KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • basedonmyrealitylife
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » SELF MOTIVATION Motivasi Ummati.. Ummati.. Ummati…

    SELF MOTIVATION Motivasi Ummati.. Ummati.. Ummati…

    BY 30 Sep 2025 Dilihat: 5 kali
    Ummati.. Ummati.. Ummati…_alineaku

    Rindu Rasul – Bimbo

    Rindu kami padamu Ya Rasul
    Rindu tiada terperi
    Berabad jarak darimu Ya Rasul
    Serasa dikau di sini

    Cinta ikhlasmu pada manusia
    Bagai cahaya surga
    Dapatkah kami membalas cintamu
    Secara bersahaja

    Rindu kami padamu Ya Rasul
    Rindu tiada terperi
    Berabad jarak darimu Ya Rasul
    Serasa dikau di sini

    Cinta ikhlasmu pada manusia
    Bagai cahaya surga
    Dapatkah kami membalas cintamu
    Secara bersahaja

    Rindu kami padamu Ya Rasul
    Rindu tiada terperi
    Berabad jarak darimu Ya Rasul
    Serasa dikau di sini

     

    لَهٗ مُعَقِّبٰتٌ مِّنْۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهٖ يَحْفَظُوْنَهٗ مِنْ اَمْرِ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ وَاِذَآ اَرَادَ اللّٰهُ بِقَوْمٍ سُوْۤءًا فَلَا مَرَدَّ لَهٗۚ وَمَا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِهٖ مِنْ وَّالٍ ۝١١

    Artinya :

    ”Baginya (manusia) ada (malaikat-malaikat) yang menyertainya secara bergiliran dari depan dan belakangnya yang menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka. Apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, tidak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”

    (QS Ar Ra’d 13 : 11)

     

    Pembaca yang dirahmati Allah subhanallahu wa ta a’la.

    Diantara riuhnya manusia di dunia, semoga kita selalu bisa menjadi pribadi hening yang mencemburui mereka yang bertakwa kepada Allah subhanallahu wa ta a’la, 

    fastabiqul khoirot.

    Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan”. (QS Al Baqaroh 2 : 148).

     

    Saya dulu sempat merasa bingung di setiap kali membaca kisah-kisah heroik para sahabat yang sangat mencintai Rasulullah sholallahu alaihi wa salam. 

    Begitu cintanya para Sahabat kepada Rasulullah sholallahu alaihi wa salam, sampai-samapai mereka akan memberikan apa saja yang mereka miliki bahkan sebelum Rasulullah memintanya. Mereka akan menjadi benteng terdepan dalam membela Rasulullah sholallahu wa alaihi wa salam bahkan rela menjadi tameng bagi Beliau. Tidak hanya harta, mereka juga rela mengorbankan nyawanya demi sang utusan mulia, Rasulullah sholallahu alaihi wa salam.

    Saya juga bertanya-tanya pada diri sendiri. Apakah saya mencintai dan merindukan Rasulullah sholallahu alaihi wa salam? Ataukah saya hanya mengaku-ngaku mencintai Beliau saja? Karna kalau benar saya mencintai dan merindukan Rasulullah sholallahu alaihi wa salam, seberapa banyak salam dan sholawat yang terucap oleh bibir ini? Seberapa kenal saya dengan Rasulullah sholallahu alaihi wa salam? Seberapa kuatnya usaha diri ini untuk meneladani beliau? 

    Tapi seperti kata Ustadz Hanan Attaki (semoga Rahmat dan penjagaan Allah Azza wa Jalla senantiasa untuk Beliau dan keluarga) penting bagi setiap muslim untuk membaca dan mempelajari sejarah Rasulullah sholallahu alaihi wa salam. Agar kita bisa merasakan rasa yang sama, agar kita bisa merasakan kecintaan yang sama sebagaimana cintanya para sahabat di masa Rasulullah Sholallahu alaihi wa salam atau bagaimana kerinduan para sahabat ketika Rasulullah sholallahu alaihi wa salam telah wafat.

