KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Senandung Cinta Melangit (Part 3)

    Senandung Cinta Melangit (Part 3)

    BY 09 Sep 2024 Dilihat: 134 kali
    Senandung Cinta Melangit_alineaku

    BERPASRAH (3)

    Lorong rumah sakit terasa begitu dingin, sunyi namun sesak. Terlihat beberapa orang khusyu merayu Tuhan semesta alam pemilik segala yang diciptakan-NYA. “Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang” mengawali untaian doa memohon takdir yang terbaik. Kepunyaan-Nya lah segala yang ada di langit dan di bumi, tak ada satupun makhluk yang luput dari penjagaanNya. Segala makhluk yang diciptakan pasti akan Kembali kepadaNya tanpa tawar-menawar. 

    Terkadang manusia begitu angkuh mengakui segala kepunyaan seolah luput dari pantauan pemilik aslinya, Allah SWT. Merasa cemas dengan kata “kehilangan” pun terkadang menyertai setiap nafas. Padahal, saat segala usaha telah dilakukan bukankah kita sudah  tidak perlu merasa cemas atau khawatir akan apa yang ditakdirkan Allah SWT?.  Bukankah Allah pasti memberikan hasil terbaik untuk HambaNya? Lalu apa yang perlu dikhawatirkan?.

    “Mohon maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, namun Allah lebih menyayangi ananda. Kami turut berduka cita, kepada keluarga semoga Allah limpahkan kesabaran”

    Bu Nyai merangkul erat Ibunda Sarah yang hampir tak sadarkan diri, tepat disampingnya sang suami tak kalah terpukul atas kepergian putrinya. Aina, Gus Asyraf dan Fatimah membantu kedua orang tua almarhumah mengurus administrasi dan kepulangan jenazah.

    Fatimah membereskan barang-barang pada kamar inap almarhumah untuk dikemas. Sedangkan Aina ditemani Gus Asyraf mengurus administrasi sekaligus surat kepulangan jenazah.

    Saat menunggu antrian administrasi Gus Asyraf meninggalkan Aina sendiri karena ingin ke toilet. Aina duduk sambil sesekali mengusap butiran bening yang mengalir dari kedua matanya,ujung jilbab yang dikenakannya sudah basah karena sesekali ia gunakan untuk mengusapnya. 

    Sementara dari sisi kanan seorang dokter muda keluar dari ruangannya didampingi seorang perawat. Dokter muda itu meminta perawat yang mendampinginya untuk masuk lift lebih dulu. Matanya tertuju pada seorang gadis berjilbab abu muda yang terlihat tidak baik-baik saja. Baru saja ingin melangkah, dokter tersebut mengurungkannya ketika melihat seorang pria tegap, bermata bulat dengan alis tebal dan hidung yang mancung menghampiri gadis itu. Kini dokter tersebut terpaku untuk kedua kalinya. Ada perasaan cemas, dan keingintahuan yang besar tentang kedua insan yang kini ditatapnya dengan tajam.

    Arif mengambil ponselnya lalu segera mengambil gambar Aina dan pria yang tak dikenalnya itu. Entah untuk apa, Arif hanya spontan merasa perlu mengabadikan momen itu sebelum ia memasuki lift. Beruntung pintu lift terbuka sesaat setelah ia memfoto Aina dan pria asing itu, jika tidak mungkin Arif akan semakin penasaran dengan keduanya.

    Setelah mengurus administrasi, Aina dan Gus Asyraf segera menuju parkiran yang sudah ditunggu oleh Bu Nyai dan Fatimah.

    “Bagaimana Raf? Sudah selesai semuanya?”

    Bu Nyai memastikan

    “Alhamdulillah sudah Ummi”

    “Thoyyib, kalau begitu sekarang kita langsung saja ke rumah duka untuk mendampingi orang tua almarhumah”

    Mereka mengangguk setuju.

    Sepanjang perjalanan Aina tak henti mendoakan Sarah, sesekali terselip doa untuk dirinya sendiri memohon husnul khotimah di akhir hayatnya. Sejatinya manusia tidak pernah tahu bagaimana takdirnya di masa mendatang, apakah hamba yang saat ini bertakwa kepada Allah akan tetap bertakwa sampai hembusan nafas terakhirnya atau malah menemukan ujian keimanan yang membuat hati berpaling dari yang Maha Esa. Atau bisa jadi hamba yang saat ini tersesat jauh dari Nya yang nantinya menemukan jalan indah untuk kembali kepada Nya. “Yaa muqollibal quluub tsabbit qolbii ‘ala diinik wa’ala thoo’atik” berulang kali Aina melafadzkannya dengan lirih.

    Setelah pemakan selesai, beberapa santri dan pimpinan serta keluarga pondok Al ‘Alim izin pamit kepada keluarga almarhumah.

    Setelah Isya berjamaah, santri senior dan keluarga pengasuh pondok Al ‘Alim melakukan tahlil untuk mendoakan almarhumah Sarah. Sementara sebagian santri dan para asatidz melakukan aktifitas kegiatan pondok seperti biasanya sesuai dengan kelas masing-masing.

