“Ya, sip! Uang pas! Semangat ya interview-nya, Bang. Semoga berjalan lancar dan Abang bisa diterima kerja disini. Daaahh Bang, mmuuach!!”
Si tukang ojol pergi menggeber motornya sambil melayangkan kiss bye kepadaku. Rupanya si tukang ojol ini agak kemayu juga, membuatku tersenyum menyeringai sambil merinding disko bin bergidik ngeri. Orang-orang yang lalu lalang di sekitarku menahan tawa melihat pemandangan super nyeleneh di depan mereka. Ada juga yang agak kasihan takut aku jadi mangsa predator. Lelaki basah kuyup bin kusut jadi korban pelecehan tukang ojol. Mungkin mereka membayangkan headline berita yang beredar di media massa jika aku benar-benar dimangsa si tukang ojol ini. Tapi seperti yang sebelum-sebelumnya, aku sudah tak peduli lagi dengan semua itu karena aku sudah terbiasa jadi bahan lelucon sepanjang pagi ini.
Aku pun mulai melangkah penuh percaya diri memasuki halaman gedung tanpa menghiraukan pandangan orang-orang yang excited melihat gesture tubuhku yang penuh dengan kemantapan, berbanding terbalik dengan penampilanku yang benar-benar memprihatinkan dan memilukan. Tampaknya, theme song program tv ‘Orang Pinggiran’ sangat pas sesuai dengan kedatanganku dengan kondisi seperti ini,
Lihatlah dan bukalah mata hatimu…
Melihatnya yang lemah… Terluka…
Namun semangatnya tak akan pernah pudar…
Hingga… Tuhan.. kan berikan… jalan…
Pada saat aku akan memasuki gerbang untuk memasuki gedung, orang-orang yang sepertinya sedang akan melamar kerja sama sepertiku melihatku keheranan. Mereka sedang mengantre sesuai dengan nomor antrean yang diberikan. Mereka berpenampilan necis, rapi, dan wangi. Mereka benar-benar berpenampilan sebaik mungkin pada saat interview kerja Dilihat dari penampilannya, mereka semua pasti merupakan fresh graduated dari berbagai universitas terbaik di negeri ini. Baik itu pria maupun wanitanya, semua sangat keren dan mempesona. Berbanding terbalik denganku yang hanya lulusan SMA dengan pengalaman kerja setahun saja sebagai pegawai stan minuman di pinggir jalan, aku seperti butiran kerikil yang berada di tengah jejeran batu mulia.
Aku masih dalam tahap menyerap lingkungan yang baru kuhadapi supaya bisa melebur sebaik mungkin disini, tetapi tiba-tiba ada yang menepuk bahuku dengan lumayan keras. Aku pun terkejut dan menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang berani melakukan itu. Rupanya dia adalah seorang satpam.
“Maaf, Mas? Ada kepentingan apa di sini?” Tanyanya dengan penuh kecurigaan seolah-olah sedang menginterogasi maling ayam yang berusaha kabur dari kejaran warga.
“S-saya mau melamar kerja, Pak! Ikut interview bersama anak-anak muda lainnya,” jawabku.
“Memangnya Mas memenuhi persyaratan apa!? Lagian penampakan Mas macam gembel nggak punya rumah gini. Ngimpi aja kalo mau kerja disini, Mas! Ha ha ha,”
Si Satpam meremehkanku gara-gara penampilanku yang memang seperti tidak layak untuk ditampilkan ke orang-orang penting di sini. Namun apa boleh buat, keadaan lah yang memaksaku demikian. Batas waktu penerimaan calon karyawan adalah pukul 09.00 untuk alasan melihat kedisiplinan kami sebagai calon karyawan. Itulah sebabnya aku benar-benar harus berjuang untuk bisa sampai ke sini meskipun harus bermandikan keringat, bahkan air hujan sekalipun gara-gara mendapatkan tukang ojol yang tidak waras dalam memperlakukanku selayaknya penumpang. Aku tidak bisa mundur karenanya dan terus berusaha untuk tiba dengan tepat waktu, jadi kurasa tidak ada salahnya datang meskipun penampilanku cawur seperti ini, yang penting tepat waktu.
“Lha, Mas ini gimana!? Mau melamar kerja tapi begini amat. Memangnya bisa diterima, Mas? Penampilan adalah syarat yang penting untuk melamar kerja. Kalo penampilan Mas aja modelan kek begini, ya gak akan diterima, Mas! Sudahlah, Mas pulang saja, bikin malu aja Si Mas ini!”
“Te-tetapi saya sudah berjuang untuk bisa sampai ke sini, masa mau diusir, sih!? Saya mohon, Pak. Beri saya kesempatan, please!!!” Aku merengek supaya aku tidak diusir oleh satpam ini.
