KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Rival ( bagian 3 )

    Rival ( bagian 3 )

    BY 29 Jan 2025 Dilihat: 62 kali
    Rival ( bagian 3 )_alineaku

    Selasa, 26 November 2024

              Pagi telah tiba, aku terbangun dari tidurku. kurasakan badanku agak sedikit berat dan pusing. 

    “Apa aku demam?” gumamku sambil menyentuh dahiku. 

    “Mungkin kalau aku mandi bakal agak mendingan.” gumamku lagi. 

    Aku pun bergegas untuk mandi dan bersiap-siap untuk ke sekolah. Selesai mandi dan bersiap-siap aku segera keluar dari kamarku dan menuju ke ruang makan untuk sarapan. Setibanya, kulihat Kakak sedang sarapan di meja makannya, aku pun segera duduk dan menyantap sarapanku yang sudah disiapkan oleh Bibi. Saat aku makan, Kakak bertanya kepadaku.

    “Kamu masih demam, Zer? Masih pucat gitu.” tanya Kak Wendy.

    “Pusing doang kok, palingan nanti udah sembuh.” jawabku.

    “Kalo sakit nggak usah sekolah dulu, Zer. Kakak izinin ya ke wali kelas kamu.” ucap Kak Wendy.

    “Nggak usah, Kak. Beneran cuma pusing biasa.” ucapku.

    “Ya udah deh, nanti kalau mau pulang terus hujan berarti tunggu dulu jangan hujan-hujanan” ucap Kak Wendy.

    “Iyah iyahhhh.” ucapku.

    Setelah menghabiskan sarapanku, aku berpamitan kepada Kak Wendy dan segera berangkat ke sekolah. 

    Setibanya di sekolah, aku menuju ke tempat parkir dan bertemu dengan Agam dan Reska. Kami bertiga pun menuju ke kelas bersama-sama. Setibanya di kelas, kami sedikit berbincang.

    “Pucat amat, Ga. Kalau sakit, jangan sekolah dulu.” ucap Reska khawatir.

    “Pasti lo masuk biar bisa ketemu Raya, kan.” ejek Agam.

    “Ya nggak gitu lha anjir. Gue udah enakan kok, nggak separah tadi malam.” jawabku.

    “Emang kemarin lo nggak bawa jas hujan?” tanya Reska.

    “Bawa.” jawabku.

    “Terus? Kok masih kehujanan?” tanya Reska.

    “E-eh anu,” jawabku dengan gugup.

    “Kenapa, Ga? Cerita lah.” ucap Reska.

    “Gue tau!” sahut Agam.

    “Apa emang?” tanya Reska.

    “Pasti lo malu pakai jas hujan kan, Ga?” tebak Agam.

    “Pfttttt, salahh!!” jawabku.

    “Terus, kenapa njerr?” tanya Agam.

    “Kemarin aku tuh ketemu Raya, katanya dia nggak ada yang jemput karena hujan. Nah, akhirnya gue anterin lah raya pulang. Jadi, ya jas hujan gue dipake Raya” jelasku.

    “Ga???!!” ucap Agam dan Reska bersamaan sambil menatapku heran.

    “Kalian kenapa dahh???!!” ucapku.

    “Lo rela hujan-hujanan demi nganterin Raya?” tanya Agam.

    Fix!!! Lo suka sama Raya!” sahut Reska.

    “A-apaan dah?? Gue cuma bantuin Raya kok.” ucapku.

    “Nggak nggak! Seorang Zerga? Rela hujan-hujanan? Demi nganterin cewe?” ucap Agam.

    “Biasanya sih kagak pernah gitu. Ya kan, Gam” goda Reska.

    “Udah udah ah! Intinya, gue cuma bantuin doang.” ucapku jengkel.

    “Zergaaa akhirnya suka ceweeekk, coyyyyy.” ucap Agam kegirangan.

    “Lo kira selama ini gue suka cowo gitu?!” celotehku.

    “AHAHAHAHA” tawa Agam dan Reska bersamaan.

