Dalam kehidupan ini, kita ada kalanya kita dihadapkan pada berbagai rintangan dan tantangan yang membuat kita merasa putus asa dan merasa lelah. Namun, di tengah kegelapan itu, cerita-cerita hadir sebagai sinar terang yang memberi kita harapan dan kekuatan untuk terus maju. Cerita tentang kebaikan dan empati yang memperlihatkan kekuatan solidaritas di antara sesama. Kekuatan, ketekunan, keberanian, dan kebaikan yang mampu mengubah hidup seseorang serta menginspirasi orang lain.
Di sebuah desa kecil yang tentram hiduplah seorang petani bernama Wiraman yang biasa dipanggil Pak Wir. Beliau adalah seorang petani sederhana yang tinggal Bersama keluarganya, mereka tinggal di sebuah gubuk kecil di pinggir sawah.
Meskipun hidupnya sederhana, Pak Wir memiliki semangat dan tekad yang besar. Setiap hari, sebelum matahari terbit, Pak Wir sudah bersiap-siap untuk pergi ke ladang. Dengan cangkul di pundaknya, dia melangkah dengan mantap menuju lahan pertaniannya.
Meskipun tanahnya tidak terlalu subur, Pak Wir tidak pernah menyerah. Dia selalu bekerja keras, merawat tanamannya dengan penuh kasih sayang, dan tak lupa memohon doa kepada Allah untuk memberkati hasilnya.
Namun, bencana datang di desa mereka. Hujan deras yang terus-menerus membuat banjir sehingga tanahnya becek dan tanaman menjadi layu. Pak Wir pun berbicara kepada istri dan kedua anaknya, Tono dan Tini, yang sudah mulai remaja. Pak Wir meminta mereka untuk bersabar karena gagal panen. Mereka tidak sendiri sebab semua warga juga mengalami hal yang sama. Istri dan kedua anaknya mengangguk. Mereka bersyukur sebab masih punya persediaan untuk makan sebulan ke depan.
Para petani berputus asa, tetapi tidak dengan Pak Wir yang terlihat sabar meskipun tanamannya rusak karena banjir, pak Wir bersikeras untuk tidak menyerah. Dengan tekad yang kuat, Pak Wir mencoba berbagai cara untuk menyelamatkan tanaman di ladangnya,
Dengan bantuan istri dan kedua anaknya, ia menggunakan pengetahuan untuk menciptakan solusi kreatif. Pak Wir dan Tono menggali parit untuk mengalirkan air ke ladangnya dengan membangun bendungan sederhana dan menanam tanaman yang lebih tahan terhadap kondisi ekstrim.
Meskipun awalnya Tini dan istrinya meragukan usaha tersebut, Pak Wir dan Tono tetap bersikeras melanjutkan usahanya. Hingga akhirnya, doa Pak Wir terjawab. Saat matahari Kembali bersinar terang, ladang Pak Wir kembali hidup.
Seminggu kemudian, tanaman yang tadinya layu kini tumbuh subur. Melihat tanaman yang tumbuh subur, Pak Wir, istrinya dan serta anak-anaknya merasa bahagia. Pak Wir bergumam, inilah kalau kita berdoa dan mau berusaha dengan semangat pasti hasilnya bagus.
Masa panen pun tiba, Pak Wir dan istrinya bersiap pergi ke ladang di pagi hari dengan membawa keranjang untuk tempat hasil panennya. Sementara Tono dan Tini akan berangkat sekolah. Setelah berpamitan kepada Tono dan Tini, Pak Wir beserta istrinya berangkat ke ladang.
Sampai di ladang tidak langsung memanen, Pak Wir dan istrinya duduk di tepi dengan senyuman lebar memandang buah yang akan dipetik. Pak Wir tidak menduga hasilnya melimpah. Setelah matahari bersinar, Pak Wir dan istrinya pun mulai memetik hasil ladangnya.
Sampai matahari mulai di atas ubun-ubun, Pak Wir dan istrinya pun istirahat. Mereka makan siang berdua. Tak lama, Tono dan Tini pun datang.
“Sudah pulang, Nak?” tanya Bu Wir.
“Sudah, Bu.” jawab Tono.
Tono memandang hasil panen ayahnya begitu banyak dan bagus. Ia merasa heran dengan hasil panen kali ini.
“Nak, belajarlah terus yang semangat. Jangan malas dan jangan mengeluh, serta jangan menyerah pada keadaan. Kita harus berusaha keras, hadapi tantangan yang ada di hadapan kita.” ucap Pak Wir menasehati.
Para tetangga merasa kagum dan penasaran kepada keluarga Pak Wiraman. Mereka ingin meminta ilmunya, tetapi merasa sungkan. Untuk mensyukuri nikmatnya, sore itu, Pak Wir mengundang beberapa orang tetangga untuk menikmati hidangan yang sudah dimasak oleh Bu Wir. Di tengah obrolannya, ada salah seorang memberanikan diri bertanya.
“Kok panenne saget sae lan katah nggih, Pak?” (kok bisa panennya sebagus dan sebanyak ini, Pak?)
Dengan senyum tipis, Pak Wir lalu membagi pengalamannya. Yaitu membuat bendungan sederhana di ladangnya sehingga air mengalir pada tempatnya, tidak merusak tanaman. Sehingga, tanaman bisa hidup subur dan membuahkan hasil yang bagus.
Renungan :
Pak Wiraman seorang yang kuat, pekerja keras dan memiliki semangat.
Keluarga kecilnya hidup saling dengan jiwa solidaritas sehingga menjadi kekuatan.
Kreator : Kusniwati S.Pd
Comment Closed: Semangat Yang Tiada Batasnya (Bab 5)
Sorry, comment are closed for this post.