KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • basedonmyrealitylife
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Senandung Cinta Melangit (Part 10)

    Senandung Cinta Melangit (Part 10)

    BY 18 Sep 2025 Dilihat: 31 kali
    Senandung Cinta Melangit_alineaku

    PERNYATAAN KEDUA (10)

     

    Beruntung, perjalanan pulang tidak begitu macet sehingga Aina masih punya waktu luang untuk membersihkan diri dan mengikuti jamaah shalat Maghrib dengan santri lain. 

    “Loh, Na. Kamu gak bawa kitab sekalian?”

    “Ana nanti diminta Ustadzah Faridah untuk ke rumah ndalem selepas jama’ah. Kira-kira ada apa ya, Mi?”

    “Mungkin mau minta tolong untuk masak buat tamu kali, Na,” Hamidah menerka.

    Setelah shalat Maghrib berjama’ah dan menyempurnakannya dengan shalat sunnah rawatib dua raka’at, Aina melipat mukenanya dan segera menuju rumah Kyai Abdullah.

    “Assalamu’alaikum,” Seraya membuka pintu samping kediaman Kyai Abdullah.

    Para santri biasanya selalu masuk kediaman rumah ndalem melalui pintu samping ini. Kyai Abdullah dan keluarga memang mempersilahkan para santri yang ada keperluan ke rumah beliau untuk masuk melalui pintu samping karena rumah beliau cukup luas, khawatir tidak terdengar kalau hanya memberi salam tanpa membuka pintu. 

    “Wa’alaikumussalam warahmatullah. Eh, Aina. Ayo masuk.” Ustadzah Faridah dengan ramah mempersilahkan Aina masuk dan diminta untuk menunggu sebentar.

    Tidak lama kemudian, Ustadzah Faridah dan suaminya, Ustadz Amri yang merupakan putra sulung Kyai Abdullah, datang. Disusul dengan Ning Fiyah yang mengambil posisi duduk di samping Aina. Aina bertambah khawatir melihat putra-putri serta menantu Kyai Abdullah menghampirinya.

    “Tidak perlu khawatir, Na.” Ning Fiyah menangkap mimik wajah Aina yang tegang.

    “Jadi begini, Aina. Ada beberapa hal yang kami ingin ungkap dan ingin kami tanyakan juga.”

    Setelah saling sapa dengan ramah, Ustadz Amri membuka percakapan dan memberi isyarat kepada Ustadzah Faridah untuk melanjutkan yang perlu disampaikan.

    “Na, mohon maaf sebelumnya. Kalau boleh tahu saat ini usia kamu berapa ya?”

    “Dua puluh satu tahun, Ustadzah.”

    “Kalau kuliah, kamu sudah semester berapa?”

    “Semester enam, Ustadzah. Saat ini sedang menyusun proposal untuk pengajuan skripsi.”

    “Masya Allah, gak terasa ya, Na. Kamu sudah lama menjadi bagian dari pesantren Al ‘Alim.”

    Ustadzah Faridah tersenyum ramah, begitu pula Aina yang membalas senyuman dengan anggukan kepala.

    “Na, mungkin kamu akan kaget dengan pertanyaan ini. Tapi, kami harap kamu tidak perlu terbebani dengan pertanyaan kami ya.”

    “Eehh… Insya Allah, Ustadzah,” Jujur saja Aina semakin gugup mendengar perkataan Ustadzah Faridah.

    “Begini, Na…” Ning Fiyah menggenggam tangan Aina.

    “Ada seorang santriwan yang memiliki niat untuk menghalalkanmu.”

    Ning Fiyah menjeda kalimatnya, sementara Aina semakin larut dalam kebingungannya.

    “Ya Allah, apa lagi ini? Setelah Arif yang ingin mengenalnya, lalu kini muncul sosok baru yang harus ia pikirkan, jawaban macam apa yang harus ia berikan? Mengapa semuanya bertubi-tubi?” Batin Aina berkecamuk.

    “Kami mohon maaf jika ini terkesan begitu mendadak dan serius. Saudara kami, Asyraf, memiliki maksud untuk mengkhitbahmu.”

    Kali ini kalimat yang ia dengar dari Ustadz Amri benar-benar membuatnya kaget.

    “Gus Asyraf? Bagaimana mungkin?” 

    Sekilas ia teringat pesan dari Ning Hana beberapa waktu lalu saat berpamitan dengannya. “Ya Allah, bagaimana aku menjelaskan bahwa aku tidak bisa menerima ini, sungguh aku tidak bisa membayangkan jika aku menerima permintaan ini.” seketika terbayang wajah Arif.