     

    Tak terasa, bel masuk telah berbunyi. Aku mengikuti pembelajaran seperti biasanya. Mapel pagi hari ini adalah IPA dan Bahasa Inggris, cukup menyenangkan. Aku mengikuti pelajaran dengan baik dan seksama, sampai tak terasa waktu istirahat telah tiba. Aku, Agam, dan Reska pun memutuskan untuk ke kantin bersama. Saat di lorong kelas menuju ke kantin, aku bertemu dengan Raya. Nampaknya, Raya sedang membawa sesuatu seperti kotak bekal. Raya berjalan menghampiriku dan memanggilku.

    “Hai, Zergaa.” ucap Raya.

    “Eh, kenapa, Ya?” tanyaku.

    “Ini aku buatin kamu makan buat nanti siang.” ucap Raya sambil menyodorkan sebuah kotak bekal.

    “Wah, ngerepotin banget.” ucapku.

    “Nggak lohhh. Ini sebagai tanda terima kasihku.” ucap Raya.

    “Beneran nggak ngerepotin?” tanyaku.

    “Iyaa, Zergaaa.” jawab Raya sambil tersenyum.

    “Ya udah kalau gitu, makasih ya. Aku mau ke kantin dulu sama temen-temen.” ucapku.

    “Iya udah kalau gitu. Bye, Zerga.” ucap Raya sambil melambaikan tangannya.

    Aku pun melanjutkan perjalananku ke kantin. Setelah ke kantin, Aku, Agam, dan Reska kembali ke kelas. Setibanya di kelas, bel masuk belum berbunyi akhirnya aku, Agam, dan Reska bermain dan berbincang-bincang.

    “Kapan nih jadian? Besok nih, pasti.” goda Agam.

    “Nggak.” ucapku singkat.

    “Nggak nolak, maksudnyaa!!” sahut Reska.

    Ihiiirrrr!!” goda Agam lagi.

    “Ini tuh cuma tanda terima kasih, anjirr.” ucapku terus mengelak.

    “Ah, masaaa??!!” goda Reska.

    “Hmm, mayakk!!” ucapku.

    “Ya udah lah main fayer-fayer aja.” ucap Agam.

    “Gas trio maut!!!” ucap Reska.

    “Wokeehh!! Trio maut comeback boss!!!” seruku.

             Aku, Agam, dan Reska bermain game bersama sampai bel masuk berbunyi. Saat jam pelajaran dimulai aku mengikutinya, tetapi aku tidak begitu paham dengan pelajarannya, yah jelas orang pelajarannya aja matematika. Mana Bu Eka galaknya kebangetan, hadeuhhh ngerii. Aku bosan di kelas dan akhirnya memutuskan untuk izin ke toilet. Aku mengangkat tangan dan izin ke Bu Eka.

    “Permisi, Bu. Saya izin ke toilet.” ucapku.

    “Ya udah boleh. Tapi cepetan, nggak pake lama.” ucap Bu Eka.

    Agam ikut bersamaku juga karena dia juga bosan di dalam kelas, tetapi saat hendak keluar kelas tiba-tiba Bu Eka menegur.

    “Eh eh eh, mau kemana itu berdua?” tegur Bu Eka.

    “Ke toilet, Bu.” jawab Agam.

    “Kan yang ke toilet cuma Zerga. Ngapain kamu ikut-ikut? Balik sana ke bangku.” celoteh Bu Eka.

    “Ah elah, Bu.” gerutu Agam.

    “Mau duduk di bangku atau di lapangan?” tanya Bu Eka kepada Agam.

    “E-eh iya Bu, iya. Duduk di bangku aja.” jawab Agam panik.

    “Hadeuhh, ni guru!” gumam Agam yang masih terdengar olehku.

    Akhirnya, aku pergi ke toilet sendiri. Selesai dari toilet aku sedikit berjalan-jalan mengelilingi sekolah, yah karena aku bosan di kelas. Saat di lorong dekat gudang, aku bertemu dengan laki-laki yang agak aneh, laki-laki yang pernah dipanggil Raya, namanya Tomi. Ternyata Tomi dan dua temannya menghampiriku.

