Arif memacu kendaraannya dengan sedikit terburu-terburu karena Neneknya sudah menunggunya di rumah untuk pergi ke supermarket dengannya.
Sejak tiga tahun lalu Arif sudah tinggal terpisah dari Kakek dan Neneknya. Ia memilih menempati rumah sederhana yang sebenarnya tidak sederhana menurut kaum menengah kebawah. Rumah itu Ia beli dengan cara mencicil dari hasil bisnis cafe yang dirintis sejak pertengahan kuliah. Sebenarnya Arif tidak perlu bersusah payah untuk mencari penghasilan, Kakeknya merupakan pemilik perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan dan pariwisata. Tak hanya satu atau dua , tapi hampir di seluruh pulau Indonesia terdapat hotel yang dikelola oleh perusahaan sang Kakek. Sayangnya, Arif tidak tertarik menggantikan posisi Kakeknya untuk memimpin perusahaan. Ia lebih tertarik menjadi dokter dan merintis usahanya sendiri.
“Akhirnya sampai juga cucuku yang sibuk ini”
Sindir nenek saat melihat Arif masuk sambil tersenyum dan memeluk.
“Maaf ya Nek, Arif telat hehehe”
“Sudah biasa kalau janjian sama dokter favorit memang agak susah, yang tiba-tiba ada pasien lah, tukeran jadwal praktek lah”
“Nenek bisa aja, tapi hari ini Arif libur kok Nek, cuma memang ada urusan sedikit”
“Rapat sama karyawan cafe?”
“Bukan”
Arif menggeleng
“Terus apa lagi? Urusanmu itu kan cuma rumah sakit sama cafe”
” duh Nenek mau tau aja, jadi mau belanja gak nih?”
“Ya jadi lah!”
Nyonya Hapsari segera menuju mobil Arif dan menaiki nya tanpa basa basi.
Tak perlu waktu lama untuk sampai supermarket langganan neneknya. Arif selalu dengan senang hati menemani neneknya berbelanja. Dengan setia Arif berjalan di belakang neneknya sambil mendorong dua troli sekaligus.
“Jadi tadi sebelum jemput nenek, kamu ketemu sama siapa?”
Tak disangka neneknya masih membahas alasannya telat menjemput.
“Cuma temen nek”
Nyonya Hapsari menghentikan aktivitasnya yang sedang memilih sayuran dan menatap Arif seolah menuntut penjelasan lebih
“Kenapa liatin Arif begitu? Udah selesai nek belanjanya?”
“Coba jelasin kata ‘Cuma’ itu apa?”
“Ee duuhh nek apa si kok jadi curiga gitu kayanya”
“Kamu ketemuan sama perempuan?”
“Hmmm iya nek perempuan, mahasiswi sekaligus santri yang aku kenal karna aku nemuin bukunya di kantin rumah sakit”
“Terus???”
“Ya ketemuan, janjian balikin bukunya, udah sebatas itu aja”
“Kamu save nomer nya?”
“Save”
“Oke, minggu depan tolong atur janji ketemu sama Nenek dan kakek di rumah”
Arif terpaku mendengar titah sang nenek, nyonya hapsari berbalik badan melangkah dan melambaikan tangan seolah tak ingin mendengar penjelasan dari cucunya. Arif merasa pusing sendiri menerima tekanan dari kakek dan neneknya. Ia memikirkan apakah ucapan neneknya barusan pertanda sudah sangat pesimis terhadap dirinya yang tak kunjung mendapatkan jodoh.
Nyonya Hapsari sebenarnya tidak begitu setuju jika suaminya menjodohkan Arif dengan Alya, mengingat namanya saja sudah membuat Hapsari pusing. Alya memang berasal dari keluarga terpandang yang sekaligus menjadi rekan bisnis keluarga Hapsari dan suaminya, hanya saja sikap dan watak Alya menurutnya sangat jauh dari kata “santun”. Hapsari sampai pernah berpikir jangan-jangan Alya bukan anak kandung dari keluarga Ardhi Sanjaya.
Suatu kali Hapsari dan Suaminya serta Arif menghadiri undangan pesta pernikahan dari salah satu rekan bisnisnya. Acara tersebut cukup mewah karena dihadiri beberapa public figure , pejabat negara, dan tentunya pengusaha serta para CEO. Acara tersebut secara tidak langsung menjadi ajang reuni dan pertemuan para pengusaha yang tak jarang bisa menjaring rekan bisnis baru.