    Maka semenjak mendengarkan parkataan Ustadz Hanan Attaki tersebut, saya berusaha untuk membaca kembali biografi kehidupan Rasulullah sholallahu alaihi wa salam dan juga biografi para sahabat dan shahabiyah Beliau. Bukankah, Cinta hadir karena adanya pengetahuan. Semakin dalam pengetahuan akan sesuatu, maka semakin kuatlah cinta itu. Seperti pepatah jawa “weteng tresno jalaran soko kulino- Cinta hadir karena terbiasa”.

    Sebenarnya, banyak buku yang sudah saya miliki tentang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, bahkan buku Sirah Nabawiyah telah saya sejak tahun 2004, tapi jujur saja, tak semua buku-buku yang berkisah tentang Beliau dan para Sahabat saya baca dengan tuntas apalagi membacanya dengan penuh cinta. Bahkan ada buku-buku yang tak tersentuh sama sekali, alias hati saya belum tergerak untuk membacanya.

     

    Perlahan saya mulai membaca kembali buku-buku tentang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Bahkan diantara waktu luang tak berkegiatan saya scrolling kisah-kisah Beliau. Saya terus mengupayakan untuk mengenal Beliau lebih dekat dan lebih baik lagi. Saya menginginkan cinta dan rindu bisa tumbuh di hati ini. Agar saya bisa jujur pada diri sendiri. Agar saya bisa mendengarkan suara hati. Agar bisa merasakan kecintaan dan kerinduan sebagaimana cinta dan rindunya para sahabat kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa salam. Meski berabad jarak membentang, saya ingin merasakan menjadi  bagian umatnya yang sangat dicintai dan dirindukan olehnya, seperti cintanya seorang kekasih kepada kekasihnya, sebagaimana Beliau yang di penghujung nafas terakhirnya pun menyebutnya, ummati.. ummati… ummati…

     

    لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ

    Artinya :

    ”Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah. ” 

    (QS Al Ahzab 33 : 21)

     

    Menjelang wafat, Rasulullah sholallahu alaihi wa salam mengumpulkan seluruh sahabat dan keluarganya. Semua menangis sedih melihat keadaan Rasulullah sholallahu alaihi wa salam yang sekarat. Di atas mimbarnya, Rasulullah sholallahu alaihi wa salam bertanya : 

    “Mungkin setelah hari ini, aku tidak akan lagi bertemu dengan kalian. Siapa diantara kalian yang pernah merasa aku sakiti atau aku dzolimi, maka tebuslah, mintalah qisosnya hari ini padaku!”.

    Hening. Tiada sahabat yang menjawabnya. Rasulullah shallallahu alaihi wa salam bertanya lagi untuk ketiga kalinya. Seorang sahabat pun berdiri menuju nabi Shallallahu alaihi wa salam, dialah Ukasyah Ibn Muhsin.

    “yaa Rasulullah saya ingin meminta hak saya. Dulu saya bersamamu di perang Badar, Untaku dan untamu berdampinga, saat itu engkau melecutkan cambuk kepada untamu agar dapat berjalan lebih cepat, namun sesungguhnya engkau memukul punggungku.” Ucap Ukasyah.

    Semua yang berada di ruangan itu kaget, tega sekali kiranya Ukasyah berkata seperti itu kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa salam. Semua air mata sahabat mengalir deras. Tapi tidak dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, bahkan beliau tidak meminta saksi-saksi dari sahabat lainnya, ini karena beliau percaya dengan Ukasyah dan Ukasyah adalah sahabat yang Istimewa juga bagi Beliau. 

    Beliau lalu turun dari mimbarnya, lalu Nabi memerintahkan kepada Bilal bin Rabah untuk mengambil cambuk di rumah putrinya, Fatimah.Bilal nampak begitu berat untuk menunaikan perintah Beliau. Bilal tidak ingin cambuk yang dibawanya melukai tubuh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, namun Bilal juga tak kuasa melawan perintah Beliau. Segera setelah sampai, cambuk dari Bilal yang diberikan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berpindah ke tangan Ukasyah. Seketika Masjid dipenuhi oleh suara gemuruh para sahabat.