    “Eh, lo Zerga, bukan?” tanya Tomi.

    “Iya. Lo Tomi ya?” jawabku.

    “Iya. Salam kenal ya, Zer.” ucap Tomi.

    “Oke, salam kenal juga.” ucapku.

    Tomi kali ini berbeda. Saat ada Raya, dia seolah-olah seperti sangat lembut dan baik. Tetapi, sekarang dia terlihat lebih gagah dan nakal, seperti ada dua kepribadian. Bahkan dari nada bicaranya sangat berbeda dengan saat dia berbicara dengan Raya waktu itu. Dan, tatapannya padaku waktu itu, apa bener dia cuma pura-pura baik di depan Raya? Atau cari perhatiannya Raya? Di tengah pikiranku itu, Tomi bertanya padaku.

    “Kok lo pucet gitu sih, Zer? Sakit, ya?” tanya Tomi.

    “Haha. Nggak kok, cuma agak pusing aja.” jawabku.

    “Gara-gara hujan-hujanan sama RAYA ya kemarin?!” ucap Tomi dengan nada yang aneh.

    “Eh, iya sih. Kemarin gue anterin dia pulang, kasian sendirian nggak ada yang jemput.” ucapku.

    “Oh, gitu,” ucap Tomi.

    “Kok lo bisa tahu?” tanyaku.

    “GAUSAH SOK PERHATIAN SAMA RAYA LO!!” bentak tomi sambil memukul kepalaku dengan keras.

    “ANJ LO!!!” ucapku sambil refleks melayangkan tanganku pada Tomi.

    Belum sempat Tomi terkena pukulanku, dua teman Tomi memegang erat kedua tanganku dan menyeretku ke gudang. Saat di dalam gudang, kedua teman Tomi mendorongku dari depan hingga aku terjatuh. Tomi datang dengan wajah penuh amarah. Tomi mendekat dan menjambak rambutku, lalu membenturkan kepalaku ke dinding. Kepalaku semakin menjadi- jadi, rasa pusingnya hampir tak bisa kutahan. Aku duduk tersandar di dinding.

    “Raya itu..” gumam Tomi.

    Belum selesai dia berkata, aku berdiri dan memukulnya dengan kedua tanganku. Akan tetapi, dua temannya tidak diam saja. Tiba-tiba satu dari temannya memisahku dengan Tomi dan memegang erat tanganku. Aku tak bisa memukul Tomi lagi, dengan itu Tomi yang memukulku dengan satu temannya lagi. Aku tidak kuat lagi, aku terkapar di lantai, hidungku mengeluarkan darah, rambut dan bajuku sangat berantakan. Sebelum Tomi dan temannya meninggalkanku, tomi mengucapkan beberapa kata.

    “Jauhi Raya, atau lihat apa yang bakalan terjadi!” seru Tomi.

    “Brengsekk!!!” umpatku.

    Aku memutuskan untuk kembali ke kelas. Aku berjalan dengan sempoyongan, kepalaku bertambah pusing saat aku berjalan. Untungnya masih jam pelajaran, jadi tidak banyak siswa dan siswi yang keluar kelas. Setibanya di kelas aku langsung masuk. Ku lihat Bu Eka sedang menjelaskan materi.

    “Permisi bu” ucapku.

    “INI LAGI DARIMANA AJA KAMU, KE TOILET AJA SE ABAD- Eh, tunggu. kamu kenapa, Zerga?” tanya Bu Eka khawatir.

    “E-eh ini nggak papa, Bu.” jawabku.

    “KAMU TENGKAR YA?!!” bentak Bu Eka.

    “Nggak kok Bu, beneran saya ga bohong.” ucapku.

    “TERUS KAMU ACAK-ACAKAN KAYAK GITU KENAPA???” bentak Bu Eka.

    “I-ini tadi kepleset di toilet, Bu.” ucapku.

    “Alasan aja! Ya udah sana, duduk!” perintah Bu Eka.

    Aku berjalan ke bangku dengan sempoyongan. Agam dan Reska langsung bertanya apa yang telah terjadi, aku pun menjelaskan semuanya.