“Eh, loe liat gak tadi anak perempuan dari keluarga Satya?”
“Maira maksud loe?”
Dua orang wanita sedang bersolek di depan cermin toilet sesekali melihat lekukan tubuhnya dengan rasa bangga.
“Yups… sok cantik banget gak sih, norak banget gue liat style nya, kita kerjain yuk!”
“Boleh “
Kedua wanita itu menyeringai licik lalu keluar dari toilet.
“Alya memang keterlaluan sekali”
Batin Hapsari yang sedari tadi berada di toilet tidak disadari Alya dan temannya telah mendengar hinaan dan rencana licik keduanya untuk Maira. Hapsari tidak terbayang jika Arif memiliki isteri seperti Alya, bisa saja dirinya diracun atau dikirim ke panti jompo, Hapsari bergidik ngeri. Hapsari memutuskan untuk mengikuti dua wanita licik itu.
Tak lama, Hapsari sampai di basement gedung melihat Maira di antar oleh seorang perempuan yang semuran menghada Alya dan temannya. Maira terlihat ingin berjabat tangan dengan Alya sambil tersenyum tulus, namun sebaliknya Alya menjambak rambut nya sambil tertawa. Hapsari mencoba mendekat agar dapat mendengar apa yang dikatakan Alya.
“heh, loe! Jadi orang gak usah sok lugu deh, sok cantik banget sih!”
“Aww! Sakit Alya, aku salah apa sama kamu?!”
“heh, denger ya! perusahaan keluarga loe itu gak seberapa dibanding sama perusahaan keluarga gue, jadiiiii….. loe gak perlu sok glamor kalo hadir ke acara begini! Gue gak suka liat loe pake baju lebih mewah dari gue!”
Alya tidak melepaskan tangannya dati rambut Maira.
“Kamu siapa berhak ngatur-ngatur pakaian orang?! Hah?”
Hapsari tidak tahan lagi melihat tingkah Alya yang tidak masuk akal. Sontak Alya dan dua kawannya terkejut. Alya melepaskan tangannya dari rambut Maira sambil mengatur mimic wajahnya agar terlihat sedikit anggun.
“e…e… Omah Hapsari, ee… sepertinya Omah salah paham deh”
Alya mencoba mencari alasan untuk menutupi tingkahnya yang menjengkelkan itu.
“Saya tidak salah paham, dan saya punya rekaman bukti percakapan rencana kalian yang ingin menyakiti Maira!”
Hapsari tidak habis pikir dengan perempuan yang ada di hadapannya itu, masih bisa menyangkal dan tidak tahu malu.
“Alya, apa orang tuamu tidak tahu tingkah laku dan sifat putrinya yang sangat menjengkelkan ini???”
Alya tertunduk lesu tak bisa membela diri jika berhadapan dengan nyonya Hapsari, yang berasal dari keluarga terhormat sekaligus pemilik perusahaan pariwisata terbesar di pulau Jawa. Wajahnya merah padam menahan malu, begitupun kedua temannya.
“Maira, ikut dengan saya”
Hapsari menggandeng tangan perempuan yang menjadi korban dari Alya dan mengajaknya meninggalkan tempat.
Bayangan peristiwa yang menjengkelkan itu kembali terngiang di ingatan Hapsari.
Setelah selesai membayar belanjaan di kasir Hapsari mengajak cucunya untuk makan di resto milik salah satu anggota geng arisannya.
“Rif, jadi siapa perempuan yang hari ini kamu temui?”
Hapsari menikmati makanannya.
“Nek, nenek serius mau ketemu sama Aina?”
“oh, Aina namanya … akhirnya, list nama perempuan yang keluar dari mulut kamu bertambah juga”
“ditanya apa, jawabnya apa, hmmmm”
“hehehe serius lah Rif, kamu pikir tadi ucapan nenenk itu cuma bualan?”
“Tapi Nek, serius deh Arif itu baru ketemu Aina hari ini, itu juga karena kebetulan Arif nemuin buku Aina yang gak sengaja ketinggalan di kantin rumah sakit”
“terus?”
“Ya di bukunya Aina ada no telponnya, ya Arif hubungi lah”
“itu aja?”
