Banyuwangi. Ya siapa yang tak kenal kota ini? kabupaten paling ujung dan terluas di Jawa Timur. Dengan wilayah 5.782,50 km2 di kawasan Tapal Kuda, Kabupaten Banyuwangi berbatasan dengan Kabupaten Situbondo di utara, Selat Bali di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Jember dan Bondowoso di barat.
Kota yang memiliki salah satu julukan “Sun Rise of Java” ini memiliki penduduk yang multikultural terdiri dari Suku Jawa, Madura, Mandar dan Using. Suku asli Banyuwangi sendiri adalah suku Using, Mereka mendominasi sebagian besar wilayah di Banyuwangi. Suku Using tersebar di 24 kecamatan khususnya di Kemiren, Bakungan, Macanputih, Aliyan dan lainnya.
Suku Using di Banyuwangi ini memiliki beragam budaya, seni dan tradisi unik dan menarik yang patut untuk dilestarikan. Sebagai wujud kepedulian dalam pelestarian seni, budaya dan tradisi asli Banyuwangi ini Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mewadahinya dalam Event Banyuwangi Festival. Dalam kalender B-Fest terdapat puluhan festival seni, adat dan budaya yang sudah terjadwal selama satu tahun.
Salah satu tradisi yang melekat di masyarakat using banyuwangi adalah selametan. Istilah Selametan sendiri berasal dari bahasa arab yakni Salamah yang memiliki arti selamet atau bahagia. Dalam prakteknya, selametan atau syukuran dilakukan dengan mengundang beberapa kerabat atau tetangga untuk berdoa bersama kepada Sang Khalik agar hajat dan keinginannya dikabulkan. Setelah selesai berdoa, dilanjutkan dengan menikmati hidangan yang telah disajikan dihadapannya.
Ada banyak tradisi selametan yang dilakukan masyarakat using Banyuwangi dengan berbagai cara dan keunikannya masing-masing namun tujuannya sama yakni memohon keselamatan, kebahagiaan di dunia dan akhirat. Tradisi selametan yang sering dilakukang misalnya; Selametan Tumpeng Serakat, Jenang Limo, Jenang Abang, Ancakan, Pitonan, Lahiran, Selapanan, Sepasaran, Ngebangno Umah, dan lain-lain.
Dalam setiap acara selametan tersebut, makanan yang dihidangkan selalu ditaruh di tengah, kemudian dikelilingi oleh para kerabat atau tetangga yang diundang dengan posisi duduk silah melingkar. Diantara makanan yang disajikan dalam setiap tradisi itu, ada salah satu sajian yang selalu ada di tengah-tengah hidangan yaitu Sego Golong. Sego golong ini sajian berupa nasi yang dibungkus daun pisang berbentuk melingkar panjang dengan salah satu ujungnya ditekuk ke belakang dan ujung lainnya dibiarkan terbuka.
Lalu apa makna di balik sajian sego golong ini? mengapa selalu dihidangkan di setiap acara selametan? padahal di situ sudah banyak hidangan seperti nasi tumpeng dengan lauk pauknya, serta beragam jajanan dan buah-buahan. Ternyata Sego golong ini bukanlah sekadar hidangan biasa, banyak makna dan filosofi di dalamnya.
Abah Imam Syafi’i salah satu tokoh adat using di Dusun Rejopuro Desa Kampung Anyar Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi menuturkan bahwa sajian Sego golong ini sudah ada sejak jaman nenek moyang warga using Banyuwangi. Menurut beliau ada beberapa cerita asal muasal sego golong ini. Mulai dari babat tanah jawa oleh syeikh Subakir, masa penyebaran agama islam oleh wali songo lalu turun temurun hingga sekarang.
Beliau menceritakan nama Sego Golong diartikan makanan dari golongannya orang-orang pada zaman dahulu. Sebelum sheikh Subakir datang ke tanah jawa dan Wali Songo menyebarkan ajaran agama islam, masyarakat tanah jawa dulu masih banyak yang Kanibal (orang makan orang). Setelah ajaran islam masuk ke tanah jawa, sajian berupa sego golong (bukan hanya berupa nasi dari padi) dikenalkan kepada masyarakat. Sego golong berisi nasi atau parutan dari singkong ditambahkan rebusan telor ayam di dalamnya.
Seiring berjalannya waktu, masyarakat Banyuwangi pada zaman dahulu percaya bahwa dengan menyajikan Sego golong di setiap acara atau hajatan apapun mampu menghadirkan aura positif kepada mereka. Misalnya; ketika mereka diberi kelebihan rezeki, salah satu cara untuk bersedekah yakni dengan cara menyajikan hidangan Sego Solong kemudian dibagi-bagikan kepada warga di sekitarnya.
Lalu apa filosofi dibalik sajian nasi yang dibungkus daun pisang dengan satu sisi terbuka dan sisi lain tertutup kemudian ditanamkan telur ayam kampung didalamnya ini? “Bagian depan dibuka maksudnya agar rezeki mengalir lancar, lalu ditekuk dibagian belakang agar rezeki ini tadi Taleb tidak bocor kemana-mana. Nah telur di tengahnya digunakan sebagai lauknya”, Kata Abah Iman. “Mengapa harus telur lauknya bukan yang lain? karena telur digambarkan sebagai dunia ini, dengan masud agar segala hajatnya didunia ini dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa”, tambahnya.
Dalam kesederhanaan sajian Sego Golong, tersembunyi makna yang mendalam dan penuh filosofi, yang mencerminkan kepercayaan dan harapan masyarakat Using Banyuwangi. Tradisi ini bukan sekadar warisan budaya, tetapi juga merupakan simbol dari permohonan keselamatan, kelancaran rezeki, dan kebahagiaan di dunia maupun akhirat. Dengan tetap melestarikan tradisi seperti Sego Golong dalam setiap acara selametan, masyarakat Banyuwangi menunjukkan betapa kuatnya ikatan mereka terhadap nilai-nilai leluhur yang sarat makna, sekaligus menjaga kekayaan budaya lokal yang tak ternilai harganya. Sego Golong, lebih dari sekadar makanan, adalah cerminan kearifan lokal yang terus hidup dan berkembang di tengah arus modernisasi.
Kreator : hairul warits
Comment Closed: SEGO GOLONG SAJIAN KHAS DI SETIAP ACARA SELAMETAN
Sorry, comment are closed for this post.