KATEGORI
  • Adat & Budaya
  • Agrikultur
  • Aksi
  • Arsitektur
  • Artikel
  • Asmara
  • Autobiografi
  • autobiography
  • Bahasa & Sastra
  • Berita Alineaku
  • Bisnis
  • Branding
  • Catatan Harian
  • Cerita Anak
  • Cerita Bersambung
  • Cerita Pendek
  • Cerita Rakyat
  • Cerpen
  • Cinta
  • Cita – Cita dan Harapan
  • Dongeng
  • Drama
  • Ekonomi
  • Epos
  • Event
  • Fabel
  • Fantasi
  • Fiksi
  • Gaya Hidup
  • Hiburan
  • Hobi
  • Hubungan Antarpribadi
  • Hukum
  • Humanis
  • Humor
  • Ilmu Manajemen
  • Inspirasi
  • Istri
  • Kampus
  • Karir dan Kewirausahaan
  • Keagamaan
  • Keluarga
  • Kesehatan & Kecantikan
  • Kesehatan Mental
  • Ketenagakerjaan
  • Kisa Masa Kecil
  • Kisah Inspiratif
  • Kritik Media
  • Kuliner
  • Legenda
  • Lifestyle
  • Lingkungan Hidup
  • Madhoe Retna
  • Manajemen
  • mengelola toko
  • Mental Health
  • Moralitas
  • Motivasi
  • Novel
  • Nutrisi
  • Nutrition
  • Opini
  • Organisasi
  • Otomotif
  • Parenting
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Pendidikan Karir
  • Pendidikan Keuangan
  • pengalaman hidup
  • Pengembangan Diri
  • Perjalanan Hidup
  • Pernikahan
  • Persahabatan
  • Pertemanan
  • Petualangan
  • Petualangan Alam
  • Pilih Kategori
  • Pilih Menu
  • Politik
  • Psikologi
  • Psikologi Sosial
  • Puisi
  • Romansa
  • Romantisme kehidupan
  • Rumah Tangga
  • Satir
  • SDM
  • Sejarah
  • Self-Acceptance
  • Self-Awareness
  • Seni & Budaya
  • Sosial
  • spiritual journey
  • Strategi
  • Teknologi
  • Tempat Wisata
  • Traveling
  • Uncategorized
  • Wanita
  • Beranda » Artikel » Senandung Rindu Di Ufuk Barat

    Senandung Rindu Di Ufuk Barat

    BY 06 Nov 2024 Dilihat: 214 kali
    Senandung Rindu Di Ufuk Barat_alineaku

    Semilir angin berhembus sejuk menyapu tubuhku siang itu saat Aku duduk di teras rumah. Tak terasa hampir satu bulan sudah berlalu sejak keberangkatan putri kecilku ke Pesantren Putri Kampus 3 di Kampung Madani yang terletak di Kabupaten Ngawi Jawa Timur. Rindu itu semakin lama semakin membuncah setiap mengingat senyum manisnya dan kelincahan gerak-geriknya yang usia delapan tahun sudah menjadi yatim. 

    Naila Fathin Najah namanya. sebuah nama yang kuberikan padanya dengan setumpuk doa dan harapan agar kelak Ia menjadi sosok perempuan yang kuat, tangguh, mandiri, terampil, dan sukses di masa depannya. Masih teringat bagaimana adik Naila (biasa Aku memanggilnya) bersungguh-sungguh belajar agar bisa mengenyam pendidikan pesantren di Kampung Madani. Setiap Sabtu dan Ahad sore, ia berangkat menuju lokasi bimbingan belajar untuk persiapan masuk ke pesantren. Kadang kala dia diantar sama Mas-nya, namun tak jarang dia pulang sendiri naik gojek. Sungguh, perjuangan yang luar biasa untuk bisa sampai ke titik sekarang. Walaupun demikian, perjuangan itu masih tetap berlanjut dan semakin berat karena banyaknya kegiatan dan tanggung jawab yang diemban selama menempuh pendidikan pesantren di Kampung Madani.

    “Assalamu’alaikum, Bunda… Doakan Adik ya, Bund. Agar bisa mengikuti ujian lisan dan tulis besok dengan lancar.” terdengar suaranya lirih dari ponsel-ku.

