KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Senandung Cinta Melangit (Part 5)

    Senandung Cinta Melangit (Part 5)

    BY 15 Mei 2025 Dilihat: 176 kali
    Senandung Cinta Melangit_alineaku

    Kepastian dan Harapan (5)

    “Assalamu’alaikum.”

    Hapsari menelepon seorang pria.

    “Wa’alaikumussalam. Ya, Nyonya. Ada yang bisa dibantu?”

    “Saya kirimkan foto seseorang, tolong kamu selidiki.”

    “Siap! Baik Nyonya.”

    “Saya tunggu paling lambat besok siang. Assalamu’alaikum.”

    Hapsari mengakhiri teleponnya. Sebagai isteri dari seorang pengusaha terkenal Hapsari memiliki banyak ajudan dan beberapa orang kepercayaan yang bertugas membantunya menggali informasi untuk menghadapi orang-orang penting yang ingin bergabung dengan perusahaannya ataupun rekan kerja sama. Namun, kali ini Hapsari meminta seorang anak buahnya untuk menggali informasi dasar dari seorang wanita. 

    “Edo?”

    “Iya. Walaupun aku sudah yakin dengan gadis itu, tapi bukankah kita tetap perlu tahu latar belakang keluarganya?”
    “Menurutku, asal bukan dari keluarga kriminal, itu sudah cukup.”

    Keduanya tersenyum. Pasangan usia senja itu melanjutkan menikmati semilir angin malam dari balkon kamar, ditemani secangkir teh hangat.

    “Jadi, kamu sudah percaya dengan pilihanku?”

     Hapsari memandang suaminya sambil tersenyum penuh kemenangan.

    “Hmm… lebih tepatnya, aku percaya pada keputusanku sendiri, setelah mendengarkan sudut pandang istriku ini.”

    “Masih saja tidak mau kalah.”

    Hapsari kembali menatap langit. Dharmawan langsung merangkulnya, mendekap kepala istrinya ke dada.

    “Puluhan tahun bersama, masih saja merajuk.”
    “Kamu pun masih saja menggodaku.”

    Tuan Dharmawan dan Nyonya Hapsari memang pasangan yang bisa dijadikan teladan bagi anak dan menantu. Lebih dari setengah abad menjalani pernikahan tentu bukan hal yang mudah. Keduanya memiliki watak yang sama-sama keras, namun mereka tak pernah membiarkan pertengkaran berlangsung lama. Jika ada masalah, mereka sepakat untuk selalu menyelesaikannya sebelum tidur—dengan cara bergantian mendengarkan sudut pandang satu sama lain.

     

    POV Asyraf 

    “Bagaimana usaha bengkelmu? Lancar?”

    “Alhamdulillah lancar, Bah. Minggu lalu ana tambah satu karyawan dari luar pondok, laki-laki, kebetulan non-muslim.”

    “Alhamdulillah. Ya ndak apa-apa. Siapa namanya?”

    “Liam, Bah. Kebetulan memang toko suka ramai kalau jam sholat Dzuhur dan Ashar. Jadi, supaya karyawan yang lain bisa jamaah sholatnya, ana pikir perlu ada karyawan non-muslim untuk bantu kami jaga toko saat waktu jam sholat.”

    “Bagus kalau itu pertimbanganmu. Sesekali boleh ajak ke sini.”

    Kyai Abdullah menyeruput secangkir kopi di hadapannya.

    “Asyraf.”

    Kyai Abdullah menghembuskan nafas sejenak

    “Ya, Bah?”

    Asyraf merasa ada hal serius yang akan dibahas oleh Abah.

    “Kedatangan keluarga Kyai Hanif selain untuk mengadakan pertukaran santri dan tim pengajar dengan pesantren kita, sebenarnya ada hal yang jauh lebih penting.”

    “Kalau boleh tau, apa itu, Bah?”

    “Sebelumnya kamu perlu tahu, setelah apa yang Abah sampaikan ini, kamu punya hak penuh dengan keputusanmu. Tapi…. Abah meminta kamu menjelaskan alasan dari keputusanmu.”

    Kyai Abdullah kembali menyeruput kopinya dan meletakkan cangkirnya dengan hati-hati.

    “Abah tidak akan banyak basa-basi. Begini, Nak. Usiamu saat ini sudah cocok untuk membina rumah tangga. Jika boleh Abah berharap, Abah ingin kamu meminang Hana yang tak lain putri dari Kyai Hanif.”

    Asyraf terdiam sesaat mencoba mencerna apa yang baru saja ia dengar. 

    “Melamar Hana? Menikahi Hana?”

    “Asyraf, bagaimana?” Kyai Abdullah menyadarkan. 

    Asyraf menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan.

    “Abah, apa sebelumnya Abah sudah berdiskusi dengan keluarga Kyai Hanif mengenai ini?”

    Asyraf bertanya dengan santun, mencoba mengetahui lebih dalam dengan rencana Abahnya yang membuatnya cukup terkejut.

