Waktu telah menunjukan pukul 05.30 Waktu Indonesia bagian Barat. Bagi sebagian orang waktu tersebut merupakan waktu yang sangat sempit. Jangankan sarapan, menghirup secangkir kopipun sudah tidak keburu. Mereka sibuk menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan, baik untuk di perjalanan maupun di tempat pekerjaan. Bagi Ilham pukul 05.30 masih terasa pagi, karena tempat dia bekerja tidak jauh dari rumahnya. Dia masih terlihat santai di meja makan, sambil menikmati hidangan sarapan pagi yang disediakan oleh istri tercintanya.
“Yaaang …. minggu ini, adalah minggu terakhir aku bekerja di perkantoran itu.” Ucap Ilham pada istrinya.
“Mas sudah mempertimbangkanya matang-matang ?” Tanya Santi isterinya.
“Tekadku untuk keluar sudah bulat, Santi.” Ilham meyakinkan.
“Terus….., Mas Ilham mau kerja dimana lagi ?” Tanya Santi.
“Aku, sudah mendapatkan tempat yang baru, walaupun gajinya tidak sebesar yang sekarang.” Jawab Ilham
“Kalau itu sudah menjadi keputusan Mas Ilham, Santi ikut aja. Tapi kalau bisa, mas Ilham bilang dulu sama ibu dan bapak mas Ilham.” Saran Santi.
“Iya, tar mas bilang.” Ucap Ilham sambil berdiri dari tempat duduknya. “Mas berangkat dulu, ya !” Ucapnya lagi, sambil menyodorkan tangan kananya pada Santi.
“Iya, mas.” Jawab Santi sambil menciup tangan kanan suaminya.
“Assalamu alaikum !”
“Wa alaikum salam, Hati-hati di jalan, mas !” Pesan Santi.
“Iyaaa… “ Jawab Iham sambil mengeluarkan motor.
Setelah menstarter motornya, Ilham pergi meninggalkan istrinya yang sebenarnya masih bingung dengan keputusan Ilham yang akan keluar dari tempat kerjanya yang sekarang. “Ya Allah, kalau apa yang dilakukan oleh suami saya merupakan hal yang baik, berikanlah gantinya dengan yang lebih baik, ya Allah.” Doanya di dalam hati sambil menutup pintu rumahnya.
Beberapa hari kemudian, Ilham melaksanakan saran isterinya, berkunjung ke rumah kedua orang tuanya untuk memberitahukan perihal keluarnya dia dari tempat kerjanya.
“Apa yang akan kau sampaikan, Ilham ? Kayaknya penting sekali. ?” Tanya ayahnya
“Saya hanya ingin memberi tahu, kalau saya mau berhenti bekerja dari tempat kerja sekarang.” Jawab Ilham dengan wajah sedikit menunduk.
“Kenapa ? Kamu melakukan kesalahan ?” Kali ini ibunya yang bertanya.
“Tidak ibu….” Jawab Ilham pendek.
“Kalau tidak melakukan kesalahan, kenapa mau berhenti ?” Tanya ibunya lagi.
“Saya tidak bisa menjalankan agama dengan baik, bu.” Jawab Ilham.
“Maksud kamu ?” Tanya ibunya semakin penasaran.
“Saya tidak bisa shalat berjamaah, bu. Baik Dzuhur, maupun Asar.”
“Apa-apaan kamu, Ilham ? Masa mau keluar hanya gara-gara tidak bisa shalat berjamaah ?” Kali ini ayahnya yang menyolok.
“Justru itu, saya jadi tidak nyaman, ayah.” Ucap Ilham sambil menundukan wajahnya. Dia tidak berani menatap wajah ayahnya yang mulai tegel dengan keputusannya.
“Tapi kamu masih bisa shalat, kan ?” Tanya ayahnya dengan nada meninggi.
“Bisa…., tapi selalu terlambat.” Jawab Ilham.
