Selalu dimarahi nenek-nenek dan ibu-ibu, kisah haji seorang wanita muda
Ini adalah kisah dari seorang wanita muda yang melaksanakan haji dengan kelas ONH plus bersama suami. Di usia yang baru masuk 31 tahun, Rasha hidup sangat berkecukupan, setelah menikah dengan suami yang sangat menyayanginya, segala kebutuhan Rasha dipenuhi. Beberapa properti di Jakarta bahkan dibeli atas namanya. Jangankan untuk pergi umroh, kalau setiap tahun jalan-jalan keluar negeri itu sudah biasa. Namun demikian, suaminya sangat sederhana dan mengarahkan Rasha untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Usia pernikahan mereka sudah masuk 4 tahun, namun belum juga dikaruniai anak. Mereka sudah berusaha 2 kali bayu tabung, salah satunya di luar negeri. Bukannya tidak mau berusaha lagi, namun suaminya tidak tega melihat Rasha harus disuntik berkali-kali, terapi hormon dan lain sebagainya. Maka, untuk menggenapkan ibadah mereka, Rasha dan Ridho memutuskan menunaikan ibadah haji.
Rasha dibesarkan dalam keluarga yang yang kuat agamanya. Sementara Ridho, adalah anak tunggal dari keluar yang kuat akademisinya. Ridho baru tertarik belajar Islam secara serius ketika menikah dengan Rasha. Bersama Rasha, Ridho ingin membentuk keluarga dalam nuansa Islami yang kental. Salah satu tujuan berhaji adalah selain memanjatkan doa juga agar menyempurnakan rukun Islam.
Namun, beberapa bulan sebelum berangkat haji, Rasha terlibat konflik dengan kakak perempuannya. Salah paham ini dimulai, saat kakak Rasha mengurus tanah warisan ayah mereka dan meminta seorang notaris untuk membantunya. Ternyata surat-surat tanah waris ini bermasalah, dan harus diurai satu per satu. Karena pengurusan sudah hampir 2 tahun, Rasha emosi dna menghampiri notaris yang usianya hampir 50 tahun. “Ibu, ibu ini sebenarnya sanggup gak sih urus-urus surat? Saya wa tidak dibalas, ditelp tidak dibalas! Kalo tidak punya pulsa saya beliin bu,” katanya. Bu Yani, sang notaris tetap tenang. “Mohon maaf, Mba Rasha, satu minggu kemarin setiap hari saya rapat dengan DPR mewakili konsorsium. Benar-benar padat acaranya.”
Urusan surat tanah juga sebenarnya hampir rampung. Bu Yani harus mengurus surat waris dan sertifikat tanah yang dibaliknama ke-5 orang. Namun entah mengapa Rasha menjadi emosional dan terkesan tidak sabar. Atas kejadian ini, kakak Perempuan Rasha merasa malu kepada Bu Yani, dan memohon maaf atas nama adiknya.
Rasha dan Ridho pergi umroh. Banyak hal yang ditemui Rasha dan tidak sesuai ekspektasinya. Sebagai jamaah haji ONH plus, saat di Arafah tenda Rasha sangat tidak nyaman, karena terletak di sebelah mobil sampah yang bau dan ditutupi sampah menggunung. Belum lagi, setiap dia mengantri di toilet selalu dimaki-maki oleh nenek-nenek atau ibu-ibu. Rasha tidak tahu apa salahnya, tetapi selalu pandangan dan makian ditujukan padanya. Ia merasa ibadah hajinya tidak sempurna karena ia banyak menangis dan kesal.
“Heran deh Ma, kenapa setiap ketemu nenek-nenek atau ibu-ibu, mereka marah-marah sama Rasha, padahal kita gak interaksi loh. Mau nenek dari Indonesia, India, Iran..pada marah semua, “ ujarnya sambil menangis pada ibunya. Ibu Rasha yang sangat memahami watak anaknya yang keras, hanya bisa bicara lembut. “Kita refleksikan diri kita aja sayang. Barangkali sebelum berangkat, ada orang-orang yang hatinya kita lukai. Silakan minta maaf pada mereka.”
Urusan maaf dan memaafkan, tidak bisa dipaksakan. Apalagi jika bukan panggilan dari diri sendiri. Hingga surat-surat tanah selesai, Rasha dan Bu Yani tidak pernah lagi bertemu, tidak ada yang mengetahui juga apakah Rasha sudah pernah minta maaf atau belum kepadanya.
Kreator : Nurhablisyah
Comment Closed: Selalu dimarahin nenek-nenek
Sorry, comment are closed for this post.