“Serius Nek ya Allah, buat apa sih Arif sembunyiin ini dari nenek kalau misalnya Arif sama Aina udah kenal lama, pasti udah Arif kenalin ke Nenek gak usah disuruh”
“Nah! Pas, kamu sadar gak udah berapa kali lidah kamu dengan lancarnya mengulang-ngulang nama Aina dan barusan kamu sudah meng-andai andai bertemu dengan Aina sejak lama”
Hapsari menahan tawanya melihat cucunya yang terlihat salah tingkah.
“Jadi gimana Rif? Kapan Aina mau dibawa ketemu nenek???”
“Pertanyaannya berputar-putar disitu aja si Nek, ga ada yang lain???”
Arif menghela nafas, sebenarnya ia sendiri tak begitu keberatan mengajak Aina untuk bertemu neneknya. Tapi masalahnya bagaimana cara membuka obrolan ini dengan Aina.
“Oke nek, Arif coba tapi gak janji loh kalau Aina mau diajak ketemu nenek”
“Akhirnya, setidaknya kamu berusaha, usiamu sudah tidak remaja lagi pak dokteeeer…”
Lagi-lagi Hapsari menyinggung usia cucunya itu, yang nyatanya memang sudah sangat matang untuk membangun rumah tangga.
Dreeett dreeett… Arif membuka layar ponselnya, ternyata chat dari kakeknya:
“Kemana nenek mu? Kok belum pulang? Oh iya bawa perempuan itu segera jangan kelamaan”
Arif menarik nafas dan memperlihatkan layar ponsel kepada Hapsari untuk membaca isi pesan dari suami tercintanya. Ternyata neneknya benar-benar gesit sekali, Arif bertanya-tanya sendiri kapan neneknya sempat untuk chat kakeknya itu perihal Aina? Bukankah dari tadi sibuk memasukkan barang ke dalam troli.
Arif jadi tersenyum sendiri membayangkan jika benar Aina adalah jodohnya, usianya terpaut kurang lebih sekitar tiga belas tahun, rasa-rasanya lebih cocok menjadi kakak adik bukan?. Entahlah, yang jelas saat ini Arif sedang pusing memikirkan bagaimana cara mendekati Aina untuk mau bertemu dengan kakek dan nenek.
Sekilas pertemuan dengan Aina di kampus, Arif yakin sekali Aina bukan wanita yang mudah didekati dan risih jika terlalu dekat dengan laki-laki. Kepusingan yang Arif rasakan saat ini melebihi kepusingan menghadapi pasien yang tidak mengetahui riwayat kesehatan sendiri.
Dari hatinya yang terdalam sebenarnya Arif juga ingin menikah selayaknya pria lain, tapi tak dipungkiri ada rasa trauma kehilangan. Saat usianya enam tahun Arif kehilangan kedua orang tuanya. Putra pertama Tuan Dharmawan, Aditya Dharmawan bersama sang istri Nyonya Dinda Maheswari merupakan orang tua dari Arif Dharmawan mengalami kecelakaan saat perjalanan bisnis ke luar kota.
Arif kecil tumbuh menjadi dewasa dengan perasaan cemas akan rasa kehilangan yang membuatnya mempertimbangkan berkali-kali untuk membangun rumah tangga. Sebenarnya Arif tidak hanya memiliki kakek dan nenek, karena pasangan Dharmawan dan Hapsari dikaruniai dua orang putra dan satu orang putri. Artinya Arif masih memiliki seorang paman kandung dan bibi kandung serta tiga orang sepupu. Hanya saja, karena sejak kecelakaan kedua orang tuanya Arif langsung diasuh oleh kakek dan neneknya membuat Arif merasa lebih nyaman jika berada bersama ke duanya. Lagi pula Paman dan bibinya berada di luar kota mengawasi anak perusahaan keluarga Dharmawan.
Di antara sepupunya memang hanya Arif yang belum menikah, itulah sebabnya kakek dan neneknya lebih gencar memintanya segera menikah. Apakah dirinya dan Aina memang berjodoh? Atau sekedar pertemuan untuk singgah untuk mengulur waktu menjumpai jodoh yang sesungguhnya?.
Kreator : Ainuna Zulia
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Senandung Cinta Melangit (Part 2)
Sorry, comment are closed for this post.