KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Senandung Cinta Melangit (Part 4)

    Senandung Cinta Melangit (Part 4)

    BY 23 Jan 2025 Dilihat: 116 kali
    Senandung Cinta Melangit_alineaku

    TAMU RASA (4)

     

    Matahari dan bulan bergantian menjalankan tugasnya membersamai langit, menundu menatap bumi yang ramai dengan langkah. Tak terasa satu minggu berlalu, Aina dan beberapa santri yang lain mendapat tugas dari Umi Halimah untuk membantu persiapan menjamu tamu Kyai Abdullah. Sebenarnya ini bukan kali pertama Aina turut membantu persiapan kedatangan rombongan dari Kyai Hanif, Jawa Tengah. Selain untuk silaturahim kedatangan Kyai Hanif beserta keluarga kali ini juga dimaksudkan mengantar beberapa santri untuk pengabdian di pesantren Al’Alim.

    Selepas Subuh Aina dan beberapa santri didampingi dua orang Ustadzah untuk membeli keperluan bahan makanan yang diperlukan dalam rangka menjamu keluarga Kyai Hanif. Dengan menaiki mobil pondok yang biasa digunakan untuk mengangkut bahan makanan. Mereka memutuskan untuk belanja di pasar tradisional yang tidak terlalu jauh dari pesantren Al ‘Alim. Beberapa mobil bak terbuka yang mengangkut sayur mayur terlihat sudah berhenti di setiap kios pedagang untuk transaksi jual beli. Walau berangkat selepas Subuh keadaan pasar sudah cukup ramai, Ustadzah yang mendampingi mereka pun membagi tugas untuk masing-masing berbelaja kebutuhan yang sudah dicatat oleh Umi Halimah.

    Berbelanja di pasar tradisional adalah salah satu kesenangan Aina, bahkan jika sedang tidak kuliah ia dengan senang hati ikut membantu petugas dapur untuk berbelanja kebutuhan yang dibutuhkan saat ada stok makanan yang kosong. Aina juga cukup familiar dengan kios-kios serta pedagang di dalamnya. Dengan cekatan Aina ditemani dua orang santri membeli kebutuhan yang diperlukan. Sesekali mereka sambal berbincang membahas kedatangan keluarga Kyai Hanif yang diisukan kali ini bukan hanya kunjungan silaturahim seperti sebelum-sebelumnya.

    “Na, kamu tau gak katanya si, yang aku dengar kalau kedatangan Kyai Hanif kali ini sekalian mau menjodohkan Ning Hana dan Gus Asyraf loh”

    “Iya Na, kamu gak tau?”

    “em, aku baru tau dari kalian”

    “Masa si Na??? kamu kan dekat sama Gus Asyraf, emang Gus gak ada cerita ke kamu?”

    “beneran, aku baru tau dari kalian kabar ini”

    “Terus perasaan mu gimana na?”

    “perasaan apa?”

    Aina memperlambat langkahnya mengimbangi dua santri yang berjalan di sisi kanan dan kirinya.

    “Loh, bukannya kamu sama Gus Asyraf itu punya hubungan spesial???”

    Aina menghentikan langkahnya dan berbalik badan menatap satu persatu

    “Spesial??? Nasi goreng kaliiiii”

    Aina tertawa 

    “kalian tuh yaaa, dapat gosip dari mana sih?, aku sama Gus Asyraf ga ada hubungan apapun, dan aku juga ga ada rasa lebih selain menghormati beliau sebagai putra dari Kyai Abdullah. Aku justru merasa gak sopan kalau sampai punya rasa atau harapan lebih dengan beliau”

    “Tapi kamu tuh deket loh sama Gus Asyraf, bahkan kayaknya kamu satu-satunya santri yang punya nomer ponsel beliau”

    “Itu perasaan kalian aja, dan aku bukan satu-satunya santri yang punya nomer ponsel Gus Asyraf, buaaannnnyyyaaakkk”

    Aina merasa lucu sendiri dengan gosip yang diungkapkan mereka. Jangankan punya hubungan special dengaan Gus Asyraf, punya persaan yang lebih saja tidak pernah. Sebenarnya sudah cukup lama Aina mendengar gosip itu dari teman-teman sekamarnya, ia sendiri bingung bagaimana gosip itu bisa muncul tapi Aina tak mau ambil pusing, toh kenyataannya memang tak ada hubungan apa-apa. 