    “Begini, sebenarnya ini hanya obrolan ringan antara Abah dan Kyai Hanif saja. Saat komunikasi melalui telepon beberapa hari lalu, kami menyadari sama-sama memiliki anak yang sudah pantas menikah. Dan, tidak ada salahnya kan jika Abah mencoba untuk mengutarakan harapan ini dengan kamu?”

    Mendengar penjelasan Abah, Asyraf sedikit merasa lebih rileks. “Antara Abah dan Kyai Hanif saja.” 

    Ya, itu artinya keluarga besar belum mengetahui rencana ini.

    “Bah, sebelumnya Asyraf mohon maaf karena sepertinya ana belum bisa mengikuti harapan Abah terkait melamar Ning Hana.”

    Kyai Abdullah mencondongkan tubuhnya ke depan dengan memandangi wajah putra nya

    “Ada yang lain?” Kyai Abdullah mencoba menyelidiki lebih lanjut.

    “Iya, Bah. ee… Tapi, Bah. Abah tidak perlu khawatir, Insya Allah Asyraf tidak menjalin hubungan apapun dengan lawan jenis. Hanya saja saat ini memang sudah ada sosok yang Asyraf pilih untuk mendampingi Asyraf membina rumah tangga.”

    Kyai Abdullah kembali menyandarkan tubuhnya pada sofa. Sebetulnya Kyai Abdullah tidak berniat memaksakan rencananya kepada Asyraf. Bagaimanapun Asyraf memiliki hak untuk menentukan pasangan dalam hidupnya. Hanya saja, Kyai Abdullah cukup lega jika nantinya Asyraf bisa bersanding dengan putri Kyai Hanif.

    “Ada di sini?” tanya Kyai Abdullah memastikan.

    Na’am, Bah. Sebenarnya Asyraf sudah cukup lama memiliki niat untuk mengungkapkan ini kepada Abah.”

    “Siapa gadis itu?”

    “Aina Ummahatul Mu’minin.”

    “Apa Aina tahu bahwa kamu memiliki rasa dan maksud ini?”

    “Tidak, Bah. Asyraf menutup rapat perasaan ini dari siapapun.”

    “Lantas, apa kamu yakin Aina bisa menerima maksudmu?”

    “Belum tahu, Bah. Tapi, yang jelas, bukan Hana yang ingin Asyraf jadikan teman hidup. Hana wanita yang sempurna, seorang hafizhah, santun, namun semoga Abah bisa mengerti bahwa perasaan tidak bisa dipaksakan.”

    “Ya, baiklah kalau begitu. Abah juga tidak bisa memaksa kalau nyatanya kamu sudah mempunyai pilihan dan Insya Allah Abah tidak keberatan dengan pilihanmu. Hanya saja, Abah ingin kamu segera tahu apakah Aina bersedia menjadi pendampingmu. Jangan terlalu lama untuk melangkah ke jenjang pernikahan, Abah hanya khawatir. Ingat syaithon sangat halus memperdaya manusia.”

    “Alhamdulillah, terima kasih, Bah. Insya Allah Asyraf akan segera memberanikan diri untuk membahas ini secara serius dengan Aina.”

    “Satu lagi. Jika Aina tidak berkenan, Abah harap kamu bisa legowo dan membuka hati untuk yang lain. Abah tidak ingin ada paksaan. Aina itu salah satu santri yang penurut. Tanpa kamu paksa, jika dia tidak berkenan, itu sudah membuatnya sangat tak enak hati menolakmu.”

    Thoyyib, Bah. Insya Allah. terima kasih banyak pengertiannya, Bah.”

    Asyraf sungkem mencium tangan dan memeluk Kyai Abdullah dengan rasa haru. Ia sangat bersyukur memiliki orang tua seperti Kyai Abdullah dan Ummi Halimah. Tegas namun terbuka serta menghargai pendapat anak-anaknya. Hal ini juga beliau terapkan dalam mendidik para santrinya.

    Malam ini pikiran Asyraf sedikit lebih rileks. Tanpa disengaja, kekhawatirannya mengutarakan serta mohon izin untuk meminang Aina sudah dilalui bahkan disambut dengan bijaksana oleh Kyai Abdullah. Namun, masih ada ruang kecemasan yang tersisa di hati Asyraf.

    “Apakah Aina memiliki perasaan yang sama? Apakah Aina bersedia?” 

    Kini, Asyraf benar-benar menggantungkan harapannya kepada Sang Maha Kasih Sayang, semoga Ia mengizinkan dirinya untuk mengarungi bahtera rumah tangga bersama wanita yang sudah cukup lama menempati ruang hatinya. 

     

    ***

    “Assalamualaikum.”

    “Wa’alaikumussalam warahmatullah.”

    Marwah bergegas membuka pintu kamarnya.

    Masya Allah, Ning Hana. Silahkan masuk, Ning.”

    “Maaf ya, ana tiba-tiba mampir.”

    “Gak apa-apa, Ning. Silahkan duduk.”

    “Kamu sendirian?”
    “Ada Aina, tapi lagi di kamar mandi. Kalau Shofiyyah kayaknya lagi ke kamar sebelah, Ning.”