    Tiba-tiba dari barisan terdepan maju sosok berwajah sendu dan berjanggut basah oleh air mata, Abu Bakar dan sosok yang ditakuti para musuhnya di medan pertempuran, Umar bin Khattab. Hampir berbarengan mereka berkata : 

    “Hai Ukasyah, pukullah kami berdua, sesukamu. Pilihlah bagian manapun yang kau inginkan, qisoslah kami!”

    Rasulullah shallallahu alaihi wa salam menggelengkan kepalanya dan menyuruh kedua sahabat tersebut untuk duduk.

    Melihat Abu bakar dan Umar duduk, Ali bin abi Thalib pun berdiri di depan Ukasyah.

    “Hai Ukasyah, inilah aku yang masih hidup siap menggantikan qisos Rasul. Inilah punggungku, ayunkanlah tanganmu sebanyak apapun, deralah aku!”

    Rasulullah shallallahu alaihi wa salam kembali menggeleng dan menyuruh Ali duduk. 

    “Hai Ukasyah, engkau tau, kami adalah kakak beradik, kami adalah cucu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Kami darah dagingnya, bukankah ketika engkau mencambuk kami, itu artinya mencambuk  Rasul juga?!” Hasan dan Husein berdiri di depan Ukasyah. Namun Rasulullah shallallahu alaihi wa salam menyuruh cucu yang sangat dicintainya itu untuk duduk.

    Masjid dipenuhi isak tangis. Tak ada seorang pun yang relakekasih Allah ini dicambuk dalam keadaannya yang sekarat.

    Ukasyah berjalan ke arah Rasulullah shallallahu alaihi wa salam. Kini tak ada lagi yang berdiri menghalangi Ukasyah mengambil qisas.. 

    “Wahai Ukasyah, inilah ragaku, cambuklah sesukamu.” Rasulullah selangkah mendekati Ukasyah.

    “Wahai Rasul Allah, saat engkau mencambukku, tak ada sehelai kain pun yang menghalangi lecutan cambuk itu.” Ucap Ukasyah tanpa ragu.

    Tangisan semakin deras mengalir dan semakin kencang terdengar. Rasulullah sholallahu alaihi wa salam tak berucap sepatah kata pun. Rasulullah sholallahu alaihi wa salam melepaskan pakaian dan tersingkaplah tubuh suci Beliau.

    Pekik takbir pilu mulai menggema..

    Ukasyah terdiam..

    Menyaksikan tubuh Rasulullah shallallahu alaihi wa salam, Ukasyah membuang cambuknya dan berlari memeluk tubuh Beliau. Sepenuh cinta direngkuhnya tubuh kekasih hatinya, erat, erat.. sangat erat sekali. Tangisnya pecah. Perasaaan cinta dan rindunya kepada Rasulullah sholallahu alaihi wa salam ia tumpahkan saat itu. Ukasyah menangis gembira, ia berteriak haru dan gemetar bibirnya berucap,

    “Tebusanmu, jiwaku, Ya Rasul Allah.. Siapakah yang sampai hati mengqisos manusia mulia sepertimu. Aku hanya berharap tubuhku bisa melekat dengan tubuhmu, hingga Allah denagn keistimewaan ini menjagaku dari sentuhan api neraka..”

    Lihatlah rasa cinta yang ditunjukkan oleh Ukasyah.

     

    Dialah Bilal bin Rabbah Al Habsyi.

    Seorang sahabat yang suara indahnya selalu dirindukan untuk mengumandangkan adzan. Bilal yang tak lagi sanggup untuk mengumandangkan adzan ketika Rasulullah sholallahu alaihi wa salam telah wafat. Bahkan ia memutuskan untuk meninggalkan Madinah menuju negri Syam (tepatnya di Damaskus-Suriah), karna tak kuasa menahan perihnya merindui sang  Rasul Allah. Beberapa sahabat seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab telah pula mengunjungi Bilal dan membujuk Bilal agar kembali ke Kota Madinah dan berkenan untuk menjadi muadzin sebagaimana ketika Rasulullah sholallahu alaihi wa salam masih hidup. Namun Bilal menolak, Bilal merasa tak kuasa untuk menahan kerinduannya pada sang Rasul Allah yang telah tiada.

