Seorang Ibu yang melahirkan dan mengasuh anak-anaknya tentu punya harapan dan doa terbaik. Seperti layaknya seorang ibu dengan tiga anak yang secara berurutan lahir hanya terjeda satu tahun. Istilah bahasa Jawanya ndrindil. Anak yang diberi nama Eka, Dwi, dan Tri. Penamaan yang mengurutkan angka bahasa Jawa kuno atau boleh disebut angka Sansekerta.
Eka, anak pertama, sudah menginjak kelas VI Sekolah Dasar ternama, bahkan sekolah favorit. Adiknya bernama Dwi, ada satu tahun di bawahnya, jenjang kelas V, sedangkan adik bungsunya Tri, kelas IV SD. Ketiganya ada di sekolah yang sama dengan harapan mendapat layanan pendidikan terbaik. Dan memang cita-cita Ibu ini adalah memberikan pendidikan terbaik. Pendidikan yang mematangkan anak-anaknya menjadi anak yang sholih sholihah.
“Selamat belajar ya, Nak! Kalian selalu awali aktivitas belajar dengan berdoa, patuhi nasihat ibu-bapak guru di sekolah!”
Demikian tiap hari Sang Ibu membekali anak-anaknya berangkat ke sekolah. Selain bekal makanan dan minuman yang menyertai mereka ke sekolah.
Mereka bertiga juga selalu menjawab dengan mantap, “Ya, Bu.”
“Kami akan selalu melaksanakan nasihat Ibu dengan sebaik-baiknya.” lanjut Eka anak tertua.
Diikuti dengan senyum manis yang mengembang, mereka berpamitan dengan ibu sambil berjabat tangan dan mencium tangan ibu. Ibu juga sambil membelai atau mengusap kepala mereka satu per satu. Diiringi doa dan lambaian tangan mengantar kepergian anak-anak berjalan kaki ke sekolah yang kebetulan tidak terlalu jauh dari rumah.
Ibu yang selalu bekerja keras dan bijaksana ini selalu mencelupkan pesan-pesan kebaikan kepada putra-putrinya. Ibu sebagai single parents sejak suaminya berpulang ke rahmatullah ini, senantiasa membulatkan tekad membiayai pendidikan terbaik. Tidak mengapa biaya lebih asalkan anak-anak terbentuk menjadi anak yang berprestasi dan berakhlak mulia. Karena keyakinannya bahwa akan selalu ada jalan keluar bagi yang mau berusaha dengan sungguh-sungguh.
Pekerjaan Ibu ini sebagai seorang penjahit pakaian dapat dilakukan di rumah saja. Nama usaha jahitannya Marina Tailor, sesuai dengan nama Ibu Rina, lengkapnya Marina. Alhamdulillah, Bu Rina sudah memiliki butik sejak sebelum suaminya meninggal. Dan usaha tersebut dirintis bersama sejak mereka menikah. Bahkan pada awalnya memiliki banyak pegawai. Meskipun akhirnya dijalankan sendiri atau kadang menambah tenaga part time, usaha ini berjalan dengan lancar. Relasi yang telah terjalin tetap memberikan kepercayaan untuk melanjutkan kerjasama.
Hingga suatu saat ujian menerpa keluarga ini. Orderan yang dikirim ke luar kota dibawa kabur oleh pihak pengirim. Kebetulan, pengirim yang biasa bekerja sama sedang ada uzur yang tidak bisa dihindari maka karena terdesak deadline, Bu Rina mencari alternatif pengirim lainnya. Ternyata rekanan baru ini tidak dapat dipercaya.
Beruntunglah ada pihak yang membantu menemukan kembali. Hal itu dapat dilalui karena pembiasaan tertib administrasi dalam prosesnya. Ada bukti-bukti dan catatan identitas penting yang merekam jejak pelakunya. Dan yang utama adalah ketegaran, keteguhan, dan keikhlasan Ibu Rina dalam setiap munajatnya.
Dalam setiap sepertiga malam, Ibu Rina bangun dan bersujud dalam hamparan sajadah.
“Ya, Allah berilah hamba kekuatan dan keikhlasan dalam mengantarkan anak-anak Eka, Dwi, Tri mencapai cita-citanya. Jadikan mereka anak-anak berprestasi dan berakhlak al karimah. Jadikanlah mereka anak-anak yang sholih sholihah. Mudahkanlah segala urusan hamba atas rida dan petunjuk-Mu. Amin.”
Begitulah tanpa putus dilakukan tiap hari. Bahkan selalu sambil berurai air mata. Air mata kerendahan hati atas ketundukan pada Sang Maha Pencipta.
Suatu saat Eka pun mendapat tawaran untuk mengajari mengaji anak-anak komplek perumahan, di salah satu masjid fasilitas umum ibadah umat Islam di dekat rumahnya. Ketika Bu Rina mendengar kabar itu,” Eka, kamu telah menjadi mata air telaga bagi sesama. Itulah yang Ibu harapkan dari kalian, kapan pun, di mana pun, bersama siapa pun, jadilah orang yang bermanfaat bagi orang lain. Bukan sebaliknya menjadi beban bagi orang lain”, begitulah tutur lembut kepada ketiga anaknya.
Adik Dwi juga punya keahlian melukis atau membuat kaligrafi. Dwi pernah meraih juara pertama tingkat kota dalam Pekan Olahraga dan Seni. Bakat itu dikembangkan di sekolah dan di rumah sehingga hasil lukisannya pun ada yang tertarik untuk membeli.
Tak luput dengan Si Bungsu Tri, dia Si Kecil yang lincah pandai menari. Dia pun menjadi duta sekolah bersama teman-teman satu tim dalam lomba menari. Kegemulaian menari dilatih di sekolah dalam kegiatan ekstra tari. Artinya, pilihan untuk investasi pendidikan yang tepat telah diraih oleh mereka bertiga.
Pada suatu malam, Ibu Rina merenung di bawah rembulan yang bersinar, di salah satu sudut belakang rumah yang terbuka. Ia merasa bersyukur atas anugerah Tuhan. Meskipun hidup penuh perjuangan. Bu Rina selalu merasa hatinya damai, seperti air yang jernih. Ia percaya bahwa kesuksesan bukanlah kekayaan yang melimpah, tetapi menjadi pribadi yang bermanfaat untuk orang lain.
Hari-hari terus berlalu, Bu Rina dengan penuh ketegaran, ketulusan cinta, dan tanpa lelah mengurai semua asa. Seperti mata air yang selalu mengalir, ia memberikan ketenangan dan kedamaian untuk anak-anaknya. Sebening air mata telaga memberi pengayoman kehidupan generasi selanjutnya, anak-anak tercinta. Begitulah kejernihan hati seorang Ibu.
Kreator : Dwi astuti
Comment Closed: Sebening Mata Air Telaga
Sorry, comment are closed for this post.