Indah sekali rencana Tuhan. Dia menguji dan memurnikan hati kita melalui interaksi dengan orang lain. Hanya dalam perjumpaan dengan orang lain, kita dapat menyadari siapa diri kita sebenarnya. Dalam setiap perjumpaan kita semakin mengerti makna empati, pengertian, dan rasa syukur. Dalam proses ini, kita belajar untuk lebih menghargai diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita. Dengan mengatasi tantangan yang diberikan-Nya, kita dapat tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Ini adalah perjalanan yang tidak hanya memperkuat iman, tetapi juga mendekatkan kita kepada-Nya. Mari kita jalani setiap perjumpaan baik dengan pribadi maupun peristiwa sebagai kesempatan untuk mengasah rasa yang ada dalam diri kita.
Bapak kelihatan gelisah. Kayaknya ada beban yang menindih. Aku cuma heran ndak biasa juga bapak segelisah ini.
Aku tidak mencoba menanyakan. Cuma sekarang aku yang gelisah. Mengapa setelah kedatangan pria itu bapak jadi tambah gelisah.
Tentu aku ndak mau ada apa apa dengan Bapak.
” Bapak sehat kan” , hanya itu yang sempat aku tanyakan. Bapak cuma mengangguk, nyaris tak terlihat. Tubuh tuanya makin tambah kelihatan tua saja.
Beberapa hari kemudian teka teki terjawab sudah, ibuku sakit. Lelaki yang datang tempo hari ternyata adikku sendiri yang ikut ibu saat ibu menikah lagi. Aku hanya dengar kisah getir ayahku ditinggal ibu dan selalu mengingat ingatnya.
Sejak itu aku hanya hidup berdua dengan ayahku. Ayahku cuma seorang buruh serabutan. Menurut cerita ayahku ibuku seorang guru.
Bapakku berpisah dengan ibuku ketika aku berumur tiga tahun, umur yang membuat aku belum mampu mengingat tragedi dalam keluargaku.
Setelah remaja aku sering merasa kasihan kepada bapakku. Kisah cintanya begitu tragis. Ibu tega meninggalkan kami berdua saat bapak ada dipenjara.
Saat itu bapak dipersalahkan dan dihukum 3 tahun karena diduga turut menggebuki maling di desa kami yang ternyata kemudian tetanggaku punya soal utang piutang dengan terduga maling yang teraniaya hingga tewas itu.
Saat kejadian itu sejatinya bapak sedang jadi buruh di Bantul. Tapi tiga hari dini hari setelah kejadian itu, tujuh orang digelandang ke kantor polisi.
Polisi ndak mau tahu penjelasan bapakku. Singkatnya dua orang dilepas , lima orang berlanjut sampai pengadilan. Dasar bapak saat itu buta hukum dan tak kuat bayar pengacara, akhirnya bapak dihukum 3 tahun,.
Dari sinilah tragedi rumah tangga orang tuaku dimulai. Aku dengar dari cerita tetanggaku, ternyata kisah bapak memang tragis sekali. Waktu itu para istri setiap kamis selalu mengunjungi suami suami mereka di penjara termasuk ibuku
Tapi ibu mengunjungi bapak cuma enam bulan. Setelah itu ibu ndak pernah lagi masuk ruang tahanan ketemu bapak, nasinya dititipkan tetanggaku. Alasan ibuku pekerjaan di sekolah banyak. Bapak maklum saja.
Ternyata ibuku kena rayu salah seorang sipir penjara. Dan bapakku kehilangan ibu selama lamanya karena ibu dinikahi oleh petugas lapas itu.
Sungguh cerita yang sangat pilu. Saat itu aku berumur 12 tahun, bapak tak tahan lagi mendengarkan pintaku yang datang bagai gelombanguntuk mencari ibu.
Saat itu hatiku hancur layaknya bejana dari tanah liat yang terjatuh ke lantai.
Sejak saat itu aku berjanji untuk membuat bapak tidak sedih. Sekolahku lancar saja karena bapak ndak pernah aneh aneh. Aku juga jarang jajan. Agar ndak minta bapak uang jajan aku sering membawa nasi bungkus ke sekolah. Nenekku yang membungkus nasi itu.
Tragedi kedua orang tuaku, bagiku merupakan skandal yg membuat aku tak akan pernah memaafkan ibuku. Ayahku ndak pernah marah. Justru aku yg sering uring-uringan bila mengingatnya. Sejak skandal memalukan itu aku tak pernah ketemu ibu lagi pula aku merasa tak punya ibu. Mengapa ada ibu setega itu pada anaknya sendiri, hanya untuk keegoisannya.
Memang waktu berputar tak peduli dengan keresahanku. Tapi ya ampun, tak hanya ibu aku juga tidak mudah menerimanya. Soalnya ia anak ibuku, yang kubenci.