    “Sudah ya gosipnya jangan diterusin, udah aku klarifikasi loh ini… dan aku seneng banget kalau memang nanti Gus Asyraf menikah dengan Ning Hana, lagian kalian bisa-bisanya dapet gosip, Gusnya sendiri kok digosipin, hati-hati ilmunya gak manfaat…”

    Aina tidak marah sama sekali dengan pertanyaan dari teman-temannya, menurutnya jika kita memiliki perasangka dengan orang lain memang lebih baik langsung klarifikasi dengan yang bersangkutan supaya tidak terlalu lama menjadi fitnah.

    “Astgahfirullahal’adzhim… ya Allah ampun ya Allah”

    Kedua temannya spontan beristighfar. 

    Setelah mampir ke kios terakhir mereka pun segera kembali ke pesantren. Sesampainya di gerbang utama, terlihat beberapa santri putra yang sudah diap membantu mereka mengangkut belanjaan ke dapur rumah Kyai Abdullah. Dengan segera santri yang ditugaskan untuk memasak dan menjamu kedatangan Kyai Hanif pun mengerjakan bagian tugasnya masing-masing. Kebetulan Aina bertugas membuat bumbu rawon dengan kreasi resepnya sendiri. Pada dasarnya Aina memang terampil dalam hal memasak, tak perlu takaran pasti menurutnya memasak itu menggunakan perasaan dan membutuhkan mood yang bagus. 

    Enam tahun lalu, pertama kali Aina memasak rawon Ketika dirinya diminta membantu petugas dapur umum pesantren yang kekurangan tenaga karena ada dua orang yang izin bersamaan.  kebetulan dua minggu setelah perayaan Idul Adha, sehingga persediaan daging masih lumayan banyak dan cukup untuk makan siang para santri. Saat itu Aina izin kepada ketua dapur untuk mengolah daging tersebut menjadi rawon tentu saja petugas dapur yang lain bersemangat sekali, karena jarang sekali mereka memasak rawon untuk para santri. Setelah rawon selesai dimasak, Aina mendapat banyak pujian salah satunya oleh Umi Halimah yang ikut mencicipi.

    Sejak kecil,  Aina memang sering kali ikut membantu almarhumah ibunya memasak dan memperhatikan serta menghafal bumbu-bumbu dari bahan masakan ibunya. Tak heran jika tangannya kini terampil mengolah masakan.

    “Na, seperti biasa tolong kamu buat rawon ya untuk menjamu keluarga Kyai Hanif ya”

    “Insya Allah siap Ning, semoga Allah memudahkan proses pembuatannya”

    Aina segera mengambil perannya sebagai salah satu juru masak yang dipercaya untuk menghidangkan makanan dalam rangka menyambut rombongan Kyai Hanif. Dua orang petugas dapur pondok beserta beberapa santri membantu menata ruang makan di rumah Kyai Abdullah, sementara beberapa santri putra terlihat membatu memasang gorden dan mengganti karpet untuk menyambut rombongan Kyai Hanif i.

    Kyai Abdullah dan Ummi Halimah memang sangat menghormati tamu, terlihat dari segala kesiapannya seperti hidangan makanan, kamar tamu, suasana rumah, kebersihan bahkan wewangian rumah pun diganti dengan wewangian khusus untuk menyambut tamu. Aina merasa sangat kagum dengan kebiasaan beliau yang begitu royal dalam hal menyambut tamu. Terkadang terbesit dalam hatinya, semoga saat ia memiliki rejeki berlebih dengan rumah yang luas dirinya bisa menyambut tamu-tamunya sebagaimana yang dicontohkan Kyai Abdullah dan keluarga. 

    Ruang makan sudah tertata rapi dilengkapi dengan aneka jamuan utama lengkap dengan hidangan penutup. Aroma wewangian yang lembut khas Arab juga sudah menyebar disetiap sudut ruangan kediaman Kyai Abdullah, permadani dan gorden bernuansa putih silver memberikan kesan minimalis namun mewah. Setelah para santri yang diminta untuk membantu menyambut romobongan Kyai Hanafi berjibaku dengan tugasnya masing-masing, mereka kembali ke kamar untuk membersihkan diri.

    “Assalamu’alaikum”

    Aina membuka pintu kamar yang tidak terkunci

    “Wa’alaikumussalam, sudah selesai Na?”

    Marwah terlihat sedang menyetrika pakaian

    “Alhamdulillah sudah, eh kamu gak jadi keluar?”

    “Baru sampai sekitar lima belas menit deh kayaknya, terus aku lanjut setrika aja”

    Marwah melihat jam di ponselnya, menunjukkan pukul satu siang

    “Kamu udah shalat Na?”