“Mau terlambat, mau tidak, yang penting kamu bisa melakukanya.” Ucap ayahnya dengan nada yang lebih tinggi.
“Ayah…., shalat adalah satu satunya amal yang harus kita jaga.” Ilham mencoba menjelaskan.
“Pokoknya ayah tidak setuju, kalau kamu keluar hanya gara-gara tidak bisa shalat berjamaah.” Tegas ayahnya.
“Keputusan saya sudah bulat, ayah.” Ilham Pun menegaskan pendirianya.
“Kalau kamu keluar, apa kamu sudah dapatkan gantinya ?” Kali ini ibunya yang bertanya. Nada suaranya lunak tidak seperti ayahnya.
“Insya Allah ada, bu.” Jawab Ilham.
“Sekarang ayah mau nanya. Berapa gaji kamu di tempat yang sekarang ?” Kembali ayahnya bertanya. Nadanya masih tetap tinggi.
“Tiga belas juta lima ratus, ayah.” Jawab Ilham.
“Ditempat yang baru, berapa gaji yang akan kamu terima ?” Tanyanya lagi.
“Untuk sementara empat juta, ayah.” Jawab Ilham dengan nada yang tenang meskipun ayahnya bertanya seperti seorang polisi yang mengintrogasi tahananya.
“Rela kamu meninggalkan tiga belas juta setengah, hanya untuk mendapatkan empat juta ?” Tanya ayahnya dengan mata membelalak.
“Buat apa gaji tinggi, kalau membuat hati Ilham selalu tidak tenang, ayah.” Ilham kembali menegaskan pendirianya.
“Ilham ….. !” Ayahnya menggebrag meja sambil berdiri. Tubuhnya nampak gemetar, dan napasnya kelihatan turun naik.
“Ayah…, tenang ayah.” Ucap ibunya sambil berdiri. Sambil menarik tangan suaminya agar duduk kembali.
“Sia-sia aku menyekolahkan kamu tinggi-tinggi.” Teriak sang ayah.
Melihat kemarahan ayahnya seperti itu, Ilham hanya terdiam dengan kepala tertunduk, sementara Santi istrinya juga ikut terdiam. Dia sudah memperkirakan kalau kedua orang tua Ilham akan menolak suaminya.
“Ilham…!” Kata ibunya setelah kembali dari kamar. Cobalah kamu pertimbangkan kembali keputusan kamu itu. Ingat… ! Sekarang kamu tidak sendiri, nak. Kamu sudah punya tanggungan, apalagi beberapa bulan lagi kamu akan menjadi seorang ayah. Kamu perlu banyak biaya banyak, Ilham.” Ucap ibunya dengan nada yang penuh keibuan.
“Ibu…, saya keluar karena Allah. Saya yakin Allah tidak akan membiarkan saya dalam kekurangan.” Jawab Ilham dengan air mata yang berlinang. “Maafkan Ilham, ayah…. ibu….!”
“Disini ada Santi, istrimu.” Kata ayahnya sambil sambil mengarahkan pandangan pada Santi menantunya. “Tolong jawab dengan jujur, apa kamu siap dengan segala kekurangan yang akan kalian hadapi ?” Tanya ayah kepada Santi
“Kalau bicara kurang, mungkin kurang, ayah. Tapi sebagai istri, saya harus tetap menerima keputusan suami saya. Insya Allah kita akan menjalaninya bersama-sama.” Jawab Santi meyakinkan kedua orang mertuanya.
“Kamu bicara begitu karena kamu takut sama suamimu, kan ?” Tanyanya lagi.
“.Tidak ayah…., Santi pikir, orang yang gajinya dibawah empat jutapun masih banyak. Tapi mereka masih bisa menjalani hidupnya.
“Ya sudah…., kalau itu sudah menjadi keputusan kalian. Tapi ingat Ilham…! Ayah tidak mau, kamu datang merengek kepada ayah untuk meminta tambahan biaya hidup.” Ancamnya.