    “BANGSAT TUH TOMI ANJ!!!” ucap Agam dengan kesal.

    “Eh eh eh dijaga ya mulutnya itu. Tiba-tiba banget ngomong kayak gitu.” ucap Bu Eka mendengar ucapan Agam.

    “E-eh iya Bu, maaf.” ucap Agam.

    “Mulut lo anj, Gam.” ucap Reska.

    “Keceplosan ege, kesel bet gue!!” gerutu Agam.

    “Parah banget sampe mimisan! Gue anter ke UKS, gimana?” tawar Reska.

    “Alah nggak usah. Butuh tisu doang ini mah.” ucapku.

    “Kepala lo?” tanya Agam.

    “Nggak papa pusing doang.” jawabku.

    “Kalo otak lo, miring gimana?” ucap Agam.

    “Mana bisa gitu anjir?!” sahut Reska.

    “Oon!!!” cetusku.

    TENG TENG TENG!!! SAATNYA JAM ISTIRAHAT, TENG TENG TENG!!

    “Nah, mantap udah istirahat.” seru Agam.

    “Makan, yuk.” ajak Reska.

    “Eh apa bekalnya gue balikin aja ya ke Raya?” tanyaku.

    “Jangan lah ege, Raya udah buatin buat lo.” ucap Reska.

    “Lah, itu Tomi gimana?” tanyaku.

    “Yah nggak gimana-gimana. Emang dia siapanya Raya?” cetus Agam.

    “Nah, bener tuh.” sahut Reska.

    “Iya juga sih, Tomi cuma nyuruh jauhin, tapi dia nggak bilang kalau dia pacar Raya.” ucapku.

    “Ya udah makan aja, Ga.” ucap Reska.

    Aku akhirnya memakan bekal makan siang yang diberi oleh Raya. Aku masih nggak nyangka Tomi bakal ngelakuin hal yang kayak tadi demi Raya. 

    Selesai makan, aku membersihkan luka-luka di tubuhku dengan dibantu Agam dan Reska. Meski sedikit menjengkelkan, tapi mereka berdua yang selalu ada di saat aku susah maupun senang. Setelah itu, bel masuk berbunyi dan jam pelajaran dimulai kembali.Aku mengikuti jam pelajaran hingga bel pulang berbunyi. Aku, Agam, dan Reska pun pulang bersama. Saat di parkiran, Reska mengajak main untuk nanti malam.

    “Eh ntar bisa nggak main?” tanya Reska.

    “Nggak bisa, ntar aku nganterin cewek aku.” ucap Agam.

    “Ah elah, kemana toh?” tanya Reska.

    “Keliling-keliling naik sepeda aja sih, sambil jajan.” jawab Agam.

    “Lo bisa nggak, Ga?” tanya Reska padaku.

    “Aku ngikut aja.” ucapku.

    “Lain kali aja lah. Masa iya kalian main nggak bareng gue sih. Dasar, fake friend!” gerutu Agam.

    Yeuhhh eluuu!!!” celetuk Reska.

    “Ya udah, iya kapan-kapan aja.” ucap reska.

    “Gitu dong. lopyu besflenn!!” seru Agam.

    “Hiiyy, geli geli geli!!!” ejekku.

    Aku pun pulang. Setibanya di rumah, aku langsung mandi dan berganti baju. Aku ingin membersihkan lukaku, tapi aku tak bisa membersihkannya sendiri karena badanku terlalu sakit. Akhirnya, aku memutuskan untuk meminta tolong kepada Reska.

    Aku menunggu Reska sambil menyiapkan peralatan untuk membersihkan luka.

    “Haduh, dimana ya? Masa di kamar Kak Wendy sih.” gumamku.

    “Aku tanya Bibi aja deh kalo gitu.” gumamku lagi. 

    Aku pun keluar kamar dan mencari Bibi. Ternyata, Bibi sedang menyapu lantai dapur.

    “Bibi!!” ucapku memanggil Bibi.

    “Kenapa den- ASTAGA!! MUKA DEN ZERGA KENAPA???” teriak Bibi khawatir.