    “Oh… Eh, kamu Marwah kan ya?”

    “Betul, Ning.” Marwah tersenyum ramah.

    “Loh ada Ning Hana toh?” Aina menyapa

    “Iya, Na. Kaget ya. hehehe…Kalian hari ini gak kemana-mana?”

    “Hari ini kebetulan kami gak ada jadwal kuliah, Ning.” Aina menjawab.

    “Emm… Oh iya, Na. Boleh minta tolong untuk temani ana cari tas dan sepatu? Mumpung lagi di kota, banyak pilihan. hehehe.”

    “Boleh, Ning. Mau jam berapa?”

    “Jam sepuluh ya. Gimana?”

    Thoyyib, Ning.”

    “Oh, iya. Marwah, kamu ikut juga yuk!”

    “Mohon maaf, Ning. Marwah hari ini jadwal nyuci baju dan setrika pakaian. hehehe.”

    “Oh begitu. Ya sudah, Na. Nanti langsung ketemu di gerbang depan saja ya. Jam sepuluh. Ana mau siap-siap dulu.”

    “Baik, Ning. Insya Allah.”

    Aina bersiap untuk menemani Hana ke salah satu pusat perbelanjaan modern yang tidak begitu jauh dari pesantren Al ‘Alim.

    Sepanjang perjalanan Hana dan Aina bertukar cerita mengenai kesibukan masing-masing. Hana berusia dua puluh tiga tahun, sarjana strata satu jurusan Sastra Arab sebagai lulusan terbaik di salah satu perguruan tinggi Islam di Jawa Tengah. Saat ini ia fokus membantu dan berperan aktif sebagai pengajar di pesantren milik keluarganya. Selain itu Hana juga sedang merintis bisnis hijab online dan juga memiliki satu toko offline yang berlokasi tidak terlalu jauh dari kediamannya.

    Setelah berbelanja, Hana mengajak Aina untuk makan siang setelah sebelumnya shalat Dzuhur di mushola yang terdapat pada pusat perbelanjaan yang mereka kunjungi. Setelah pesanan datang, Hana dan Aina menikmati hidangan.

    “Aina.”

    “Ya, Ning.”

    Ana boleh bertanya sesuatu?”

    Aina letakkan sendoknya dan bersiap mendengarkan pertanyaan Hana yang sepertinya terdengar serius dari nada bicaranya.

    Monggo, Ning.”

    “Aduh, Na. Jangan serius begitu, biasa aja… Sebenarnya ana mau tanya, tapi ya pingin tau saja sih.”

    “Hehehehe… Monggo, Ning. Insya Allah ana jawab.” ucap Aina sedikit lebih santai.

    “Na, emmm .. Kamu dekat dengan Gus… Asyraf?”

    “eee…. Ning kenapa tiba-tiba tanya Gus Asyraf? Em… pasti dengar gosip dari santri-santri ya? Hehehehe.”

    Beberapa kali memang Hana sempat mendengar santri-santri yang menceritakan bahkan memprediksi hubungan Aina dan Asyraf, namun sebenarnya ada alasan lain yang membuat Hana memberanikan diri untuk mempertanyakan hal ini kepada Aina.

    “Ya, bisa dibilang begitu sih.”

    “Jujur ya, Ning. Ana dan Gus Asyraf tidak memiliki kedekatan khusus. Ana sendiri komunikasi sewajarnya saja dengan beliau. Mungkin terlihat dekat karena ana sudah cukup lama menjadi santri Al ‘Alim. Kedua, bisa jadi karena terkadang Ummi titip pesan untuk ana melalui Gus Asyraf. Itu saja, Ning. Tidak lebih.”

    “Kamu ada perasaan khusus dengan Gus Asyraf? Eee maksudnya suka, cinta, gitu?”

    “Ya Allah, Ning. Tolong jangan termakan gosip-gosip itu ya. Asliiii, Aina gak ada perasaan-perasaan semacam itu sama Gus Asyraf.”

    “Hehehehe, iya Na. Ana percaya. Monggo, ayo dilanjut makannya.”

    Aina pun kembali menikmati makanannya.

    “Kalau tiba-tiba Gus Asyraf melamar kamu gimana?”

    “uhuk…uhuk…”Aina tersedak mendengar pertanyaan lanjutan yang dilontarkan Hana

    “Eh, Na. Maaf, minum dulu, Na.”

    Syukron, Ning.” Aina meminum minumannya.

    “Ning, itu gak mungkin. Apa ya… Insya Allah tidak terjadi.”

    Aina meyakinkan Hana, entah gosip dari mana yang bisa meyakinkan Hana bertanya seperti itu. Aina merasa perlu membahas ini dengan teman-teman sekamarnya. Apakah Hana menyimpan perasaan untuk Asyraf? Atau hanya sekedar ingin tahu kebenarannya?

     

     

    Kreator : Ainuna Zulia

    Bagikan ke

    Comment Closed: Senandung Cinta Melangit (Part 5)

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]

      Okt 02, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021