangkit …jiwaku

    Semangat… ragaku

     

    AKU SELALU BERUSAHA BAHAGIA

    Alarm berbunyi setengah empat pagi, membangunkan tidurku, 

    Sepertinya nyenyak tapi tidak … 

    Begitu banyak rumus dan angka yang harus ku pahami dari kuliah statistika bisnis malam kemarin. 

    Tumpukan kertas di ruang dapur aku rapikan, telur dadar kumasak untuk sarapan anakku, mandi dan bersiap untuk masuk ke Hyundai hitam di garasi. 

    “Sudah jam setengah enam, apa pintu belakang sudah ditutup? Apa sudah pamit ke Koko? Apa laptop sudah kau bawa? Bagaimana dgn HP?  ” Suamiku banyak bertanya memastikan tidak ada yang tertinggal. 

    “Ya, ya semua sudah, cepatlah, aku tidak mau terlambat masuk kerja!” kataku dengan segera menarik tas yang sudah kusiapkan. 

    Di perjalanan tol Pasteur, suami ku melirik kepadaku. 

    “Belum juga kau rias wajahmu, tapi aku lebih setuju, kau tidak pakai bedak, tanpa kosmetik, tampak lebih cantik, aku lebih senang seperti itu, alami”, suami setengah merayu.

    ” Tidak bisa pak, masa di depan murid aku tidak cantik pak, aku ingin kelihatan muda dengan anak-anak dan sepertinya memang aku masih muda kan?” jawabku sambil tertawa. 

    Suamiku tak banyak berkata dan tersenyum kembali, kami meiewati banyak jalan sepanjang hari, tiga belas tahun melewati jalan yang berbeda tapi tujuan yang selalu sama, Aku selalu berusaha bahagia

     

     

    Kreator : NUR SUJANA

    Bagikan ke

    Comment Closed: RESAH MENDALAM

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021