Judul : Pacaran Dalam Kacamata Islam
Pengarang : Abdurahman Al – Mukaffi
Penerbit : Media Dakwah
Tahun : 2001 (Edisi Revisi)
Tebal : (xi + 139 hal)
Peresensi : Hidayat Adi Firmanto, S.Pd.*

Masa remaja dan pacaran bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Sehingga bila ada remaja yang tak pacaran, dia akan dikatakan remaja kurang gaul, kuper, jomblo atau sebutan aneh lainnya. Sebaliknya mereka yang melakukan ritual pacaran, menyebut diri mereka sebagai anak yang modern, gaul dan mengikuti trend. Sebegitu mengurat akarnya budaya pacaran seakan ini menjadi standar resmi pergaulan ABG (anak baru gede) sekarang ini. Sehingga orang tua kebanyakan pun ikut arus sampai menganggap bahwa ketika anak remajanya belum dapat pacar akan risau dan gelisah, khawatir anaknya jangan-jangan tidak laku.
Sementara di sisi lain, aktivitas pacaran sudah begitu banyak makan korban berjatuhan dikalangan remaja kita termasuk remaja muslim kita. Melalui pacaran ini pula sepasang laki-laki dan perempuan seolah mendapat wadah untuk menjalankan “kebersamaan”. Di momen inilah semacam ada “penghalalan” hubungan antara laki-laki dan perempuan sementara mereka berstatus pra nikah. Sekedar mengingatkan, bahwa masa pra nikah adalah waktu belum terikatnya ke dua belah pihak laki dan perempuan akan hak dan kewajibannya. Kondisi inilah yang malah sering dimanfaatkan, terutama oleh pihak laki-laki, untuk berbuat tanpa harus menghitung resiko di belakang hari sebagai akibat dari pergaulan bebasnya. Kebebasan laki-laki untuk “menikmati “ kebersamaan bersama teman wanitanya tanpa adanya kewajiban yang mengikatnya adalah sebuah sisi hitam aktivitas pacaran yang sering terabaikan oleh para pelakunya. Bagaimana mungkin seorang laki-laki dapat secara bebas tanpa syarat memegang, menggandeng dan me… me … yang lain tanpa ikatan apaupun hanya berdasar atas nama cinta, saling suka, saling setia. Itulah produk aktivitas yang digerakkan oleh hawa nafsu semata.
Coba bandingkan dengan pernikahan. Untuk memasuki pintu pernikahan, agar mendapat penghalalan atas hubungan yang dibangun oleh laki-laki dan perempuan, mereka akan terikat oleh syarat-syarat tertentu dan aturan yang meliputi pemenuhan hak dan kewajiban masing-masing dengan disaksikan oleh saksi, tercatat oleh petugas KUA dan adanya pembayaran mas kawin dengan jumlah tertentu. Bagaimana dengan pacaran?
Inilah potret buram yang melandasi penulisan buku ini sembari memberikan rekaman data empirik tentang aktivitas pacaran dan berbagai akibatnya yang memang sudah banyak makan korban terutama di kalangan para remaja putri. Penulis juga memberikan landasan dan cara pandang Islam tentang batas pergaulan remaja, laki-laki dan perempuan dan hikmah-hikmahnya demi kebaikan pelakunya. Untuk memudahkan pembaca memahami bagaimana Islam memandang pacaran dan apakah ada konsep pacaran dalam Islam? Atau dengan kata lain adakan pacaran yang Islami?, di buku ini penulis membuat alur buku sebagai berikut :
Bab I, diawali dengan deskripsi tentang wanita dan peran-peran yang dapat dimainkannya serta efek yang ditimbulkannya. Selain itu dia juga memotret sisi wanita menurut pandangan ajaran Islam. Bagaimana Islam memandang kaum wanita lebih luhur dan mulia dari pada yang selama ini disalah artikan oleh banyak orang. Doktrin bahwa surga ada di bawah telapak kaki seorang ibu (yang juga mesti wanita), adalah bukti tak terbantahkan akan strategisnya posisi wanita dalam Islam. Maka sudah sepantasnya wanita ditempatkan pada posisi yang terhormat. Adanya kesan bahwa Islam “membatasi” wanita sebenarnya demi kebaikan wanita itu sendiri yang dampaknya akan terasa bagi komunitas manusia keseluruhan. Mengenai hal ini saya teringat adanya statemen yang mengatakan bahwa bila ingin melihat bagaimana suatu bangsa itu di masa depan, lihatlah bagaimana keadaan kaum wanitanya saat ini. Bila mereka itu rusak, keluar dari norma-norma, maka tunggu saja generasi keturunannya, mereka akan cenderung ikut rusak. Ini bisa dimengerti karena wanita (baca ibu) sebagai guru pertama manusia.