    “Alhamdulillah tadi sebelum ke kamar, aku sudah jamaah dengan teman-teman di rumah Pak Kyai”

    “Baru mau ngajak jama’ah, tadi pas sampai pondok pas banget jama’ah Zuhur sudah bubaran, yo wis lah tak solat sik”

    Aina memutuskan untuk segera memberiskan badannya dan mengganti pakaian. 

    Rombongan Kyai Hanif diperkirakan akan sampai sekitar lima belas menit lagi, terlihat banyak santri sudah bersiap berbaris menunggu kedatangan rombongan tamu untuk menyambut, tak lupa tim hadroh Al’Alim juga sudah siap dengan peralatannya. Beruntung sekali cuaca terasa teduh disertai hembusan angin yang syahdu. Gerbang pesantren sudah dibuka lebar, penjaga keamanan berdiri di sisi kanan dan kiri.

    Terlihat mobil hitam mengkilat diikuti dengan dua mobil mini bus memasuki gerbang megah pesantren Al ‘Alim, shalawat badar menggema sebagai ucapan selamat datang untuk keluarga Kyai Hanif. Para ustadz dan ustadzah bergantian menyalami keluarga Kyai Hanif, begitu juga dengan para santri yang antusias bersalaman dengan penuh ta’zhim. 

    Ustadz Amri, putra pertama Kyai Abdullah menyambut dan mengarahkan rombonngan untuk langsung menuju rumah ndalem. 

    “Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh “

    Kyai Hamid memeluk Kyai Abdullah

    “Wa’alaikumussalam, Masyaa Allah, ahlan wa sahlan “

    “Alhamdulillah bi khoir karena doa dari antum”

    Beliau dan keluargapun lanjut bercengkrama sejenak sambil memasuki rumah. Beberapa santri termasuk Aina merapihkan sandal-sandal rombongan sebagai bentuk penghormatan kepada keluarga Kyai Hanif. Setelah selesai membantu beberapa temannya, Aina menyusul masuk ke dalam dan langsung menuju dapur untuk stand by khawatir ada yang dibutuhkan dengan segera.

    “Aina,”

    “Maya Allah, Ning Hana”

    “Kayfa haluk?”

    “Alhamdulillah ana bi khoir Ning, ada yang perlu dibantu Ning?”

    “Ana mau ke toilet tapi kayaknya ada yang berubah ya sama rumah Kyai Abdullah,”

    “oh iya Ning, beberapa bulan lalu memang direnov, mari ana antar”

    Aina mengantar Hana menuju toilet tamu, kemudia segera kembali ke dapur membantu juru masak untuk kembali mengecek kesiapan menu hidangan.

    “bu, ada lagi yang perlu disiapkan”

    “ndak ada Na, insya Allah sampun “

    Aina berinisiatif membersihkan tungku kompor yang dibantu oleh salah satu juru masak. Dengan teliti Aina menggosok tungku dengan sikat khusus serta membilasnya sebanyak dua kali yang sebelumnya sudah diberi sabun, lalu mengeringkannya dengan kain dan memasangnya kembali.

    “Aina, tolong tambah kuah rawon lagi ya”

    Ning Fiyah dengan tergesa menghampiri Aina.

    “Baik Ning, satu panci ini cukup ?”

    Aina menunjukkan satu panci berukuran sepuluh liter yang terisi sepertiga nya.

    “Cukup Insya Allah, Alhamdulillah Na, Kyai Hanif dan rombongan suka dengan rawonnya,”

    “Alhamdulillah, maaf Ning ini mau pakai wadah lain saja atau langsung dengan panci ini?”

    “kalau pakai wadah lain sepertinya agak ribet, sudah gak apa apa pakai panci itu langsung, nanti ana panggil Hamidah untuk bantu ya, oh iya jangan lupa sama kerupuk udangnya”

    “Nggih Ning siap,”

    Aina bersyukur masakannya disukai oleh keluarga Kyai Hanif, awalnya ia sempat ragu mendapat amanah ini meskipun sebelumnya beberapa kali sudah pernah pernah memasak untuk tamu-tamu Kyai Abdullah, tapi ini kali pertama Aina memasak dengan porsi besar.

    “Na, mana panci yang mau diangkat?”

    “ini, tapi hati-hati banget ya, ini panas soalnya”

    “Ni, ana bawain troli, jangan diangkat begitu nanti kalau tumpah bahaya”

    Tiba-tiba Asyraf datang dengan membawa troli yang baru diambilnya dari gudang belakang. 