    Hingga di satu malam Bilal bermimpi berjumpa dengan Rasulullah sholallahu alihi wa salam,

    “Ya Bilal, tidakkah engkau rindu untuk mengunjungiku? Kenapa engkau sampai begini” begitu Rasulullah sholllahu alaihi wa salam berkata dalam mimpinya.

    Mimpi tersebut mengantarkan Bilal untuk bersiap mengunjungi Madinah. Entah Kerinduan Bilal ataukah kerinduan Rasulullah sholallahu alaihi wa salam ataukah kerinduan dua kekasih yang sudah tak tertahankan.. nyatanya telah membawa kedua kaki Bilal untuk berada kembali di Kota Madinah. Begitu sampai di Madinah, Bilal langsung mengunjungi makam Rasulullah sholallahu alaihi wa salam. Tangis kerinduannya tumpah. Cintanya kepada Rasulullah sholallahu alaihi wa salam begitu besar. Di saat yang bersamaan Bilal di dipertemukan dengan cucu-cucu kesayangan Rasulullah sholallahu alihi wa salam yang telah beranjak dewasa, Hasan dan Husein. Kemudian Husein berkata :

    “Paman. Maukah engkau mengumandangkan adzan untuk kami. Kami ingin mengenang kakek.. ”

    Umar bin Khattab yang saat itu juga berada sana, turut membujuk Bilal untuk kembali mengumandangkan adzan. Bahkan Umar radhiyallahu anhu juga mengatakan bahwa sahabat yang lainnya juga merasakan perasaan yang sama. Hingga akhirnya Bilal pun tersadarkan bahwa inilah waktunya untuk menumpahkan segenap kerinduan itu.

    Suaranya yang merdu mulai terdengar ke seluruh penjuru Kota Madinah. 

    Ketika lafadz Allahu Akbar ia kumandangkan, seketika Kota madinah menjadi sunyi dan senyap. Seluruh aktivitas pun terhenti pada saat itu.

    Seluruh penduduk Kota Madinah sontak kaget demi mendengar suara merdu yang sudah lama menghilang tiba-tiba kembali terdengar. Suara tersebut mengingatkan mereka akan sosok Rasulullah shallallahu alaihi wa salam dan juga momen-momen mereka saat bersama dengan Beliau.

    Ketika Bilal mengumandangkan lafadz Asyhadu alla  Ilaaha illallah seluruh penduduk Madinah mulai berlarian mencari sumber suara dan mulai berteriak histeris.

    Hingga pada lafadz berikutnya, suara Bilal mulai terdengar parau ketika mengumandangkan 
    lafadz Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Bilal mulai terisak ketika menyebutkan nama orang yang ia rindukan.

    Seketika Madinah pecah oleh tangisan dan ratapan yang sangat memilukan. Semua menangis, teringat masa-masa indah saat Bersama Rasulullah sholallahu alaihi wa salam, sang Khalifah Umar bin Khattab adalah yang paling keras tangisannya. Bahkan Bilal pun tak sanggup untuk meneruskan kumandang adzannya, bibirnya kaku, lidahnya kelu tercekat oleh airmata yang mengalir berderai.

    Hari itu Madinah mengenang masa-masa saat Rasulullah shallallahu alaihi wa salam ada Bersama mereka.

    Hari itu adalah adzan pertama dan terakhir bagi Bilal setelah Rasulullah shallallahu alaihi wa salam wafat.

    Adzan yang telah menerbitkan rasa kerinduan penduduk Madinah kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa salam.

    Adzan yang tak pernah bisa dirampungkan.

    Hari itu Madinah banjir oleh air mata kerinduan pada manusia mulia berakhlak mulia, Rasulullah shallallahu alaihi wa salam.

