Pagi buta itu Kambicci berjalan menyusuri tangga rumahnya yang licin karena semalam habis turun hujan dengan derasnya. Ia sangat berhati-hati menuruni tangga, takut kalau kakinya sampai terpeleset. Apalagi dia juga sedang membawa jerigen kosong untuk diisi air.
Setelah berhasil menuruni tangga, ia pun mempercepat langkahnya, sambil sesekali berlari kecil. Ia terus menyusuri jalan di kampungnya sambil sesekali menjawab sapaan tetangganya yang kebetulan berpapasan dengannya.
Tidak berapa lama kemudian, ia pun sampai di sebuah sungai kecil. “Syukurlah belum ramai” gumamnya dalam hati. Sampai di sungai, ia pun langsung menyimpan jergennya di dekat sumur lalu berlalu tanpa berbasa-basi dengan seorang tetangganya yang sedang mencuci pakaian di dekat sumur yang ada di pinggir sungai.
Ia terus ke sungai, dan berjalan menyusurinya. Ia mencari tempat yang tersembunyi, setelah dia rasa sudah aman, baru dia jongkok. Ternyata dia tergesa-gesa karena perutnya sakit, ingin buang air.
Di kampungnya, memang WC warga ada di Sungai kecil itu. Hanya ada 2 keluarga yang memiliki WC di rumah. Kurang lebih 15 KK di kampung tersebut, jadi kebayang betapa ribetnya jika penduduk kampung bersamaan mau BAB. Pasti antriannya panjang karena tidak memungkinkan untuk bersamaan semua.
Setelah selesai membersihkan diri, Ia pun bangkit dan terus mandi di sumur. “Kok tumben ya tidak ramai sudah jam segini” ia muIai menyapa ibu Lisna yang sedari tadi asyik mencuci di dekat sumur untuk memecah kesunyian. Bu Lisna hanya menoleh kearahnya dan mengangguk. Setelah mandi Kambicci lalu mengisi jergennya dengan air sumur lalu pamit duluan ke Bu Lisna. Lagi lagi Bu Lisna hanya membalasnya dengan anggukan.
Dalam perjalanan pulang ke rumah, Kambicci bertemu Cicci, sepupunya bersama Aji Lina tetangganya. “Dari mana pagi-pagi begini Aji? Koq barengan sama Cicci?”, tanya Kambicci dengan nada penasaran karena keduanya dikenal tinggal di kampung yang berbeda.
“Kami dari melayat nak, kebetulan ketemu Cicci di rumah almarhum dan bersamaan mau balik ke rumah jadi barengan” jawab bu Aji panjang lebar.” Iya, habis shalat subuh tadi saya baru tau dari jemaah di masjid kalo bu Lisna meninggal semalam” Cicci menambahkan.
“Bu Lisna?” tanya Kambicci sedikit berteriak. mendengar nama bu Lisna disebut seketika bulu kuduk Kambicci berdiri dan tanpa sadar jergen yang ada di tangannya pun terjatuh. Dia langsung memeluk sepupunya sambil mengucapkan “Innalillahi wainna ilaihi rajiun” dan terus beristighfar “Astagfirullahal Adzim” tanpa henti. Sementara Aji Lina sigap mengambil jerigen yang jatuh dari tangan Kambicci. Spontan Ia dan Cicci bertatapan dengan mimik wajah kebingungan melihat reaksi Kambicci. Melihat tatapan mereka yang penuh tanda tanya, Kambicci pun langsung menyadari bahwa reaksinya berlebihan di mata mereka. Ia pun berusaha menenangkan diri dan melepaskan pelukannya sambil berkata “Saya kaget karena baru mendengar beritanya De”, “Semalam saya cepat tidur karena kecapean habis cari kayu di hutan dan tadi pun belum sempat bicara dengan orang di rumah karena buru-buru ke sungai”. “Makanya saya belum tahu beritanya”. “ow kirain kenapa” sahut bu Aji hampir bersamaan dengan Cicci dengan nada lega.
“Maaf sudah mengambil waktunya” sambil meraih jergen yang dipegang oleh bu Aji. “Saya duluan ya” tambah Kambicci sambil berlalu meninggalkan mereka berdua.
Dalam perjalanan pulang, Kambicci terus bertanya-tanya dalam hati siapa yang telah ditemuinya barusan di sungai, atau ia salah lihat. Perasaannya tidak karuan tapi untungnya dia masih bisa mengontrol diri tadi. Dia memutuskan untuk tidak menceritakan kejadian yang baru dialaminya di sungai kepada Aji Lina dan Cicci bahkan anggota keluarganya di rumah. Dia khawatir jika cerita tersebut cepat menyebar di kampung dan menimbulkan cerita yang kurang baik bagi almarhumah.
Sesampainya di rumah, Kambicci langsung menemui ibunya dan menanyakan perihal kebenaran berita yang baru saja didengar dari sepupunya itu. Ibunya membenarkan dan mengajaknya pergi melayat. Ia pun menjawab ajakan ibu dengan anggukan sambil mempersiapkan diri, ia mengganti jilbab dan pakaian yang pantas dikenakan lalu mengekor di belakang ibunya tanpa berkata sepatah katapun.
Sejak kejadian yang dialami di sungai tersebut, Kambicci sudah tidak berani lagi pergi ke sungai sendirian, dia pasti memanggil kakak atau adiknya untuk menemaninya.
Majene, Sabtu 6 Juli 2024
Kreator : Sitti Aman
Comment Closed: Selamat Jalan Bu Lisna
Sorry, comment are closed for this post.