    “Iya Dik, Bunda selalu berdoa yang terbaik setiap saat untuk Adik, Mas Ahnaf, dan Mas Syauqi.” jawabku.

    “Adik Naila telepon melalui ponsel Ustadzah kah? “ tanyaku.

    “Tidak, Bunda. Adik Naila telepon dari wartel yang ada di dalam pondok dan harus antri panjang, Bunda. Karena bergantian dengan anak-anak yang lain, Bund.” jawabnya sambil terdengar agak kesal.

    “Oooo iya Dik, semangat dan yang sabar, ya.”  jawabku.

    Hmm …. ujian awal baru dimulai, bagaimana santri harus sabar saat mengantri dalam segala aktivitas, gumamku dalam hati.

    Hanya para pemenanglah yang bisa melewati semua ujian kesabaran dengan baik dan ikhlas. gumamku lagi.

    Setiap putriku berkabar, selalu Aku selipkan nasihat agar dia sabar dan kerasan selama di pesantren, karena apa yang dia alami adalah salah satu bentuk pembelajaran karakter agar kelak menjadi pribadi yang kuat dan tangguh seperti batu karang di lautan.

    Waktu berlalu terasa begitu cepat, tak terasa putriku sekarang sudah memasuki tahun keempat dia mengenyam pendidikan pesantren di Kampung Madani. Kini malaikat kecilku telah menjelma menjadi seorang gadis remaja yang cantik, anggun, dan tetap imut. Adzan isya telah berkumandang merdu dari masjid sebelah rumah, saatnya Aku mengambil air wudhu untuk segera melaksanakan shalat Isya berjamaah di dalam masjid. 

    Setelah melaksanakan shalat Isya di masjid, Aku kembali ke rumah kemudian membuka lemari tempat putriku menyimpan buku-bukunya selama bersekolah dulu. Aku menemukan salah satu buku diary pemberianku yang sudah tampak lusuh di antara tumpukan beberapa buku yang tertata dengan rapi. Seketika itu Aku langsung ingat-ingat kembali, ini salah satu buku diary yang pernah Aku berikan di hari ulang tahunnya ke-12 tahun pada tanggal 18 April.

    Aku membuka lembar demi lembar buku diary tersebut. Tanpa sengaja, pandangan mataku tertuju pada sebuah tulisan curahan hatinya sebelum putriku mengenyam pendidikan pesantren ke kampung madani.

     

     “Hai, namaku Naila Fathin Najah, biasa dipanggil Naila. Aku adalah anak terakhir dari empat bersaudara. Kakak pertamaku sudah pergi meninggalkanku sebelum aku lahir. Saat Aku duduk di kelas 2 SD, Ayahku sudah meninggalkanku … dan hanyalah ada Bunda, kedua kakak-kakakku serta bersama nenekku.

    Aku mungkin terlahir menjadi orang yang bisa dibilang tidak sepintar kakak-kakakku. Aku selalu merasa kalau diriku bukanlah orang yang sempurna, selalu lebih buruk dari kakakku.

    Suatu hari, kakak keduaku bernama “Ahnaf,” biasa ku panggil dengan sebutan “Mas Ahnaf.” Bunda berinisiatif untuk memasukkan Mas Ahnaf ke dalam pesantren di Kampung Madani. Berkat semua itu, kakakku lulus di Pesantren Kampung Madani Kampus 4 Darul Muttaqin yang terletak di Kabupaten Banyuwangi. 

    Hari-hariku semakin dekat untuk menuju masa depanku dengan mengikuti Bimago. Karena Aku adalah anak yatim, untuk berangkat bimbingan belajar sampai harus menunggu kepastian dari kakakku, kalau tidak menggunakan ojek online sampai minta tolong kepada Ustadzah-ku.”