Bab II Mengulas bagaimana proses hubungan yang lebih jauh terjadi. Inilah sumbangan terbesar aktivitas pacaran dalam mengantarkan pelakunya menuju ke lembah kenistaan yang dilarang, yaitu perzinaan. Padahal Al Qur’an secara preventif menjelaskan dalam surat Al Isra ayat ; 32 yang bermakna : Dan janganlah kamu mendekati zina (yaitu segala perbuatan yang menuju ke arah zina, seperti berduaan dengan lawan jenis, bergandengan, saling pandang, berciuman dan lain-lain. Yang semuanya hampir ada dalam agenda pacaran), sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.
Bab III, membahas batas-batas pergaulan anatar lawan jenis dalam rangka menghindari zina. Mulai dari menjaga pandangan, menghindari ber-khalwat (campur dengan lawan jenis) di tempat yang sepi yang memungkinkan godaan setan masuk dengan lebih leluasa, dan akhirnya …. khilaf.
Bab ke 4 Penulis memberikan solusi yang bertanggung jawab dengan jalur pernikahan yang dirahmati dan diberkati. Yang ada dalam Islam adalah percintaan setelah nikah. Untuk uraian satu ini coba baca buku Nikmatnya Pacaran setelah Pernikahan karya Salim A. Fillah terbitan Pro-U Media Yogyakarta. Manfaat dan hikmah pernikahan dalam pandangan Islam pun diungkap tidak hanya sekedar penyaluran hasrat biologis semata, seperti mencapai kemakmuran dunia, terpeliharanya kehormatan, bertambahnya kesempurnaan iman seseorang, menghubungkan tali silaturahim, dan perolehan keturunan yang saleh salihah. Yang tidak kalah menariknya ada tuntunan bagaimana memilih pasangan hidup. Mulai dari wajah yang menarik hati, keturunannya, harta bendanya sampai yang menjadi prioritas utama adalah bagaimana akhlak dari calon pasangan itu. Wah pokoknya happy dunia akherat. Inilah surga dunia bila bisa mendapatkannya.
Dan Bab ke V ditutup dengan muara akhir dari semua aktivitas percintaan ini adalah dalam rangka mencari ridho Allah SWT. Bukan cinta berdasarkan nafsu yang langgeng dan barokah, tetapi cinta yang dibingkai oleh kecintaan dan ketaatan terhadap yang Maha Pengasih dan Penyayang, Allah Swt. Sehingga ketika orang-orang yang kita cintai sekalipun mengajak untuk melakukan maksiat kepada Allah, kita akan dengan berani dan sadar mengatakan “maaf dik, maaf pa, bu , aku lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya dari pada menuruti hawa nafsu yang cenderung mengajak kepada kemaksiatan.
Karena muatan yang komprehensif dengan wawasan yang luas, serta data yang bisa dipertanggung jawabkan, sudah sepantasnya buku ini menjadi salah satu rujukan para remaja muslim dan terutama orang tua dalam membimbing putra putrinya menjalani masa remajanya dengan selamat dalam ridho dan bimbingan Allah SWT. Semoga…
Profil Penulis
Hidayat Adi Firmanto, pengajar di sebuah SMP di Tegal. Sejak tahun 2021, penulis banyak belajar di Komunitas Menulis yang pernah diikuti. Penulis bisa dihubungi lewat FB Hidayat Adi Firmanto, IG @hidayataf_70 dan email hidayatadifirmanto@gmail.com.
Comment Closed: RESENSI BUKU
Sorry, comment are closed for this post.