    “Na, bagaimana?” Ning Fiyah menyadarkan Aina.

    “Ee…e, Afwan Ustadz, Ustadzah dan Ning Fiyah…. Sejujurnya ana tidak menyangka akan ada pembicaraan ini…”

    “Baik, begini saja untuk memudahkan mu mungkin kamu bisa lebih dulu menjawab apakah kamu bersedia jika Asyraf mengkhitbah kamu, Aina?” Lanjut Ustadz Amri.

    “Ee, atau begini Na, mungkin kamu butuh waktu dua atau tiga hari untuk memikirkan ini?” Ustadzah Faridah menambahkan.

    “Bismillah, Ustadz, Ustadzah dan juga Ning Fiyah, Insya Allah Aina bisa menjawab apa yang baru saja disampaikan. Jujur, Aina merasa kaget mengenai apa yang baru saja Aina dengar, namun tanpa mengurangi rasa hormat ana kepada keluarga Pak Kyai dan Bu Nyai… mohon maaf Aina tidak bisa menerima maksud dari Gus Asyraf. Mohon maaf jika sekiranya jawaban Aina ini melukai hati, ana mohon keridhoannya.”

    Aina sangat berhati-hati dalam mengucapkan perkataannya dan ia hanya bisa menunduk menunggu respon jawaban dari keluarga Kyai Abdullah. Keheningan sempat terasa setelah Aina tuntas menjawab permintaan mereka, Ia pun merasa lega sekali karena akhirnya telah melewati teka teki yang beberapa waktu lalu menghantui pikirannya.

    Ia bersyukur, malam itu Ning Hana mengambil sikap untuk mengajaknya bicara empat mata. Setidaknya ia bisa segera menjawab dan memiliki keberanian untuk secara halus menolak maksud dari Gus Asyraf. Sebenarnya tanpa alasan Ning Hana pun, Aina akan tetap menolak karena Ia tidak memiliki perasaan apapun selain rasa hormat sebagaimana murid dan guru. 

    “Na, terima kasih atas kejujuranmu. Insya Allah kami menghargai. Kami berharap setelah ini kamu tidak perlu merasa sungkan atau merasa bersalah. Insya Allah, kamu tetap menjadi salah satu santri kebanggaan kami.”

    Ustadzah Faridah menggenggam tangan Aina dan Ning Fiyah pun merangkul Aina dengan hangat. Ada sedikit kecewa di hati Fiyah, namun ia mengerti bahwa memang urusan hati tidak bisa dipaksakan dan ia menghargai keputusan Aina.

    Malam itu, entah mengapa hati Aina merasa seperti ada beban yang terlepas dari pikirannya. Ia bertekad tidak akan mengungkapkan isi pertemuannya dengan keluarga Kyai Abdullah pada santri lain, termasuk teman sekamarnya. 

    Aina menyempatkan diri untuk tetap hadir pada kelas kitab Bidayatul Mujtahid yang diajarkan langsung oleh Kyai Abdullah. Setelah kelas malam selesai, Aina menuju kamar bersama dengan tiga kawan kamarnya. Aina sempat bingung saat Hamidah bertanya ada apa sampai Ustadzah Faridah memanggilnya ke rumah ndalem dan Aina terpaksa berbohong dengan mengatakan Ia diminta untuk membantu urusan dapur. Ia bersyukur Hamidah percaya dan tidak curiga sedikitpun. 

    Setelah membersihkan diri dan berwudhu sebelum tidur, Ia teringat Arif dan langsung mengambil ponselnya yang sudah disimpan di lemari.

    “Assalamu’alaikum, Pak Arif. Maaf mengganggu.” Aina mengawali chatnya, terlihat sudah dibaca dan Arif membalas.

    “Wa’alaikumussalam, bagaimana? Sudah dapat tiket keretanya?”

    “Alhamdulillah. Sudah, Pak.” Aina mengirim screenshot tiket kereta.

    “Oke, kamu belum tidur?”

    “Baru selesai kelas malam.”

    “Makasih ya, Na.”

    “Buat?”

    “Kamu sudah ingat janji kamu untuk kabari saya setelah dapat tiket keretanya.”

    “Sama-sama, Pak.”

    “Masih bersikeras memanggil saya dengan sebutan, Pak?”

    “Iya.”

    “Hmmmmm.”

    “Selamat malam, wassalamu’alaikum.”

    “Saya masih mau ngobrol, Na.”

    “Zzzzzzz”

    “Baiklah. Wa’alaikumussalam, Aina.”