    Pada tulisan akhir di dalam buku diary-nya, ada sebuah puisi, entah dia ambil dari lirik sebuah lagu atau bukan yang isinya,

    Oh menangislah …

    Kan kau juga manusia

    Mana ada yang bisa

    Berlarut-larut

    Berpura-pura sempurna

    Sampaikan pada jiwa yang bersedih

    Begitu dingin dunia

    Yang kau huni

    Jika tidak ada tempat tuk kembali

    Bawa lukamu

    Biar aku obati

    Kangen peluk Ayah

    Semoga husnul khotimah

    Aku tutup kembali buku diary tersebut dengan air mata  yang mengucur dengan deras hingga membasahi daster yang sedang kupakai. Aku tidak pernah menyangka dibalik senyum imut dan keceriaan putriku, dia punya anggapan bahwa dirinya tidak sepandai kakak-kakaknya. Padahal, Aku tidak pernah mengatakan atau menganggap dia seperti demikian. Meskipun dia anak yang terlahir terakhir dari rahimku dan menjadi putriku satu-satunya karena dua kakaknya laki-laki, Aku tidak pernah memberikan perhatian yang lebih spesial karena Aku berkomitmen untuk berusaha memberikan perhatian dan kasih sayang yang sama dengan kedua kakaknya.

    Dan, satu lagi curahan hatinya akan kerinduan pada almarhum Ayahnya. Aku bisa memahaminya karena Ayah adalah cinta pertama putrinya, seperti yang kurasakan juga kepada almarhum Ayahku. Hanya saja perbedaannya Ayahku meninggal dunia ketika aku sudah dewasa dan berkeluarga, sedangkan putriku ditinggalkan saat masih berusia delapan tahun.

    Masih segar dalam ingatanku, bagaimana putriku menjalani masa isolasi selama tiga tahun di pondok akibat pandemi Covid-19. Proses pembelajaran dan pendidikan pesantren di Kampung Madani pun juga berjalan dengan memperhatikan protokol kesehatan. Di antaranya, melarang kunjungan wali santriwati, mewajibkan para santriwati dan asatidzah untuk mengenakan masker, menyiapkan tempat cuci tangan di berbagai tempat, memberlakukan physical distancing pada satu bulan pertama proses pendidikan dimulai. Tidak hanya itu, untuk menjaga kondisi fisik, pesantren di Kampung Madani juga menambah lauk pada menu makan harian tanpa memungut iuran tambahan, membagikan madu, memangkas beberapa kegiatan, dan menambah durasi istirahat malam. Kami hanya bisa berdoa dan berharap saat itu agar pandemi segera berlalu. 

    Sebenarnya, bukan kali pertama ini Aku melepas anak masuk ke pondok pesantren. Sebelumnya, di masa tahun pandemi yang pertama, Aku sudah empat tahun menjalani LDR dengan Kakaknya yang bernama Ahnaf. Ahnaf juga masuk pesantren di Kampung Madani pada tahun 2020 yang berada di Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur. Tahun 2021, gantian adiknya yang lulus MI juga melanjutkan ke pesantren yang berada di Kampung Madani, akan tetapi berada di Kabupaten Ngawi Jawa Timur.

    “Masih mewek, Bund?”

    Tiba-tiba aku terkejut dengan ucapan wali santri yang berdiri disebelahku.

    Hmmm ternyata Ibu ini memperhatikanku sedari tadi. gumamku dalam hati.

    “Iya, Ma. Rasanya begitu berat untuk melepas putriku berangkat ke pesantren di Kampung Madani.” jawabku.

    “Apa Bunda pertama kali memondokkan anak?” tanyanya.

    “Tidak, Ma. Tahun ini adalah tahun kedua saya memondokkan anak.”

    “Tahun kemarin yang juga masih pandemi saya juga memondokkan kakaknya Naila.” jawabku.

    “Ooo iya, Bunda. Bersyukur ya, Bunda. Putra dan putrinya mau belajar di pesantren.” jawabnya.

    Alhamdulillah, iya Ma.” jawabku dengan lirih.

    Akhirnya kami berdua terlibat pembicaraan sekaligus sharing betapa pentingnya memberikan pendidikan anak ke pesantren.