    “E-eh nggak papa kok, Bi. Cuma jatoh aja tadi. Hehe.” ucapku.

    “Terus terus ini harus gimana?? Ya ampun!! Mana Non Wendy belum pulang. Ini saya teleponin dokter aja ya. Atau saya telponin Non-”

    “Sssshhhh. Udah Bi, tenang dulu.” ucapku.

    “Terus ini gimanaa?!! Ya ampun sampe lebam kayak gitu.” celoteh Bibi.

    “Ini lukanya mau aku bersihin, dibantuin Reska kok habis ini dateng.” ucapku.

    “Ohh gitu yah. Ya udah kalo gitu, syukurlah, Den.” ucap Bibi lega.

    “Oh iya Bi, alat buat ngebersihin luka dimana ya?” tanyaku.

    “Oh itu yahh, bentar Bibi ambilin dulu ada di lemari ruang keluarga.” ucap Bibi.

     

    DING DONG …

    “Pasti Si Reska.” gumamku. 

    Aku pun membukakan pintu dan mengajak Reska masuk.

    “Ayo masuk, Res.” ajakku.

    Okay.” jawab Reska.

    Aku pun mengajak Reska ke kamarku, lalu Bibi memberikan kotak berisi peralatan untuk membersihkan luka. 

    “Terima kasih ya, Bi.” ucapku.

    “Sama-sama Den Zerga. Ada yang perlu di bantu lagi?” tawar Bibi.

    “Tolong buatin cemilan aja buat Reska, Bi.” ucapku.

    “Siap, Den Zerga.” ucap Bibi.

    “Makasih, Bi.” ucapku.

    Di kamarku, Reska membantu membersihkan lukaku dan memasangkan perban juga. Kami juga sedikit berbincang dan juga bercanda.

    “A-ahhh pelan-pelan ege! Sakit anjirr!!” celetukku.

    “Iyaa iyaa, tahan lah, ini juga lagi dibersihin.” ucap Reska.

    “A-AAHHHH SAKITTT ANJIRRR!! ” teriakku kesakitan.

    “Sabarrrr egee ini dikit lagi selesai lo ngga usah teriak-teriak gitu.” ucap Reska.

    “Sabar, sabar! Sakit, anjirr!!” keluhku.

    “Ini loh tinggal pasang perbannya” ucap Reska.

    Reska pun memasangkan perban di pipiku yang lebam. Akhirnya luka ku sudah bersih dan lumayan tidak terasa sakit.

    “nahh udah tuh selesai” seru reska.

    “njayy makasih yah ress” ucapku.

    “amann” ucap reska.

    Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamarku. Aku membukakan pintu untuknya. Ternyata, itu Bibi. 

    “Ini Den Zerga, cemilannya.” ucap Bibi.

    “Iya, Bi. Makasih ya.” ucapku.

    “Sama-sama, Den Zerga.” balas Bibi.

    “Ya udah, Bibi tinggal ya.” ucap Bibi.

    “Iya, Bi.” ucapku.

    Aku menutup pintu kamarku dan menaruh cemilan di meja kamarku. Aku memakannya bersama Reska sambil berbincang-bincang.

    “Gimana Tomi?” tanya Reska.

    “Biarin aja.” jawabku.

    “Serius?! Ini parah, loh.” ucap Reska.

    “Apa gue jauhin Raya aja ya?” tanyaku.

    “Waduh, tapi kalo lo jauhin Raya, emang Tomi siapanya Raya?” tanya Reska.

    “Aku tanya Raya aja ya.” ucapku.

    “Boleh. Coba aja dulu.” ucap Reska.

    “Tapi.. Ntar kalau di jawab iya, gimana?” ucapku khawatir.

    “Ya udah, Ga. Lepas.” ejek Reska.

    “Yeuhh elehh.” gerutuku.

    Aku akhirnya memberanikan diri untuk bertanya kepada Raya melalui pesan. Sekalian aku ngucapin terima kasih udah buatin bekal makan siang. 

