KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Rumah Nenek (chapt.4)

    Rumah Nenek (chapt.4)

    BY 03 Nov 2024 Dilihat: 246 kali
    Rumah Nenek_alineaku

    “Siapa kamu? Dari mana kamu bisa masuk? Asep sudah memastikan pintu dan jendela rumah ini terkunci semua!” tanya Kamilla.

    “Hi…hihihihi…….” Suara tawa itu muncul terus menerus.

    “Tunjukkan wujudmu! Siapa kamu sebenarnya?” tanya Kamilla dengan nada yang lebih tinggi.

    “Aku tak perlu kunci untuk memasuki rumahku sendiri. Hi…hihihi…..” suara itu menjawab pertanyaan Kamilla, namun tak juga terlihat wujudnya.

    “Tak mungkin! Tak mungkin kamu Nenek! Pemilik rumah ini sudah meninggal!” bantah Kamilla.

    “Apakah kau pernah melihat kuburanku, cu? Sampai hati kau bilang aku sudah mati!” jawaban suara misterius itu menghentikan pertanyaan-pertanyaan lanjutan dari Kamilla.

    Kamilla menyingkap kelambu merah jambu dari ranjangnya. Kakinya turun perlahan, walau tak percaya adanya hantu, Kamilla ingat cerita-cerita horor yang ditulis oleh kawan-kawan penulisnya dulu. Ia takut ada tangan misterius yang menyengkram kakinya dari kolong ranjang. Tapi ternyata itu hanya pikirannya saja. Tak ada tangan misterius atau apapun di kolong ranjangnya. Kamilla memastikan sambil melongok ke kolong ranjangnya.

    Suasana terasa sunyi dan sepi.

    “Halo? Ada orang di sana?” pertanyaan Kamilla memecah kesunyian malam.

    Tak ada suara siapapun yang menjawab pertanyaannya. Jam di dinding kamarnya menunjukkan pukul 21.50. Kamilla berpikir ia hanya kelelahan setelah perjalanan panjang dari kota menuju rumah ini. Akhirnya, ia memutuskan untuk kembali ke tempat tidur dan memejamkan matanya.

    ***

    Rasanya baru satu detik ia memejamkan mata, Emak sudah berada di kamar Kamilla, membuka gorden dan jendela kamar.

    “Mil, ayo mau ikut sholat Subuh berjamaah ngga?”

    “Hem, sholat?” Kamilla mencoba mencerna perkataan Emak.

    Ia duduk bersandar pada ujung ranjang. Terdengar sayup-sayup suara adzan berkumandang dari surau tempat ia tinggal.

    “Pakai ini. Ini adalah mukena baru yang dibelikan Nenek untukmu dan disimpan di dalam lemarimu. Ia selalu mengatakan bahwa kamu akan kembali ke rumah ini saat sudah dewasa dan akan membutuhkan mukena ini. Sepertinya perkataan nenek benar-benar terjadi.” Emak mengusap-usap mukena itu sambil menyimpannya di atas kasur.

    “Cepatlah kamu berwudhu. Bapak dan Asep sudah menunggu kita di ruang tengah untuk sholat berjamaah.”

    “Badanku ini rasanya masih sangat lelah. Aku benar-benar merasa belum tidur sama sekali. Tapi mau tak mau aku harus bangun dan memulai hariku yang baru di rumah ini. Aku harus mengikuti perintah orang-orang di sini agar aku tak terusir. Kemana lagi aku akan pergi jika benar-benar aku diusir dari sini.” gumam Kamilla sambil berjalan menuju kamar mandi.

    Kamilla berdiri di depan keran air. Dalam otaknya berpikir apa urutan berwudhu yang benar. Wajar saja, sepertinya sudah jarang dan lama Kamilla tak melaksanakan sholat. Sekedar urutan berwudhu saja ia lupa.

    Perlahan ia membuka keran, lalu membungkukkan badannya. Dengan ragu, ia menjulurkan tangannya ke bawah pancuran untuk mencuci tangan, lama sekali, karena ia ragu untuk melakukan gerakan apalagi setelah ini.

    Tiba-tiba, dari sisi kanan dan kiri lengan Kamilla, muncul tangan misterius yang memegang tangan Kamilla. Tangan misterius itu terlihat putih pucat, kulitnya berkerut, dan warna hijau uratnya terlihat jelas. Tangan misterius itu kemudian menggerakkan tangan Kamilla untuk berwudhu. Mulai dari mencuci tangan, berkumur, sampai mencuci kaki. Tangan misterius itu benar-benar menuntut Kamilla untuk berwudhu sesuai urutannya. Kamilla juga merasa terhipnotis. Ia tak menjerit atau merasa ketakutan. Ia hanya terkesima dan mematung serta mengikuti gerakan yang diarahkannya.

    “Mil, sudah selesai wudhunya? Ayo, cepat! Keburu matahari terbit!” suara Emak membuat tangan itu menghilang. Kamilla bergegas mematikan keran, lalu berlari kecil menuju ruang tengah untuk mengikuti sholat berjamaah bersama keluarga Pak Sastraatmadja.

    Setelah selesai, Kamilla melipat mukena dan sajadahnya. Pak Sastraatmadja beranjak meninggalkan ruang Tengah menuju pintu belakang. Demikian juga Asep, dia pergi mengikuti kemana ayahnya pergi.