    “Iya, Ma. Karena jika kita melihat kondisi zaman sekarang ini dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat secara besar-besaran sehingga telah merubah hampir seluruh aktivitas kehidupan manusia.  Dengan cepatnya globalisasi itu, norma yang diturunkan oleh para salafus saleh dan para ulama kini sudah banyak ditinggalkan sehingga kemaksiatan ada di mana-mana, pergaulan tak mengenal batas, dan terjadi di kalangan remaja yang masih labil. Bahkan hal seperti itu sudah dianggap wajar bagi sebagian kalangan masyarakat.”

    “Itu salah satu alasan kami mengirim putra-putri kami ke pesantren,” jawabku.

    “Benar Bunda.” lanjut Ibu tersebut.

    Ibu itu kemudian menambahkan, “Sebagai orang tua, pastinya tak ingin anak kita terjerumus dalam jurang masa depan yang suram. Orang tua ingin sekali melihat anaknya sukses baik dunia maupun akhirat, berbakti kepadanya, dan apa saja yang bersifat baik.  Berbagai cara dilakukan, seperti menyekolahkan anaknya, baik madrasah maupun sekolah formal, sebagai upaya untuk menjadi benteng dari permasalah saat ini.”

    “Benar sekali ma”, ucapku.

    Aku kemudian menambahkan, “Meskipun saat ini terdapat beragam institusi pendidikan yang tersedia, pondok pesantren tetap memiliki nilai-nilai dan manfaat yang khas”. 

    Tak terasa obrolan kami sampai sore. Akhirnya, Aku pamit karena putraku yang sulung mengajakku untuk kembali ke rumah.

    Setelah sampai di rumah, Aku kembali merenung, mengingat-ingat kembali perkataan demi perkataan yang diucapkan Ibu yang kutemui saat mengantar putriku di lokasi Bimago.

    Aku merangkumnya, bahwa ada beberapa alasan mengapa seorang anak harus masuk pondok pesantren yaitu karena untuk mendapatkan pendidikan yang holistik dan membangun karakter yang kuat.  Adapun alasan tersebut antara lain:

    1. Pembentukan akhlak mulia Salah satu tujuan utama pondok pesantren adalah membentuk karakter dan akhlak yang mulia pada para santri. Dalam lingkungan pesantren, anak-anak dikenalkan dengan ajaran agama Islam secara menyeluruh, termasuk etika, moralitas, dan nilai-nilai Islam.  Santri tidak boleh terpisah dengan pesantren dan kiainya. Mereka diajarkan untuk menjadi pribadi yang jujur, disiplin, sabar, dan bertanggung jawab. Melalui disiplin yang ketat dan pengawasan yang baik, pondok pesantren memberikan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan moral dan spiritual anak-anak. 
    2. Pendidikan agama yang mendalam. Pondok pesantren menawarkan pendidikan agama yang mendalam, dengan fokus pada pemahaman dan pengamalan ajaran Islam. Anak-anak memiliki kesempatan untuk mempelajari dan memahami Al-Qur’an, hadits, tafsir, fiqih, dan berbagai disiplin ilmu agama lainnya.  Mereka juga berpartisipasi dalam kegiatan ibadah, seperti shalat berjamaah, menghafal Al-Qur’an, dan mempraktikkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. 

    Pendidikan agama yang kokoh ini membantu anak-anak mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang keyakinan mereka dan memperkuat iman mereka. 

    1. Pengembangan kemandirian. Pondok pesantren juga memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk mengembangkan kemandirian dan tanggung jawab pribadi. Mereka tinggal di asrama dan belajar mengatur waktu, membersihkan diri, merawat kebersihan lingkungan, dan mengelola tugas-tugas harian mereka sendiri.  

    Anak-anak belajar hidup dalam komunitas dan saling bergantung satu sama lain. Pengalaman ini membantu mereka menjadi lebih mandiri, disiplin, dan tangguh dalam menghadapi tantangan hidup. 

    1. Pembentukan kecerdasan emosional. Selain pendidikan agama, pondok pesantren juga memberikan perhatian pada pengembangan kecerdasan emosional anak-anak. Mereka diajarkan untuk mengelola emosi mereka dengan baik, belajar bersikap santun, dan berkomunikasi dengan baik dalam lingkungan yang heterogen.  