Tuhan ampuni aku ya aku mohon ijin untuk membencinya. Tuhan aku berhak membenci orang yang Engkau pasrahi sebagai ibu di dunia soalnya sudah mengkhianati amanatMu Tuhan. Bolehkan ?? Dalam doa aku sering menangis.
Mengapa pedih itu harus ditambah lagi. Mengapa anak ibuku yang lain harus hadir dalam kehidupanku yang juga siap merampas kasih sayang bapakku.
Irwan, nama adikku, menjadi semakin sering datang ke rumah. Dan ternyata bapak seakrab itu dengannya. Ternyata bapak tidak hanya mencintai aku seorang.
Tentu ini semakin merlukaiku, di saat kemarahan masih menjadi warna perjumpaan dengan ibuku. Ya hanya dalam kebencian, aku berjumpa dengan ibuku.
” Pak, mengapa dia datang lagi “, protesku.
” Beri kesempatan bapak, melunasi hutang bapak karena bapak telah lama kehilangan kesempatan mengasihinya, kan dia anak bapak juga. ” Kata- kata bapak terakhir membuatku cemburu.
Aku tak menjawab. Kutinggalkan bapak. Sampai bapak memohonku agar aku mau ibuku tinggal di rumah ini.
Ibuku sudah lima tahun bercerai dengan suaminya. Dan ibuku dalam keadaan sakit. Dia hidup di atas kursi roda saban harinya. Dulu ibu tinggal dengan nenek danada adik ibuku. Tapi sejak nenek meninggal, bu likku ke Tangerang. Jadi sekarang hanya,adikku yang mengurus kesehariannya. Padal mulai minggu depan Irwan mulai bekerja. Lantas siapa yang mengurus ibuku.
” Bapak masih sudi menerimanya ?” Kali ini ndak bisa menahan lagi.
Baru pertama kali ini aku marah sama bapak. Bapak semakin sedih. Tapi yang aku herankan mengapa bapak serapuh itu.
Aku sudah sampai kesimpulan akhir. Aku ndak akan menyisakan ruangan hatiku untuk ibu. Saya tahu ini yang membuat bapakku sedih. Aku heran, hati bapak terbuat dari apa ya?
” Tina aku tak pernah memaksa kamu memaafkan ibumu. Bapak sadar tidak ada orang yang dapat dipaksa kalau dirinya tidak mau. Lagi pula hanya orang hebat yang sanggup memaafkan.
Saya sangat kecewa. Saya masuk kamar. Dan mencoba mencerna kata kata ayahnya. Tiba-tiba jatuhlah perasaan iba akan bapaknya, yang selama ini mengaihinya. Memeran peran bapak dan ibu, sekaligus merasa iba juga dengan adiknya. Toh Ia berhak punya masa depan. Ia keras merenung ,adilkah ia menyandera perasaan keduanya? walau berdamai dengan ibu rasanya mustahil. Lukaku sangat dalam.
Jadi bagaimana lanjutnya ?? Pertanyaan ini sungguh seperti gudang yang ndak ada tutupnya. Tiba-tiba pintu terbuka. Bapak mendekatiku. Rambut panjangku disentuhnya lembut. Aku baru sadar kasihnya padaku tak pernah berkurang.
Dalam suasana hati yang kelam, aku teringat kata-kata Bapak. “Anakku, selalu ada cahaya perak di tengah mendung.” Kalimat itu bergetar dalam pikiranku, menggugah harapan yang tersembunyi di balik rasa sakit yang mendalam.
Aku tahu, saat ini mungkin sulit untuk menemukan cahaya itu. Namun, Bapak meyakinkan aku bahwa Tuhan tidak pernah lelah mencari kita yang tersesat. Mungkin aku sudah terlalu lama terpuruk dalam ketidakpastian dan rasa sakit, terutama ketika memikirkan Ibu. Mengampuni memang bukan hal yang mudah. Ada luka yang terlalu dalam, namun aku paham, ini adalah cara untuk membayar lunas hutang kasih sayang Bapak yang tiada tara.
Kini, aku berdoa kepada Tuhan, mohon agar aku menemukan kembali cinta Ibu yang seolah menghilang. Mungkin, dalam proses ini, aku bisa menemukan kedamaian dalam diriku sendiri. Mungkin, dengan mengampuni, aku tidak hanya membebaskan Ibu, tapi juga diriku sendiri.
Dengan tekad baru, aku melangkah maju, berusaha mencari cahaya di tengah mendung yang menyelimuti hati. Setiap doa, setiap harapan, adalah langkah menuju pengampunan yang hakiki.
Kreator : Goris Prasanto
Comment Closed: Selalu ada cahaya perak di tengah mendung
Sorry, comment are closed for this post.