    “Alhamdulillah syukron Gus”

    Asyraf ingin membantu Aina memindahkan panci ke troli namun tiba-tiba Hana muncul seketika Aina menyadari langsung menyikut Hamidah untuk segera membantunya dan segera menuju ruang jamuan.

    “Na, kamu yakin Gus Asyraf ga ada rasa ke kamu?”

    Bisik Hamidah

    “Husss! Istighfar antum, hati-hati itu  kerupuknya jangan sampai tumpah”

    Hamidah tersenyum geli jika berhasil menggoda Aina. Dengan hati-hati Aina dan Hamidah dibantu dengan seorang rombongan Kyai Hanif meletakkan panci berisi kuah daging rawon di atas meja prasmanan.

    “Maya Allah cah ayu, ini toh yang masak rawon, siapa namanya?” 

    Umi Salma menghampiri Aina dan Hamidah. Ternyata Umi Halimah sudah memberi tahu lebih dulu bahwa yang memasak rawon special untuk menyambut rombongan keluarga Kyai Hanif merupakan salah satu satriwatinya.

    “Masya Allah, alhamdulillah, ismi Aina Bu Nyai” 

    Aina tersenyum dengan penuh ta’zhim sambil mencium tangan istri dari Kyai Hanif. Umi Halimah meminta Aina dan Hamidah untuk ikut makan bersama walaupun awalnya Aina sudah menolak dengan sopan karena merasa canggung, namun Ning Salma tiba-tiba muncul dan merangkul Aina serta Hamidah untuk ikut makan bersama.

    Aina merasa suasana jamuan makan ini begitu hangat dan syahdu, memang jika duduk bersama orang-orang alim hati merasa begitu nyaman. Kyai Abdullah sempat mengulas kisah Rasulullah Ketika menerima anggur dari seorang petani. Rasul tersenyum Ketika  menerima tawaran tersebut dan berterima kasih kepada petani miskin tersebut. Petani tersebut menyaksikan Rasul makan dan menikmati anggur-anggur di atas piring tersebut. Para sahabat di sekelilingnya bertanya-tanya mengapa Rasul menikmati hidangan anggur itu sendirian, tanpa mempersilakan sahabat lain untuk ikut menikmatinya. Sikap Rasul mengundang tanda-tanya dalam beberapa saat. Karena tidak seperti biasanya Rasul makan dan menikmati hidangan makanan tanpa menawarkan sahabat lain untuk ikut-serta menikmatinya. Setelah Rasul makan hidangan anggur itu hingga habis, petani tersebut pamit meninggalkan Rasul dengan rasa puas. Tak berapa lama, Rasul pun menjelaskan kepada para sahabat mengapa beliau menghabiskan hidangan anggur itu sendirian. “Ketahuilah bahwa rasa anggur-anggur itu kecut dan pahit. Sengaja saya habiskan hidangan itu sendirian karena khawatir kalian akan mencibir dan menertawakan anggur yang dihidangkan petani itu.” Perbincangan sederhana antara Rasulullah dan para sahabat itu mencerminkan bagaimana sikap dan akhlak Rasul dalam menyikapi makanan. Kita tidak boleh cemberut dan bermuka-masam dalam menyikapi makanan yang terhidang di hadapan kita. Jika kita suka nikmatilah, tetapi jika tidak suka tetap harus menghargai usaha dan jerih-payah seseorang yang berniat baik untuk memberikan hidangannya kepada kita, baik dari tetangga, saudara, terlebih hidangan makanan yang disodorkan istri atau orang tua kita sendiri.

    “Masya Allah, Insya Allah jamuan njenengan ini semuanya terasa nikmat, terbukti kuah rawon sampai nambah toh?”

    Kyai Hanif menambahkan sambil tersenyum lebar dan ramah. 

    “Nah kebetulan kami juga ada bawa beberapa hasil panen dari santri-santri dan sedikit oleh-oleh, semoga berkenan dan bisa dinikmati”

    “Masya Allah barakallah Kyai Hanif,”

    Kyai Hanif diketahui memang berkarib dekat dengan Kyai Abdullah karena merupakan kawan satu pondok saat menimba ilmu di salah satu pondok daerah Kudus, Jawa Tengah. Persahabatan keduanya terjalin erat, oleh karena itu tak jarang keduanya saling mengunjungi dan beberapa kali bekerja sama dalam hal mendidik bibit-bibit untuk kader pengajar pesantren.

     

     

    Kreator : Ainuna Zulia

    Bagikan ke

    Comment Closed: Senandung Cinta Melangit (Part 4)

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024
    • Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]

      Sep 05, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021