    Pengalaman berinteraksi dengan sesama santri dari berbagai latar belakang sosial dan budaya membantu anak-anak memperoleh pemahaman yang lebih luas tentang toleransi, kerjasama, dan saling menghormati. 

    1. Lingkungan pembelajaran yang terfokus. Di pondok pesantren, anak-anak dapat fokus sepenuhnya pada pendidikan dan pembelajaran. Dengan minimnya gangguan eksternal, seperti gadget atau media sosial, mereka dapat mengalami lingkungan yang kondusif untuk belajar dan mengembangkan minat serta bakat mereka.  

    Aktivitas-aktivitas seperti pengajian, diskusi, dan pelatihan keilmuan mendalam membantu mereka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka di berbagai bidang. 

    1. Persiapan menjadi pemimpin. Banyak pondok pesantren memiliki program pengembangan kepemimpinan yang bertujuan untuk melahirkan generasi pemimpin yang berintegritas. Anak-anak diberikan kesempatan untuk memimpin dalam berbagai kegiatan, organisasi, dan kepengurusan di pondok pesantren.  

    Mereka dilatih untuk menjadi pemimpin yang adil, berwibawa, dan bertanggung jawab. Pembelajaran ini mempersiapkan mereka untuk mengemban peran kepemimpinan di masyarakat dan berkontribusi dalam pembangunan yang lebih baik. 

    1. Belajar indahnya kebersamaan. Hidup di pesantren tidak bisa seorang diri dan suasana akan selalu ramai kecuali jika sudah terlelap. 

    Kebersamaan di pesantren memang sangat terasa karena satu kamarnya saja berisi beberapa orang. Setiap hari tidur bersama, makan bersama menggunakan nampan, dan ngaji pun bersama. Dampak positif dari adanya kebersamaan inilah yang menjadi alasan harus mondok. Jelas bahwa rasa peduli dan menyayangi akan tumbuh antara santri satu dengan yang lain. 

    Hal tersebut juga bisa selaras dengan ilmu sosial dimana sejatinya manusia tidak bisa hidup sendiri dan saling membutuhkan. 

    1. Manajemen waktu. Setiap orang memiliki waktu yang sama setiap harinya yaitu 24 jam. Waktu tersebut pun akan sangat bermanfaat ketika hidup di pondok pesantren. Terdapat jadwal tersendiri yang sudah dirancang di pondok pesantren agar santri tidak banyak rebahan ataupun tidur. 

    Apabila pesantren tersebut disertai dengan sekolah, maka seorang santri harus bisa membagi waktu dengan baik untuk sekolah dan mengaji. Tentu saja bukan hal yang mudah untuk membagi-bagi waktu tersebut, namun seiring dengan waktu pasti akan mulai terbiasa. Pembagian waktu yang teratur ini pun bisa diterapkan di rumah ketika sudah pulang dari pondok pesantren sehingga mampu membangun karakter yang baik. Alasan mengapa harus mondok di atas pun memang banyak yang bisa merasakan dampak positifnya. Pondok pesantren bukanlah sebuah penjara, namun tempat suci yang membuat kita belajar banyak mengenai arti kehidupan yang sesungguhnya.  

    Secara keseluruhan, pondok pesantren dapat memberikan pendidikan holistik yang mencakup aspek agama, moral, akademik, dan sosial. Dengan memasukkan anak-anak ke dalam lingkungan pondok pesantren, orang tua dapat memastikan mereka mendapatkan pendidikan yang seimbang dan terintegrasi.  Melalui pondok pesantren, anak-anak dapat mengembangkan karakter yang kuat, mengasah pemahaman agama yang mendalam, dan mempersiapkan diri mereka untuk menghadapi tantangan dunia dengan keyakinan yang teguh.

    Ahhh…. Aku kira bakalan tegar, setegar batu karang saat adik gantian berangkat ke pondok seperti Mas Ahnaf dulu yang ketika mengantar masuk ke pondok. Alhamdulillah, tiada sedu sedan sama sekali. Aman jaya sentosa karena saat itu wali santri juga tidak diperbolehkan mengantar putra-putrinya hingga masuk ke pondok dan harus diwakilkan oleh ustaz-ustazah alumni yang tergabung dalam Ikatan Alumni Pondok Modern (IKPM) Darussalam.