    Waktu pun berlalu, hingga saat Bilal hampir menemui ajalnya, istrinya menangis tapi Bilal justru berkata,

    “Sungguh gembiranya aku.. esok aku akan bertemu dengan orang-orang yang kukasihi. Rasul Allah dan sahabat-sahabatnya.”

    Membaca satu demi satu kisah para sahabat, tak terasa membuat air mata ini mengalir. Sesak rasanya dada ini, menyaksikan betapa besarnya cinta dari setiap sahabat Rasulullah sholallahu alaihi wa salam. Bagaimana mungkin ada orang yang begitu mencintai hingga sedalam itu, bila seseorang itu tidak Istimewa? Lalu bagaimana dengan diri ini?

     

    Bahkan sepeninggal Rasulullah shallallahu alaihi wa salam, Umar bin Khattab seringkali menangisi Beliau karena kerinduannya yang teramat dalam dan tidak terobati. Pernah, suatu hari Umar bin Khattab radhiyallahu anhu menangis dan berkata :

    “Wahai Rasulullah. Seandainya engkau berdoa sebagaimana doa Nabi Nuh alaihissalam kepada kaumnya yang kafir dan tidak diizinkan tinggal di bumi, pasti kami semua sudah mati. Meskipun punggungmu telah diinjak, wajahmu dilukai, tubuhmu dilempari dengan kotoran unta, dan gigi gerahammu dipatahkan, tapi engkau tetap berdoa, “Ya Allah, ampunilah kaumku, sesungguhnya mereka tidak mengerti”.

    Wahai Rasulullah. Dulu batang kurma yang kau jadikan tumpuan berdiri saat berkhutbah lalu kau menggantinya dengan mimbar, ia merintih sedih karena berpisah denganmu. Lalu engkau meletakkan tanganmu di atasnya sehingga seketika tenanglah ia kembali. Sebatang pohon kurma pun mencintaimu dan menyampaikan isyarat cintanya dengan bahasanya.

    Wahai Rasulullah. Demikian mulianya dirimu di sisi Allah, hingga Dia mengutusmu sebagai Nabi terakhir namun Dia menyebutmu dalam urutan pertama diantara para Nabi.

    Wahai Rasulullah. Demikian besar keutamaanmu disisi Allah, hingga penghuni neraka yang merintih kesakitan ingin mematuhi dahulu saat mereka hidup di dunia.

    Wahai Rasulullah. Meskipun Sulaiman bin Daud diberikan angin untuk bepergian, tidaklah lebih Ajaib kiranya daripada Buraq yang kau kendarai saat Isra Mi’raj sampai ke langit ketujuh.

    Wahai Rasulullah. Betapapun Isa bin Maryam diberi kemampuan untuk menghidupkan orang yang telah mati, tidak lebih Ajaib dari daging domba yang diracuni dan langsung berbicara kepadamu, “ jangan memakanku, sebab aku telah diracuni!”

    Wahai Rasulullah..”

    Yaa Rasulullah..

    Bagaimana mungkin aku tidak mengagumimu, sedangkan Ketika engkau ditawari alam semesta dan seisinya, engkau lebih memilih umatmu.

    Yaa Rasulullah..

    Bagaimana mungkin aku tidak menyayangimu, sedangkan engkau sangat peduli dan menyayangi kami, umatmu. Bahkan di ujung nafas terakhirmu, engkau terus menyebut kami, ummati.. ummati.. ummati…

    Yaa Rasulullah..

    Bagaimana mungkin aku tidak mencintaimu, sedangkan nanti saat hari kiamat, hanya engkau yang sibuk berlarian di padang mahsyar demi menemukan kami untuk engkau beri syafaat.

    Betapa indahnya kiranya gambaran kecintaan sahabat Umar bin Khattab radiyallahu anhu kepada Rasulullah sholallahu alaihi wa sallam.