    Tanpa sadar Aina tersenyum sendiri saat membaca ulang isi chatnya dengan Arif. Apakah Aina dan Arif akan semakin dekat? Apakah jalan mereka untuk bersama akan mudah?. Yang jelas malam ini Aina tidur dengan sangat nyenyak, ada sesuatu yang membuatnya bahagia namun sulit dijelaskan.

     

    POV ASYRAF:

    “Jadi, bahagaimana jika dengan Hana?” Kyai Abdullah kembali menawarkan perjodohan Asyraf dengan Hana.

    Selepas kegiatan kelas malam, Kyai Abdullah mengumpulkan anggota keluarganya untuk membahas pertemuan dengan Aina. Ustadz Amri menjelaskan dengan runut tanpa dikurangi atau dilebihkan. Asyraf tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya mendengar apa yang disampaikan oleh Ustadz Amri. Wanita yang bertahun-tahun ia kagumi dengan harapan bisa menghalalkannya, ternyata tidak memiliki perasaan yang sama dengannya.

    “Asyraf, kamu harus bisa lapang dada dan menghargai keputusan Aina.” Umi Halimah mengusap pundak putranya.

    “Insya Allah ana menerima kenyataan ini, Umi, Abah.”

    Asyraf seketika beristighfar memohon ampun kepada Allah dan mencoba lebih ikhlas.

    “Mengenai Ning Hana, Asyraf rasa sepertinya butuh waktu untuk kembali mengosongkan hati. Asyraf tidak mau terburu-buru menentukan pilihan disaat seperti ini, Bah,” Asyraf melanjutkan.

    “Baiklah, Abah pikir juga itu lebih baik. Tapi jangan terlalu lama dalam kecewa. Apa yang menjadi takdirmu akan kembali padamu, dan apa yang tidak ditakdirkan untukmu, tidak akan menjadi milikmu.”

    “Na’am, Bah.”

    Asyraf pun izin untuk kembali ke kamar. Jika Aina tidur dengan sangat nyenyak malam ini, maka hal terbalik dirasakan Asyraf. Asyraf memutuskan untuk melaksanakan shalat sunnah mutlak sebelum tidur dengan harapan hatinya akan lebih ikhlas dan tenang.

    “Ya Allah yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, sungguh segala takdir hidupku ada pada genggaman-Mu, kiranya Engkau berkenan untuk memudahkanku dan melapangkan hatiku untuk menerima segala takdir dengan ‘afiyah-Mu, rabbanaa laa tuzig quluubana ba’da idzhadaytana wa hablana min ladunka rahmah, innaka antal wahhab.

    Ia menutup do’anya dengan pujian kepada Tuhan-nya dan shalawat nabi serta tahmid. Asyraf merebahkan tubuhnya, setelah sebelumnya sempat menerawang langit-langit kamarnya dan sekali lagi mencoba untuk ikhlas dan tertidur.

    Apakah Asyraf akan terbangun dengan hati yang lapang, atau sebaliknya? Bagaimana sikapnya nanti saat bertemu dengan Aina? Bisakah ia bersikap seperti biasa tanpa rasa canggung? Sebagaimana doa yang ia langitkan, ia mengharapkan kemudahan dan kelapangan untuk menerima segala takdir dengan kasih sayang Tuhan-Nya. 

    Di atap yang lain, ada seorang pemuda yang tak kalah nyenyak tidurnya, seolah angin sejuk menyeruak memenuhi hatinya. Ia berharap rasa bahagia itu akan selalu bertambah disertai dengan kemudahan dalam melaksanakan niat sucinya.

     

     

    Kreator : Ainuna Zulia

    Bagikan ke

    Comment Closed: Senandung Cinta Melangit (Part 10)

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]

      Okt 02, 2024
    • Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tidak lahir begitu saja. Di balik perumusan lima sila yang menjadi pondasi bangsa ini, ada pemikiran mendalam dari para tokoh pendiri bangsa, salah satunya adalah Soekarno. Pemikiran Soekarno dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah Indonesia. Lalu, apa saja pemikiran Soekarno tentang dasar negara […]

      Des 02, 2024
    • Rumusan dasar negara yang dikemukakan oleh Mr. Soepomo memiliki peran sangat penting dalam pembentukan dasar negara Indonesia. Dalam sidang BPUPKI, Mr. Soepomo menjelaskan gagasan ini dengan jelas, menekankan pentingnya persatuan dan keadilan sosial. Dengan demikian, fokusnya pada teori negara integralistik membantu menyatukan pemerintah dan rakyat dalam satu kesatuan. Lebih lanjut, gagasan ini tidak hanya membentuk […]

      Okt 21, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021