KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Rindu Rumah

    Rindu Rumah

    BY 28 Jul 2025 Dilihat: 24 kali
    Rindu Rumah_alineaku

    Reyhan duduk sendirian di beranda rumahnya yang kecil di pinggir kota. Matahari sore mulai tenggelam, menyisakan semburat jingga di langit. Ia memeluk lututnya, menggigit bibir bawah, dan menatap jalan kecil di depan rumah yang sepi.

    Di dalam rumah, suara televisi menggelegar. Adiknya, Lala, menangis karena Ibu memarahinya. Lagi-lagi soal hal kecil—susu tumpah, mainan berantakan, atau kamar yang tidak rapi. Sudah biasa. Suara seperti itu terdengar setiap hari di rumah ini.

    Reyhan mendengus pelan. Ia baru kelas enam SD, tapi entah kenapa akhir-akhir ini merasa… tidak betah di rumah sendiri. Tidak ada yang memukul, tidak ada kekerasan. Tapi juga tidak ada pelukan. Tidak ada canda. Tidak ada tanya yang tulus.

    Ayah pulang malam, Ibu selalu terlihat lelah dan kesal, Lala sering menangis. Dan dirinya? Hanya seperti penghuni tambahan yang tidak terlalu dianggap ada.

    Malam itu, setelah mencuci kaki dan masuk kamar, Reyhan menulis di buku tulis bekas:

    “Perjalanan Mencari Cinta di Rumah”


    Ia menuliskan dengan spidol biru besar-besar.

    Di bawahnya ia tulis:


    “Cinta bukan cuma soal suka terhadap lawan jenis. Aku cuma mau rumah ini hangat lagi Seperti dulu.”

     

    Membantu Ibu

    Keesokan paginya, Reyhan bangun lebih awal. Ia menyapu halaman sebelum Ibu bangun. Lalu membantu Lala memakai kaus kaki dan menyiapkan bekal sekolah mereka berdua. Saat Ibu keluar kamar, wajahnya masih sayu.

    “Lho, ini siapa yang nyapu?” tanya Ibu, setengah bingung.

    “Aku, Bu” jawab Reyhan pendek.

    “Kenapa? Ada apa?”

    “Enggak, cuma pengen bantu.”

    Ibu tak menjawab. Hanya diam tapi untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu, suara omelan pagi tidak terdengar. Reyhan mencatat itu sebagai “tanda kecil.”

    Di sekolah, ia tidak cerita pada siapa pun. Bahkan pada Dimas, sahabatnya, ia hanya bilang, “Gue lagi cari sesuatu di rumah.” Dimas mengangkat alis, tapi tidak bertanya lebih lanjut. Ia tahu Reyhan bukan tipe yang suka menjelaskan.

    Malamnya, Reyhan membantu Ibu mencuci piring. Walau hanya sedikit, dan tangan kecilnya kaku, Ibu sempat berkata, “Nanti sabunnya boros, Han.” Tapi ucapannya itu… diiringi senyum tipis bukan omelan.

     

    Bermain Bersama Lala

    Hari kedua, Reyhan pulang sekolah dan tidak langsung masuk kamar. Ia mencari Lala di ruang tengah. Gadis kecil itu sedang menggambar di atas lantai, dengan krayon berantakan di sekelilingnya.

    “Mau Abang temenin?” tanya Reyhan, duduk di sebelahnya.

    Lala mengangguk cepat, matanya berbinar.

    Mereka menggambar rumah, matahari, dan orang-orangan dengan kepala besar. Lala menggambar semua orang satu-satu: Ayah, Ibu, Reyhan, dan dirinya sendiri.

    “Aku kasih hati di atas rumah.” katanya, sambil menambahkan simbol cinta besar berwarna merah muda.

    Reyhan diam sebentar, lalu tersenyum. Ia menulis di bukunya malam itu:
    “Lala masih percaya cinta itu ada di rumah. Mungkin aku juga harus belajar lagi dari dia.”