“Pak Kasim, biarkan Mas ini masuk!”
Tiba-tiba ada suara yang agak berat menghentikan upaya satpam ini untuk mengusirku. Kami berdua menoleh, sesosok muda yang keren dan berwibawa muncul dan menolongku dari situasi ini.
“Pasti Mas jadi kayak begini karena berusaha untuk menghadiri interview ini tepat waktu. Dalam perusahaan ini, kedisiplinan adalah segalanya dan dasar dari segala hal untuk bisa sukses dalam mendapatkan hasil yang positif dalam bekerja. Masnya layak untuk dapat kesempatan bersama yang lainnya untuk bisa mengikuti interview ini. Jadi, Pak Kasim bisa pergi sekarang.”
Tanpa ba-bi-bu lagi, si satpam yang rupanya bernama Pak Kasim itu langsung pergi begitu saja mengikuti arahan dari seseorang yang kemungkinan besar adalah HRD di perusahaan ini. Aku pun jadi lega dan ingin mengucapkan terima kasih kepada beliau yang sudah mempersilahkanku untuk mengikuti interview meskipun penampilanku sangatlah memprihatinkan seperti ini.
Tak lama berselang, aku pun mengambil nomor antrian yang disediakan oleh panitia interview. Aku mendapatkan nomor 58. Bah! Inilah kenapa aku berencana berangkat pagi sekali, supaya aku mendapatkan nomor antrian paling depan.
Kemudian, aku pun duduk di bangku yang telah disediakan. Lalu, tiba-tiba aku disodorkan daftar presensi untuk mengisi kehadiranku.
Pada saat aku sedang mengisi lembar presensi, seorang Mbak yang sepertinya merupakan salah satu panitia interview menegurku.
“Mas! Ganti baju dulu, kenapa!? Lantai sama bangku jadi kotor dan basah begini!” Si mbak menegur sambil menahan dongkol.
“Maaf, Mbak. Saya nggak punya baju ganti. Hanya ini saja pakaian yang satu-satunya saya bawa hari ini.” ucapku sambil memelas.
“Coba kamu pinjam dulu baju sama Pak Kasim, yang satpam itu, pasti dipinjami. Si Bapak kadang kerja jadi tukang kebun juga jadi beliau bawa beberapa baju ganti,” Si Mbak mengarahkanku untuk meminjam baju ke Pak Satpam.
Alhasil, aku pun ngeloyor dari tempatku duduk segera. Aku pun segera menemui Pak Satpam yang sepertinya sedang berjaga di depan kantor keamanan sambil mengayun-ayunkan pentungan.
“Permisi, Pak. Saya disuruh pinjam baju, boleh kan, Pak?”
“Ambil aja di dalam kantor keamanan, yang digantung dekat jendela,” jawab Si Satpam.
Aku pun segera berlari ke kantor keamanan. Aku langsung menemukan baju yang dimaksud. Sepertinya aku juga sekalian disuruh untuk ganti celana, jadi aku langsung mengambil celana yang ada di dekat kaos yang kutemukan. Segera aku berganti pakaian dan jadilah aku seorang Mas yang ngelamar kerja dengan menggunakan kaos partai dan celana pendek selutut.
Aku pun segera kembali ke tempat antrian pelamar kerja. Lagi-lagi aku jadi pusat perhatian di ruang itu. Ada beberapa yang melihatku sambil cekikikan, ada yang menahan tawa, takut dosa sepertinya. Ada yang diam-diam merekam tanpa izin dariku. Sepertinya aku akan diviralkan di sosmed dengan judul, ‘Seorang Pencari Kerja Datang Pake Pakaian Seadanya Like a Boss Moment’. Tapi, aku tak peduli lagi. Daripada itu, aku ngantuk dan lelah karena banyak rintangan dan halangan berliku sepanjang jalan aku menuju ke sini. Aku ingin tidur sebentar sambil menunggu giliranku dipanggil.
“Ya! Silahkan untuk Andreas Sihombing untuk pertama masuk ke ruang interview,” panggilan pertama untuk pelamar kerja yang datang paling pagi sudah diserukan. Aku hanya mendengar sayup-sayup karena aku sudah mengantuk ingin tidur.
Beberapa jam kemudian…
“Munawir Solihin, silahkan masuk ke ruang interview!”
“Munawir Solihin!”
“Pak Munawir, bangun! Mau interview, nggak!?”
Aku pun terbangun dari tidurku. Ada seseorang yang menepuk pundakku untuk membangunkanku. Rupanya aku tertidur pulas meskipun aku sambil duduk.