     

    POV Arif:

    Arif terlihat tak seperti biasanya saat makan malam bersama Kakek dan Neneknya. Ya, entah kenapa sepulang dari rumah sakit Ia memutuskan untuk ke rumah Kakeknya untuk menginap.

    “Rif, are u okay?”

    “Kenapa kok nanya gitu nek?”

    “Wajahmu mirip orang putus cinta”

    Arif hampir tersedak mendengar ucapan Nyinya Hapsari.

    “Putus cinta dari mana si nek, punya pacar juga enggak”

    Arif menyanggah, bisa-bisanya Hapsari nyeletuk begitu.

    “Ehm, jadi gimana dengan wanita itu? Kapan mau dibawa ke sini?”

    Kali ini Arif benar-benar tersedak dan meraih segelas air miliknya.

    “Jangan-jangan sudah kalah sebelum berperang”

    Neneknya menambahkan

    Arif membuka layar ponselnya mengetuk icon galeri dan menunjukkan sebuah foto kepada nenek dan kakeknya bergantian. Ya, itu foto Aina sedang bersama seorang laki-laki asing yang kelihatannya cukup akrab walau berjarak.

    “Tampan, bersih kharismatik”

    Neneknya mencoba memberi komentar yang sebenarnya tak ingin Arif dengar.

    “Jadi itu saingan mu?”

    Kini kakek yang mencoba memancing reaksinya

    “Aku si gak yakin, Aina pacaran atau dekat dengan laki-laki dan punya hubungan spesial, I’m not sure

    “Lalu???”

    Selidik Nyonya Hapsari, Arif mengangkat kedua bahunya.

    “Lupakan saja ya Nek, sepertinya kecil kemungkinan Arif membawa Aina ke rumah ini”

    “keciiil? Kesempatan masih terbuka lebar Rif, kamu itu Putra keluarga Dharmawan, mau menyerah untuk urusan sepele begini??? Haduuuhhh, lihat cucumu ini menyedihkan sekali”

    Hapsari melipat kedua tangannya dan menyandarkan punggungnya ke kursi makan.

    “Kamu boleh menyerah, tapi itu artinya kamu bersedia dijodohkan dengan Alya”

    Hapsari memutar kedua bola matanya sambal membuang nafas.

    Makan malam pun diakhiri dengan keheningan, Arif bergegas menuju kamarnya di lantai tiga menggunak lift. Keluarga Dharmawan memang hidup dengan amat sangat berkecukupan, bahkan design dan interior rumah dibuat menyerupai hotel. Arif duduk menghadap balkon di meja kerjanya memutar-mutar ponselnya sambal sesekali melihat Kembali foto Aina dengan pria asing. Cukup lama Arif menimbang dan memikirkan ucapan kakeknya dan mau tak mau ia harus berani menghadapi Aina untuk mengajaknya bertemu dengan kakek dan neneknya. Ketimbang harus dijodohkan dengan Alya yang sama sekali tidak membuatnya tertarik bahkan seperti enggan untuk sekedar bertegur sapa dengannya.

    Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan Arif masih saja berkutat dengan masalahnya saat ini. Arif akhirnya memberanikan diri untuk menyapa Aina lebih dulu melalui aplikasi hijau.

    “Assalamu’alaikum”

    Sambil menunggu balasan, ia memutuskan untuk melihat design penginapan yang Kembali akan dibangun oleh anak perusahaan keluarga Dharmawan. Entah mengapa mala mini Arif tertarik untuk mencoret-coret beberapa detail design yang diletakkan kakeknya di meja kerjanya karena tahu cucunya akan bermalam. Sekitar tiga puluh menit kemudian ponselnya berbunyi tanda pesan masuk, Arif segera mengeceknya.

    “Wa’alaikumussalam warahmatullah,”

    Senyum terukir di wajah Arif, ternyata Aina belum tidur dan menyempatkan membalas chat nya. Arif sempat beberapa kali menghapus balasan untuk Aina sebelum mengklik untuk mengirim balasan. Arif merasa canggung dan tak bisa berbasa-basi untuk urusan seperti ini. Wajar saja karen Arif memang tidak pernah menjalin hubungan spesial dengan lawan jenis sepanjang usianya. Arif sempat merutuki dirinya yang begitu culun untuk masalah yang dulu dianggapnya hanya membuang-buang waktu tapi kini ia harus melewatinya dan sama sekali tidak berpengalaman. 

    “Mohon maaf mengganggu waktu istirahatnya”

    “Kebetulan saya baru selesai kegiatan Pak, ada apa ya Pak?”

    “Begini Aina, ada hal yang ingin saya sampaikan tapi sepertinya akan lebih baik secara langsung. Bukan apa-apa, saya khawatir ada salah paham”

    Arif merasa gugup sendiri, sudah jelas-jelas di kamar itu hanya ada dirinya tapi entah mengapa ia merasa salah tingkah setelah mengirim balasan kepada Aina. Aina tak kunjung membalas chatnya.

    “Aina, kalau tidak keberatan kita bertemu di kampus seperti saat saya mengembalikan buku kamu minggu lalu bagaimana?”