    “Bapak mau keliling memantau para petani yang hendak ke sawah hari ini, Asep ikut. Karena Asep juga sedang mempelajari tugas-tugas Bapak. Bapak sudah tua dan sering sakit. Untuk berjaga-jaga, setelah Nenek tiada, Asep mulai diajarkan untuk mengelola kebun, sawah dan pekerjaan lainnya.” Ucap Emak tanpa ditanya sebelumnya.

    “Kamu, Mil. Ikutlah Emak ke dapur untuk memasak. Nanti masakannya kamu antarkan ke Bapak dan Asep di sawah, ya.” Kamilla mengangguk setuju, walaupun ia benar-benar merasa ngantuk.

    Dengan goyah, Kamilla menyimpan mukenanya di atas ranjang kamar, lalu ia ke dapur untuk membantu Emak memasak. Emak menyiapkan sayuran, pisau, talenan dan baskom yang selanjutnya ia berikan pada Kamilla.

    “Potonglah!” perintahnya.

    Kamilla yang jarang masak, tentu merasa kaget saat disuguhi pekerjaan seperti ini. Tapi ia tetap memaksakan diri untuk mencoba menyelesaikan pekerjaan yang diminta emak. “kelak, kamulah yang akan memasak jika aku sudah tiada. Kamu dan Asep lah yang akan meneruskan pekerjaan kami. Jadi, mulai sekarang mau tak mau kalian harus mau belajar.”

    Walau sangat perlahan, Kamilla berhasil menyelesaikan tugas pertamanya. Emak tersenyum melihatnya dan segera menyelesaikan tugas memasaknya. Makanan yang dimasak emak kemudian dimasukan ke dalam rantang susun khas pedesaan.

    “Bawa ini dan tunggulah di depan. Biasanya Asep yang akan mengambil dan mengantar makan ini ke sawah, tapi kali ini kamu harus ikut. Itung-itung sambil mngenal lingkungan sekitar sini.”

    Benar saja, tepat pukul tujuh pagi Asep datang menggunakan motor besarnya. Kamilla yang menunggu di teras rumah utama kemudian berdiri dan menghampiri Asep. Tanpa basa-basi, Kamilla duduk di jok belakang sambil memegang rantang makanan. “Kenapa diam saja? Ayo jalan, emakmu yang menyuruhku ikut denganmu agar aku tahu lingkungan sini.” Ajak Kamilla. Asep pun melaju setelah mendengar pernyataan Kamilla tadi.

    Kamilla terlihat menikmati suasana pagi di desa. Jam segini biasanya di kota sudah terasa panas. Tapi disini hawanya menusuk tulang rusuk. Sampai-sampai Kamilla merasa menyesal karena tak memakai jaket. Asep membawanya ke pinggiran sawah yang membentang luas. Motornya diparkirkan di bawah pohon mangga yang rindang. Kemudian ia mulai berjalan menuju galengan sawah. Kamilla kini terlihat mematung di depan galengan sambil memegang rantang. Baru sekitar tiga meter Asep berjalan di atas galengan, ia baru sadar bahwa Kamilla sepertinya takut untuk melewati jalan galengan ini.

    Untuk pertama kalinya Kamilla melihat Asep tersenyum geli dengan tulus.

    “Asep terlihat lebih tampan saat ia tersenyum.” Ucapnya dalam hati.

    Asep memegang tangan Kamilla dan mengajaknya berjalan bersama di atas galengan. Kamilla yang melamunkan Asep pun merasa terkejut. Kali pertama ia dipegang oleh lelaki yang membuat jantungnya berdegup kencang. Sentuhan Asep sepertinya menambah kepercayaan diri Kamilla untuk melangkah di atas galengan. Terus, semakin jauh. Sampai mereka sampai di sebuah saung di tengah sawah.

    “Simpan saja rantangnya di sini.” Perintah Asep, Kamilla pun menurutinya. Kamilla menyimpan rantang itu di atas saung, lalu ia duduk di atas amben bambu. Kamilla bernafas panjang. Dari wajahnya terlihat ketenangan yang amat sangat. Diam-diam Asep juga memperhatikan Kamilla. Ia merasa Kamilla terlihat cantik walau tanpa riasan di wajahnya. Asep juga melihat garis-garis kekhawatiran di dahi Kamilla. Entah apa. Sepertinya Kamilla memiliki sesuatu yang dipikirkan. Tapi Asep mencoba mengabaikan dan ikut duduk di samping Kamilla sambil memandang sawah yang membentang luas.

    “Bapakk!!” Panggil Asep pada seorang pria yang sedang berbincang di galengan dengan seorang petani wanita.

    Petani itu menggunakan kebaya putih dan kain batik berwarna merah darah, rambutnya tak diikat, dibiarkannya terurai dan berantakan, tapi tertutup dengan topi caping yang dikenakannya.

    Tapi tunggu dulu, sepertinya Kamilla mengenal wajah petani wanita itu. Kamilla mencoba mempertegas penglihatannya. Ia meyakinkan kembali apakah benar apa yang dilihatnya itu nyata. Sepertinya petani wanita itu menyadari bahwa seseorang sedang memperhatikannya. Ia melihat Kamilla, lalu tersenyum menyeringai. Bibirnya memanjang sampai ke dua ujung sisi telinganya. Matanya memerah. Kamilla terpaku, di hawa yang dingin itu, keringat sebesar butir jagung memenuhi dahi kanan dan kirinya.

    “Nenek …..” lirih Kamilla.

     

     

    Kreator : Hymemy

    Bagikan ke

    Comment Closed: Rumah Nenek (chapt.4)

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021