     

    Menunggu Ayah

    Hari ketiga, Reyhan tidak langsung tidur. Ia duduk di ruang tamu sampai jam delapan malam. Angin malam mulai dingin. Lampu ruang tengah menyala kekuningan. Suara motor akhirnya terdengar, Ayah pulang.

    Pria itu tampak lelah seperti biasa—jaket lusuh, wajah berminyak, dan langkah kaki berat.

    “Ayah,” sapa Reyhan.

    Ayah menoleh cepat, tampak kaget.

    “Ya, kenapa belum tidur?”

    “Aku mau ngobrol sebentar.”

    Ayah menghela napas. “Nanti ya, Ayah mau mandi dulu.”

    “Sebentar aja… Aku cuma mau tanya satu hal.”

    Ayah diam. Lalu duduk di kursi rotan yang sudah mulai reot.

    “Ayah masih sayang sama aku nggak?”

    Pertanyaan itu membuat Ayah terdiam. Dahi berkerut. Tatapannya lurus ke arah Reyhan yang duduk bersila di lantai.

    “Ayah sayang… tentu aja. Tapi kenapa nanya kayak gitu?”

    “Soalnya sekarang kita nggak pernah ngobrol. Ayah pulang malam, atau kalau ayah pulang sore di rumah hanya memandangi HP  saja, aku juga nggak tahu Ayah lagi sibuk apa.”

    Ayah mengangguk pelan. “Ayah kerja keras, Han. Supaya kalian bisa sekolah, biar kamu bisa punya masa depan.”

    “Aku ngerti, Tapi… aku juga pengen Ayah di rumah nemenin aku belajar atau makan bareng, nggak setiap hari kadang aja cukup.”

    Ayah memejamkan mata sebentar, lalu berdiri, dan mengusap kepala Reyhan perlahan.

    “Maaf ya mulai besok Ayah berusaha memperbaiki semuanya.”

    Reyhan mengangguk perlahan, di bibirnya tersungging senyum yang tipis, seraya berkata “terimakasih ayah, sudah mendengarkan kegalauanku.”

     

    Perubahan Kecil

    Hari-hari berikutnya tidak berubah drastis, tapi Reyhan merasakan ada yang mulai bergeser. Ibu mulai menyapa lebih lembut, Lala lebih ceria. Ayah, meski tetap pulang malam, kini menyempatkan lima belas menit duduk bersama mereka di meja makan. Walau hanya ngobrol soal game atau pertandingan sepak bola, bagi Reyhan, itu sudah cukup.

    Suatu sore saat hujan deras dan listrik padam, keluarga mereka duduk bersama di ruang tengah dengan lilin kecil. Ibu mulai bercerita soal masa kecilnya, Ayah ikut menimpali. Reyhan dan Lala tertawa. Tidak ada televisi, tidak ada ponsel hanya mereka berlima dan suara hujan.

    Malam itu, Reyhan merasa rumah itu benar-benar seperti rumah lagi.

     

    Sepuluh hari setelah petualangan kecilnya dimulai, Reyhan membuka kembali buku tulisnya. Halaman terakhir ia isi perlahan:

    “Cinta itu bukan selalu pelukan atau kata-kata manis. tapi hadir dalam hal kecil: perhatian, mendengar, tertawa bersama, kadang kita pikir cinta hilang dari rumah, padahal ia cuma sembunyi di balik lelah dan diam. Kalau dicari, cinta itu bisa ditemukan lagi.”

    Ia menutup buku itu dan menyimpannya di dalam laci.

    Suatu pagi, Ibu menyentuh pundaknya sebelum berangkat sekolah. 

    “Terima kasih ya, Han. Kamu anak hebat.”

    Reyhan hanya tersenyum. Ia tidak butuh banyak kata. Ia tahu sekarang: cinta memang tidak pernah pergi dari rumah. Kadang hanya perlu dipanggil pulang.

     

     

    Kreator : Aminatus Sayidah

    Bagikan ke

    Comment Closed: Rindu Rumah

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]

      Okt 02, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021