Setelah menempuh perjalanan 1,5 jam dengan naik motor badan rasanya remuk, Aku merebahkan tubuh di atas kasur sekedar untuk meluruskan pinggang.
“Mi!, kopinya mana?” Terdengar suara paksu meminta secangkir kopi, ku langsung berlari ke dapur dan menyeduh kopi hitam kesukaannya.
Sayup terdengar suara adzan dari masjid, rupanya sudah masuk waktu asar, aku terbangun dan langsung berwudhu untuk menunaikan sholat ashar.
Seperti biasa setelah ashar, tugas emak-emak menunggu di dapur, apalagi setelah keluar rumah tentunya banyak pekerjaan rumah yang tertunda.
Pekerjaan sambil-sambil itu biasa, masak sambil mandiin anak, menanak nasi sambil cuci piring, mencuci baju sambil nyapu, begitulah emak-emak terkadang semua kerja jadi sambilan.
Sepintas terlihat paksu pulang dari masjid, dan langsung duduk di teras dengan secangkir kopi dingin yang isinya tinggal setengah masih terletak di meja.
Kembali berjibaku dengan pekerjaan dapurku, hingga terakhir mengangkat anakku dari bak mandi kemudian mengenakan pakaiannya.
Kulirik kembali paksu masih di tempat yang sama, tak ada reaksi apapun melihatku sibuk menangani anakku yang lari kesana kemari setiap kali mau dipakaikan baju.
Hallo…ada apa gerangan…?? batinku bergumam, biasanya kalau paksu diam saja itu ada apa-apanya. ” Bi..mau makan sekarang?” Tanyaku sambil menunggu ekspresinya, “Ntar aja..” jawabnya singkat, hmm… Aku berpikir keras apa penyebab dari sikap diamnya itu.
Setelah magrib kubawakan semua hidangan makan malam ke ruang tengah, tempat favorit biasanya kalau makan sambil nonton berita di tv, dan selama makan pun ekspresinya datar-datar saja.
Kalau begini bisa dipastikan ada yang membuatnya marah, Suaminya kalau kesal atau marah itu biasanya diam seribu bahasa, tapi apa penyebabnya itu masih jadi tanda tanya besar di benakku.
Baiklah…tunggu anak-anak tertidur baru bahas masalahnya, sementara kubiarkan saja, kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu kalau paksu lagi marah. Kembali ku bergumam dalam hati.
Selepas shalat isya anak-anak sudah lelap tertidur, ku ikut duduk depan tv, “Abi mau kopi lagi..?” Tanyaku memancing pembicaraan, “Gak usah.” Jawabnya kembali singkat, “Abi lagi marah yah?” selidikku sambil coba mengajaknya tersenyum, “Emang abi kelihatan marah?” jawabnya malah balik bertanya, “Bangeeet!”sahutku.
Aku melihat paksu menahan senyum, “Abi marah kenapa?” sambungku. “maafin umi kalau umi salah please!” lanjutku sambil merapatkan dua telapak tangan di dada.
“Umi tidak tahu apa yang membuat abi marah?” selidiknya, Aku menggeleng sambil mengacungkan dua jari, karena benar-benar tidak tahu apa yang membuatnya marah.
“Abi nungguin kopi, umi malah tidur.” Jawabnya datar, “What???, jadi tadi umi nyeduh kopi itu mimpi yah??? Astaghfirullah!!!” Pekikku sambil menutup mulut.
“Apa mi???” sahut paksu terlihat heran. “Iya bi, tadi tuh umi ngerasa udah nyeduh kopi, terus umi tidur, rupanya saking ngantuknya umi tertidur sesaat setelah mendengar abi minta kopi, jadi kebawa mimpi deh nyeduh kopinya.” Jawabku sambil menahan tawa.
“Umi…umi…” Paksu tertawa sambil mengacak rambutku, lalu kami sama-sama tertawa, dan yang lebih tepatnya aku menertawakan diri sendiri atas kekonyolan yang ku lakukan.
Subhanallah, hal sepele saja bisa jadi masalah besar jika tidak diselesaikan dengan kepala dingin, bahkan secangkir kopi bisa jadi perang dunia dalan rumah tangga.
Comment Closed: Secangkir Kopi
Sorry, comment are closed for this post.