“A-ah, iya…”
Aku pun langsung masuk ke ruangan interview sambil membawa handphone yang akan kugunakan untuk membacakan CV-ku. Kulihat ada seorang HRD yang duduk menunggu sambil sesekali melihat laptop yang berisi data pelamar kerja.
“Silahkan duduk,” Si HRD mempersilahkanku duduk.
“Baik, Pak.”
“Silahkan memperkenalkan diri anda dan latar belakang anda.”
“Baiklah. Nama saya Munawir Solihin, lahir di Depok, lulusan SMA, setahun kerja, setahun nganggur, melamar sebagai Customer Service, bla bla bla….”
“Hmmm, kira-kira apa yang kami bisa menerima anda di sini? Apa anda memiliki keunggulan dan rekam jejak yang baik?”
“Saya, meskipun cuma lulusan SMA, tidak seperti yang lain yang sepertinya merupakan lulusan dari universitas alias sudah S1, ataupun mungkin ada yang memiliki pengalaman kerja lebih baik daripada saya, tetapi saya memiliki keunggulan yaitu tidak pernah menyerah atas berbagai halangan dan rintangan yang menjegal saya, dan saya memiliki semangat juang yang tinggi dan terkenal sebagai pribadi yang jujur di lingkungan kerja maupun lingkungan tempat saya bekerja,” jawabku dengan percaya diri.
“Hmmm, oke, bisa dilihat dari penampilan anda. Oke kalau begitu coba sebutkan pencapaian anda di tempat kerja yang dulu,”
“Saya pernah dalam seminggu kerja selama 7 x 18 jam, Pak. Bahkan di hari lebaran maupun hari raya haji saya pun tetap bekerja, Pak.”
“Hmmm, luar biasa sekali, ya! Oke kita akhiri wawancara ini, silahkan kembali beraktivitas dan tunggu hasilnya keluar via WhatsApp, ya. Kalau dalam seminggu nggak ada pemberitahuan berarti kamu belum diterima.”
“Iya, Pak! Terima Kasih!”
Sepertinya HRD itu segera mengakhiri sesi wawancara hari itu karena antara kasihan melihatku atau karena sudah gedek dengan segala keminimanku atas segala hal yang ada di diriku ini, tapi aku lega sudah menjalani sesi wawancara dan berharap akan dapat hasil yang sesuai dengan ekspektasiku.
Aku pun keluar dari gedung dengan perasaan berseri-seri. Kemudian aku pun menelepon pacarku, Florentina, dengan handphone ku yang sepertinya benar-benar sudah mau habis baterainya. Aku ingin memberikan kabar baik bahwa aku sudah menjalani interview kerja.
“Halo, sayang! Masih di kampus, ya!?” Sapaku di telepon.
“Iya! Aku sedang kerja kelompok, nih!” Sahut Florentina di seberang sana.
“Yank, aku udah interview nih! Moga-moga aja di terima, ya.”
“Iya, soalnya bokap ama nyokap nggak mau nerima laki-laki yang gak jelas hidupnya kayak elo. Minimal elo punya kerjaan, ya? Bokap ama nyokap bakal maksa gue nikah dengan laki-laki lain kalo elo masih nganggur dan miskin.”
“Tenang aja, yank. Pasti diterima, kok!”
“Ya, semoga aja diterima, ya. Udahan ya, teleponnya, dosen bakal balik, nih!”
“Oke, sudah dulu, ya, Bye, saya….”
Tiba-tiba saja handphone-ku mati. Dahlah, aku agak miris karena belum selesai memberi pacarku salam penutup. Belum selesai kegundahan itu, tiba-tiba ada seorang yang menepuk pundakku dengan kasar.
“Woi, balikin kaos sama celana gue!”
Ternyata dia adalah si satpam. Si satpam meminta kaos yang aku pinjami darinya dengan suara yang agak keras. Orang-orang di sekitarku, menatapku dengan aneh, seolah-olah aku dan satpam punya hubungan yang tidak wajar.
“I-iya, Bang. Bentar! Aku pun segera bergegas ke kantor keamanan untuk berganti baju dengan pakaianku yang semula. Orang-orang menatapku semakin aneh. Dikira mereka aku benar-benar seorang pria yang tidak normal lagi.
“Ssst…. Si cowok itu…. Ada apa ya, kok…..”
“Iya kok bisa yang modelan gitu ada di tempat kita, jangan-jangan dia orang spesial kepunyaan Pak Kasim, bla…bla….bala…”
Dahlah, persetan dengan semuanya!
Kreator : Miftahul Khoir
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Semua Harapan Yang Belum Tercapai bab 2 (bagian 2)
Sorry, comment are closed for this post.