    Kalau kakaknya dulu mengikuti bimbingan belajar dan semua program kegiatan seperti Sigor Camp, Sigor Ramadan, Sigor Syawal yang diadakan oleh SIGOR (Simulasi Gontor) dibawah naungan IKPM Surabaya sebagai bentuk usaha dan ikhtiar agar Allah memberikan kemudahan dan kelancaran proses masuk ke  Pondok Modern Darussalam Gontor, salah satu pesantren yang sudah dia idam-idamkan sejak kelas empat Madrasah Ibtidaiyah. Sedangkan adiknya mengikuti mengikuti bimbingan belajar dan semua program kegiatan seperti Bimago Ramadan, Bimago Syawal yang diadakan oleh BIMAGO (Bimbingan Gontor).dibawah naungan IKPM Sidoarjo

    Mungkin karena masih pandemi, harus jaga protokol kesehatan, Ok fine, Bunda tidak apa-apa. Kebetulan malah, tidak berlama-lama melepas anak lanang pake peluk-peluk dan cium. Biasanya kalau peluk cium gitu potensial menguras air mata.

    Namun, lain ceritanya begitu Aku masuk mobil hendak balik ke Sidoarjo setelah melepas kepergian putriku ke pesantren di kampung madani dengan iring-iringan 6 bus besar. Begitu mobil yang ku tumpangi bergerak keluar dari area lokasi BIMAGO Syawal yang bertempat di SMP Muhammadiyah 4 Porong. Air mataku sudah tidak bisa dibendung lagi. Malu sih sebenarnya, masa iya sudah pengalaman punya anak mondok kok masih mewek mulu. Akhirnya cuma nyesek saja rasanya, air mata mengalir deras tapi tidak bisa lepas bebas nangisnya.

    Duhai ribetnya yaaa… Mau nangis aja kebanyakan prosedur. Sebenarnya tidak ingin menangis juga sih. Katanya, kalau si Bunda nangis, anaknya bisa ‘kesetrum’ dan ikutan sedih. Tapi gimana lagi ya, manusia kan bukan robot yang bisa diprogram begitu saja. Apalagi seorang Ibu, mana bisa loh menahan perasaan ke buah hatinya. Ini tak lain dan tak bukan karena sifat dan pembawaan adik yang jauh berbeda dengan kakaknya. Mas Ahnaf sudah terbiasa mandiri sejak kecil. Masih teringat, dari kecil dia sudah menunjukkan kecenderungan punya hobi dolan, bersosialisasi dan lumayan garang ketika privasinya terganggu.

    Masa pandemi menjadi masa yang berat bagi kami dan anak-anak yang berada di  pesantren. Kami terus saling merindukan, namun pihak pondok tidak memberikan jadwal kunjungan bagi santri karena aturan prokes yang begitu ketat. Kami sebagai orang tua tidak menyangka bahwa ternyata anak kami memiliki tekad yang begitu kuat untuk bisa membahagiakan kami. 

    Aku berharap dengan kehadiranku di pondok pesantren setelah masa pandemic itu berlalu dapat memberikan dukungan emosional dan motivasi tambahan bagi anak. Kunjungan rutin bisa menjadi momen penting bagi orang tua dan anak untuk tetap terhubung saat masih awal menjalani rutinitas pondok pesantren.

    “Kalau sering dikunjungi, apa nggak bahaya? Nanti anak jadi nggak kerasan? Nggak betah dan maunya pulang saja? Nggak juga. Anak sering ditengok awal masuk pondok justru agar anak tidak merasa dibuang. Anak bisa merasa berharga lho kalau tahu bahwa untuk mengunjungi itu kita perlu perjuangan; secara khusus meluangkan waktu dan biaya untuknya.

    Lalu, bagaimana kalau pihak pondok tidak membolehkan singgah seperti saat pandemi beberapa tahun kemarin? Kalau aturan pondok seperti itu, ya taati. Pondok punya ritme sendiri yang harus kita hormati.” 