    Rasulullah sholallahu alaihi wa salam. Sosok yang begitu agung dan bijaksana. Sosok penyayang, penuh kelembutan namun perkasa, yang tak pernah menyimpan dendam dan begitu tulus berkorban untuk umatnya. Sosok penuh senyum dan pemaaf. Bahkan sanggup mendoakan kala mendapatkan siksaan, hinaan bahkan berdarah-darah karena penolakan dan  pengusiran dengan lemparan batu dan kotoran.

    Rasulullah sholallahu alaihi wa salam yang kerap bersedih, melihat umatnya yang tak mau beriman. Manusia mulia yang mendoakan umatnya di setiap sholatnya, yang sangat menginginkan kebaikan bagi umatnya yang rela mengorbankan segalanya demi umatnya.

     

    Rasulullah sholallahu alaihi wa salam yang di khutbah terakhirnya berdoa :

    “Mudah-mudahan Allah menetapkan kalian dalam iman Islam, 

    mudah-mudahan Allah menjaga kalian, 

    mudah-mudahan Allah menolong kalian, mudah-

    mudahan Allah meneguhkan kalian, 

    mudah-mudahan Allah menjaga kalian..”

     

    Rasulullah sholallahu alaihi wa salam yang diantara perih dan sakitnya sakaratul maut yang dahsyat (saat bernafas saja seolah melewati lubang jarum) masih sempat memohon lirih kepada Allah Azza wa Jalla,

    “Ya Allah.. dahsyat nian maut ini. Timpakan saja kiranya semua maut (rasa sakit) ini padaku, jangan kepada umatku…”

    Rasulullah sholallahu alaihi wa salam yang di dalam majelisnya, di depan para sahabat pernah menangis dan bersabda :

    “aku merindukan saudara seiman.”

    Para sahabat bertanya, 

    “Bukankah kami adalah saudara-saudara seimanmu, ya Rasulullah..?”

    Tapi Rasulullah sholallahu alaihi wa salam justru menjawab,

    “kalian adalah sahabat-sahabatku. Sedang saudara-saudara seimanku adalah kaum yang hidup setelahku, mereka beriman kepadaku, padahal mereka belum pernah melihatku.”

    Indah nian kiranya, istimewa rasanya kita disebut saudara oleh Rasulullah sholallahu alaihi wa salam yang mulia. Manusia suci nan mulia yang telah mengeluarkan kita umatnya dari kegelapan dan kejahilan zaman jahiliyah, yang telah mengenalkan kita pada Iman Islam, yang telah mengajarkan kita Kalam Ilahi-Al Qur’an.

    Mestinya, takkan cukup hanya Sholawat, sebagai tanda bukti cinta dan rindu pada Rasulullah sholallahu alaihi wa salam. Perlu effort yang sungguh-sungguh untuk menumbuhkan perasaan cinta pada Rasulullah sholallahu alaihi wa salam. Terlebih bila menginginkan perjumpaan dengan beliau..

     

    Dari Shanabih, Nabi sholallahu alaihi wa salam bersabda :

    “Sesungguhnya aku menunggu kamu sekalian di telaga dan aku berbangga denganmu di depan umat lainnya. Maka janganlah kamu saling berbunuhan setelahku.” (HR. Ibnu Hibban)

     

    Dari Shanabih, 

        Nabi sholallahu alaihi wa salam bersabda :

    “Sesungguhnya aku menunggu kamu sekalian di telaga dan aku berbangga denganmu di depan umat lainnya. Maka janganlah kamu saling berbunuhan setelahku.” (HR. Ibnu Hibban)

     

     

    Kreator : Krisna Yuliany

    Bagikan ke

    Comment Closed: SELF MOTIVATION Motivasi Ummati.. Ummati.. Ummati…

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]

      Okt 02, 2024
    • Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tidak lahir begitu saja. Di balik perumusan lima sila yang menjadi pondasi bangsa ini, ada pemikiran mendalam dari para tokoh pendiri bangsa, salah satunya adalah Soekarno. Pemikiran Soekarno dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah Indonesia. Lalu, apa saja pemikiran Soekarno tentang dasar negara […]

      Des 02, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021