“Jangan begitu, ayah. Saatnya memberi, kita harus tetap memberi.” Cegah sang ibu.
Bela aja terus, anak yang ga tahu diuntung itu.” Ucap ayah sambil berdiri, dan langsung meninggalkan mereka.
“Maafkan Ilham, bu !” Ucap Ilham pada ibunya.
“Ya sudah, kalau itu sudah menjadi pilihan kamu. Jalani saja.! Mudah-mudahan kesuksesan akan kamu dapatkan. Kalau kalian mau pulang, pulang saja ! Biar, nanti ibu yang akan bicara dengan ayah dari hati ke hati.” Pinta ibunya.
“Kalau begitu kami pamit dulu, bu !” Kata Ilham sambil memeluk ibu tercintanya.
“Iya…., “ Tenangkan hati kamu, lama-lama ayahmu akan bangga dengan keputusanmu.” Ibunya membesarkan hati Ilham.
“Maafkan mas Ilham, bu !” Kata santi sambil mencium tangan mertuanya.
“Terima kasih, kamu telah menerima keputusan Ilham dengan kelapangan.” Ucap sang ibu sambil membelai kepala Santi. “ Oh iya, nanti tolong antar ibu ke ustadz Hamdi, ya !” Pintanya.
“Insya Allah, bu. Assalamu alaikum !”
“Wa alaikum salam.!”
Sebulan setelah kejadian itu, Santi mengantar ibu mertuanya ke rumah ustadz Hamdi. Semua hal yang menyangkut sikap dan keputusan Ilham diceritakan kepadanya.
“Saya sudah menceritakan sifat dan sikap anak saya kepada Bapak. Sekarang saya mohon pencerahanya dari bapak, apa yang saya dan suami saya perbuat. Karena terus terang, suami saya masih sangat emosi dengan keputusan anak saya itu.” Pinta ibunya Ilham.
“Kalau keinginan ibu dan suami ibu, bagaimana ?” Tanya ustadz Hamdi
“Ya kalau inginnya sih, dia kembali bekerja di tempat asalnya, pak. Kebetulan direkturnya masih memberikan kesempatan kalau dia berubah pikiran.” Ucap ibunya Ilham
Ustadz Hamdi berpikir sejenak, seakan-akan sedang mencari kata yang tepat, yang bisa diterima oleh orang yang berharap besar kepadanya. “Ibu….! Apa yang dilakukan oleh anak ibu, merupakan sebuah pilihan, dan tentunya dia sudah siap dengan segala resikonya. Sebagai orang tua, sebaiknya kita menghargai atas keputusannya itu.” Ucap ustadz Hamdi.
“Kalau saya mungkin bisa menerimanya, pak. Tapi suami saya…., dia tidak bisa menerima putusan Ilham, terlebih-lebih alasan keluarnya hanya gara-gara tidak bisa shalat berjamaah.”
“Kalau saya jadi suami ibu, saya akan merasa sangat bangga dengan keputusan itu. Karena orang yang tidak mau ketinggalan shalat berjamaah itu, merupakan cerminan keimanan dan keyakinanya kepada Allah sudah sangat kuat. Zaman sekarang ini, bu. Jangankan meninggalkan shalat berjamaah, yang tidak shalat saja sudah banyak sekali.”
“Saya paham, pak. Tapi, bagaimana saya harus meyakinkan suami saya ?”
“Saya yakin, ibu sudah tahu tentang kelemahan suami ibu. Manfaatkan kelemahan itu untuk menguatkan dukunganya pada anak ibu. !” Ustadz Hamdi meyakinkan
“Baiklah…., saya akan mencobanya. Terima kasih atas pencerahanya.” Ucap ibunya Ilham
“Sama-sama ibu !” Balas ustadz Hamdi.
“Sekarang, kami mohon diri ! Assalamu alaikum !”
“Wa alaikum salam warahmatullah wabarakaatuh !”
Kreator : Baenuri
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Sebuah Pilihan
Sorry, comment are closed for this post.