    “mohon maaf Pak untuk minggu ini sepertinya saya tidak bisa, karena sudah ada rencana untuk mengerjakan tugas dengan kawan yang lain”

    “Minggu depannya bagaimana???”

    Arif merasa malu sendiri, apa dia terlalu to the point dan membuat Aina tidak nyaman? Dua puluh menit berlalu Aina tak membalas chat terakhirnya. 

    “Baik pak, sehari sebelumnya nanti saya kabari ya Pak”

    Akhirnya Aina membalas chatnya, Arif merasa lega.

    “Oke, terima kasih 😊

    Bisa-bisa nya Arif menggunakan emot senyum di akhir chatnya.

    POV Aina:

    Pukul sepuluh malam sebagian santri Al’Alimtelah selesai mengakhiri kegiatan kajian Riyadhussolihin yang diisi oleh Kyai Abdullah. Santri putra berada di lantai dasar sedangkan santri putri berada di lantai dua. Santri putri tidak diperkenankan turun sebelum lantai dasar kosong, untuk menghindari berpapasan dengan lawan jenis yang tentunya selalu diawasi ustadz atau ustadzah yang mengawasi di setiap titik simpang jalan. 

    “Na, makan nasi goreng yuk”

    “Yuk, tapi sebungkus berdua mau gak? Gak terlalu lapar soalnya”

    “boleh”

    Aina dan Hamidah berjalan menuju gerbang utama pesantren yang biasanya terdapat beberapa tukang jualan yang berhenti di samping gerbang. Sepanjang jalan keduanya bertukar cerita yang terjadi hari ini. Sesekali mereka tertawa pelan dibawah langit malam yang syahdu. Setelah sampai di gerbang utama, mereka izin pada keamanan pondok untuk membeli nasi goreng melalui celah-celang gerbang yang tentu saja sudah digembok.

    “Bang,!”

    Aina sedikit berteriak karena penjual tukang nasi goreng terlihat sedang berbincang dengan penjual wedang jahe.

    “Maaf bang, mau pesan nasi goreng ayam satu pakai telor di dadar, kecapnya dikit aja”

    “Baik neng, saya buatkan dulu ya”

    Aina dan Hamidah menunggu pesanan dibuatkan sambil duduk di kursi plastik yang ada di depan pos keamanan pondok. Aina mengecek ponselnya yang diheningkan selama kajian berlangsung. Ia mengklik aplikasi chat, ternyata ada pesan dari Pak Arif, Ia membacanya perlahan sesekali sambil mendengarkan cerita Hamidah. 

    “Begini Aina, ada hal yang ingin saya sampaikan tapi sepertinya akan lebih baik secara langsung. Bukan apa-apa, saya khawatir ada salah paham”

    “kenapa Na?”

    Hamidah memperhatikan Aina yang menatap layar ponsel

    “eh, ga papa , ini ada yang ngajak ana ketemuan

    “cowok?”

    “ i…iya… bapak-bapak “

    “ hah?! kok bisa kenal ente Na?”

    Hamidah membuka mulutnya dan mengecilkan suaranya setelah Aina menutup mulutnya.

    “ssstttt jangan keras-keras ih”

    Aina berbisik tapi sambil menekan suaranya

    “ya udah certain ih!”

    Aina pun menceritakan awal mula bisa mengenal pria yang ia panggil dengan sebutan “Pak”, tak lain adalah Arif. 

    “coba lihat poto profil nya dong”

    Aina menunjukkan foto yang tertera di akun chat.

    “Na, ini si bukan bapak-bapak lah… ini mah lelaki tampan dan sepertinya….mapan!”

    “ya terserah deh, yang penting ana manggilnya bapak”

    Aina geleng-geleng mendengar pendapat Hamidah, di lubuk hatinya Aina mengakui memang pria itu terlihat tampan dengan tubuh dan penampilan ideal. Aina juga tidak memungkiri kesan pertama bertemu dengan pria itu cukup membuatnya salah tingkah, tapi bagaimana kalau pria itu punya niat tidak baik terhadap dirinya? Bagaimana kalau pria itu sudah ber-isteri? Aina beristighfar.

    “Aina, kalau tidak keberatan kita bertemu di kampus seperti saat saya mengembalikan buku kamu minggu lalu bagaimana?”

    Aina menyenggol siku Hamidah meminta pendapatnya

    “Udah iya-in aja, nanti di kampus kamu minta temenin lagi sama Rani”

    Aina mengetik balasan.

    Selain khawatir dan takut, Aina kebetulan memang sudah ada janji untuk menyelesaikan beberapa tugas makalah kelompok dengan temannya di minggu ini. Dirinya sendiri pun tidak yakin apakah berani bertemu kembali dengan pria tersebut. 

    Dan Arif pun merasa digantung oleh Aina, karena tidak menjelaskan kapan tepatnya mereka bisa bertemu kembali. Seketika kembali terbayang ancaman sang kakek jika ia tidak berhasil membawa Aina untuk bertemu dengan keluarga.

     

     

    Kreator : Ainuna Zulia

    Bagikan ke

    Comment Closed: Senandung Cinta Melangit (Part 3)

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021