    “Eh iya, buat nyuci kotak bekalnya aku minta bantuin Bibi aja. Chat raya dulu deh, minta tolong ke Bibi nanti aja.” batinku.

     Aku pun memberitahu Reska bahwa Raya tidak memiliki hubungan apapun dengan Tomi. 

    “Tomi bukan siapa-siapa nya Raya tuh.” ucapku.

    “Nah kan, terus dia ngapain anjir ngelakuin hal kayak itu?” ucap Reska.

    “Muka dua anjir itu orang!” ucapku kesal.

    “REAL!! Waktu kita dihukum Bu Eka di lapangan kemarin, waktu dia disuruh Raya beliin air minum, perasaan dia kayak boti.” ucap Reska.

    “Kayaknya dia gitu biar bisa deket sama Raya deh.” ucapku.

    “Maksudnya? Caper gitu?” tanya Reska.

    “Iya.” jawabku.

    “Terus, besok enaknya diapain tuh Tomi?” tanya Reska.

    “Biarin aja, udah nggak papa.” jawabku.

    “Huh, ga asik! Gue kira gue bisa mukul kepalanya Tomi sampek babak belur tuh.” ucap Reska.

    “Besok kayaknya aku nggak masuk dulu deh.” ucapku.

    “Kenapa anjir? lo takut sama tomi”?” tanya Reska mengejek.

    “Yakali anjir! Tuh orang tadi kalo gak dibantuhin temennya juga bakal menang gua.” ucapku.

    “Iya juga ya, mainnya keroyokan.” ucap Reska.

    “Udah jelas banget kalau gitu mah beraninya bawa rombongan.” ucapku.

    “Jadi, lo gak masuk kenapa?” tanya reska.

    “Yah lo liat aja anjir, ini perban segede gaban di muka gue.” celotehku.

    “Owalahh. Hehe. Iya juga ya.” ucap Reska.

    “Masuknya nunggu lebam agak mendingan deh, sekalian nih biar nggak pusing sama pucat juga.” jelasku.

    “Tenang. Gue sama Agam bakalan nyari info apapun kok.” ucap Reska.

    “Eh, Agam lo bilangin biar nggak bales Si Tomi.” ucapku.

    “Waduh, tapi ntar kalo dia udah berantem gue udah ga bisa ngelerai lagi sih.” ucap Reska.

    “Ya udah deh mau gimana lagi. Salah Tomi yang mulai duluan.” ucapku pasrah.

    “Eh Ga, gue pulang dulu ya. Lo istirahat aja.” ucap Reska. 

    “Iya deh. Makasih ya udah bantuin ini tadi.” ucapku.

    “Yoi, santai aja.” ucap Reska.

    “Hati-hati ya lo.” ucapku.

    “Aman deh.” ucap Reska.

               Reska akhirnya pulang. Lalu aku meminta tolong kepada Bibi untuk mencuci kotak bekal raya. 

    “Bi, tolong cuciin kotak bekal ini yah.” ucapku.

    “Iya, Den Zerga. Taruh di wastafel aja.” ucap Bibi.

    “Eh, perasaan tadi pagi nggak bawa bekal, Den?” tanya Bibi.

    “Ini tadi dikasih temen aku, Bi.” jawabku.

    “Tapi, kok kotak bekalnya kayak kotak bekal cewek ya.” ucap Bibi.

    “Jangan-jangan dari pacarnya  Den Zerga tuhh”

    “Astaga, Bibi. Ya jelas bukan lahhh!!!” ucapku.

    “Terus, dari siapa?” tanya Bibi.

    “Kepo aja Bibi ini!” ucapku menahan malu.

    “Ah, kok gitu si  Den Zerga ini, kasih tau dong.” ucap Bibi.

    “Nggak mau. Udah ah, aku mau ke kamar aja” ucapku.

    Aku pun bergegas ke kamarku dan mematikan lampu kamarku, aku langsung tertidur pulas di ranjangku, karena badanku rasanya sangat berat dan lelah..

     

     

    Kreator : Syahfira Dewi

    Bagikan ke

    Comment Closed: Rival ( bagian 3 )

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021