    Ah… terdengar bunyi peluit yang begitu kencang. tanpa terasa sudah sampai ke stasiun Walikukun-Ngawi yang membuyarkan lamunanku sedari tadi. Perjalanan mudifah (berkunjung) yang Aku mulai dari stasiun sidoarjo pukul 12.54 dengan lama perjalanan kurang lebih selama tujuh jam ke Kampung Madani ini membuatku melupakan kepenatan kegiatan dan rutinitas yang ku jalani sehari-hari. 

    Ku tengok layar ponselku, menunjukkan pukul 18.26 WIB. Sebentar lagi sampai stasiun Walikukun, pikirku.

    Aku bergegas menuju pintu keluar stasiun dan mencari bentor atau ojek agar dapat membawaku menuju kampung madani. Semangat itu begitu membara, padahal Aku bisa menemui gadisku hanya 15 menit setelah dia belajar malam pukul 21.30 dan 15 menit di pagi hari pukul 06.00 sebelum berangkat ke sekolah. 

    Waktu yang begitu singkat untuk dapat menemuinya itu tidak sebanding dengan lamanya perjalanan yang harus ku tempuh, namun hal itu tidak menyurutkan semangatku untuk rutin mengunjunginya satu bulan sekali demi memberikan motivasi (tasjik) agar dapat menyelesaikan pendidikannya di kampung madani dengan predikat sempurna (mumtaz)

    Tampak dari kejauhan sosok gadis imut dengan memakai baju warna putih, bawahan rok meksi warna biru muda dengan jilbab warna putih yang melambangkan kesucian itu berkibar-kibar, gadis itu berjalan dengan cepat untuk segera dapat menemuiku. 

    “Assalamu’alaikum, Bunda …” ucapmya.

    “Wa’alaikum Salam Warahmatullah Wabarakatuh.” jawabku.

    “Alhamdulillah,” ucapku syukur dalam hati akhirnya Aku bisa bertemu kembali dengan putriku. 

    “Bagaimana keadaan Adik Naila?” tanyaku.

    “Alhamdulillah sehat, Bun.” jawabnya.

    “Oiya Bunda, tugas PRAKBIN (Praktek Membina) yang kemarin saya kerjakan itu berkali-kali kurang tepat, Bund. Adik Naila mengulanginya sampai enam kali.” ucapnya.

    “Hmmm… ini saatnya Aku memberikan kultum (kuliah tujuh menit) yang singkat dan padat agar putriku tetap optimis, semangat, dan pantang menyerah.” gumamku dalam hati

    “Iya… harus sabar ya, tetap semangat dan optimis. Masih ingat kan, dalam mahfudzat Man Jadda Wajada?” ucapku.

    “Iya Bunda, Adik Naila masih ingat.” jawabnya.

    Akhirnya Aku terlibat obrolan dan sharing serta mendengarkan curahan hati dari putriku dengan tetap mengingatkan agar ia istiqomah sampai lulus, sekalian Aku berpamitan kalau besok pagi jam 07.30 harus sudah ke stasiun untuk kembali ke rumah. 

    Selamat Belajar untuk putriku. Raihlah impian melalui proses belajar yang sungguh-sungguh. Mulailah belajar dari sekarang, dan nanti kamu akan bersyukur telah melakukannya. Berhenti mengeluh, dan mulailah belajar untuk mencapai impianmu. Jadilah pribadi yang gigih, sabar, dan pantang menyerah dalam belajar. Jangan biarkan kegagalanmu menghentikan langkahmu dalam belajar.

    Wallahu A’lamu bis Shawab.

     

     

    Kreator : Rochmatul Ula

    Bagikan ke

    Comment Closed: Senandung Rindu Di Ufuk Barat

    Sorry, comment are closed for this post.

    Popular News

    • Part 15: Warung Kopi Klotok  Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]

      Okt 01, 2024
    • Part 16 : Alun – Alun  Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]

      Okt 16, 2024
    • Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]

      Okt 02, 2024
    • Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]

      Sep 18, 2024
    • Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]

      Sep 07, 2024

    Latest News

    Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]

    Jun 21, 2021

    Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]

    Des 07, 2021

    Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,,  begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]

    Des 07, 2021

    Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]

    Des 07, 2021

    Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]

    Des 07, 2021