Siapa yang ingin menjadi janda, apalagi di usia yang kata orang masih termasuk muda. Walaupun buatku sudah cukup dewasa, 32 tahun tepatnya. Tapi takdir tetap saja menjadi rahasia Tuhan, kita hanya bisa berencana, tapi ketentuan tetap saja di tangan-Nya.
“Menikahlah lagi! kau tidak bisa hidup seorang diri. Percayalah, almarhum suamimu juga akan ridho jika kau punya seseorang yang menjagamu!”
Kalimat itu bukan sekali dua kali kudengar, dari orang yang berbeda-beda. Aku tau kalimat itu seperti support, atau ungkapan sayang, peduli, cinta atau semacamnya, tapi aku baru selesai masa iddah, luka ditinggal suamiku juga masih basah.
“Arunika, Abang ingin kamu menjadi bidadari Abang di surga!”
Kalimat itu yang senantiasa diucapkan Bang Amir, lelaki yang sudah 10 tahun menikahiku, walau jasadnya tak lagi bersamaku, tapi semua tentangnya masih utuh di memoriku, di hatiku, di setiap detak jantungku.
“Maukah kau menikah denganku Arunika? Statusmu tidak masalah buatku!”
Kholid El Fikry, lelaki dari Maroko yang berjuang meyakinkanku bahwa pernikahan itu akan tetap menjadi indah, asalkan tujuannya lillah dan untuk ibadah.
“Aku akan datang ke Indonesia, memintamu pada orang tuamu, dan jika kau setuju maka aku akan menikahimu!”
Seketika hati itu sakit kembali, sebab lukanya belum pulih, bagaimana bisa ruang yang masih berantakan itu dihuni penghuni baru?
“Jika seseorang yang sholeh datang padamu, maka jangan menolaknya karena setelahnya yang datang hanya fitnah!” kata Emak.
Menikahlah denganku Arunika!”
“Aku janda, kau tau itu kan?!”
“Lalu? Apa masalahnya jika janda? Tak pantaskah bagi seorang janda untuk hidup bahagia?”
“Bagaimana kau tau aku akan bahagia jika menikah denganmu?”
“Aku akan berusaha membahagiakanmu, kita akan mulai babak yang baru!”
“Bagaimana bisa kau seyakin itu? Kau tidak mengenalku, pun aku tidak mengenalmu!”
“Aku tidak mengenalmu di dunia nyata, tapi caramu berbicara, susunan kalimat yang kau tata, dan wajahmu sudah merangkum semuanya, tentangmu!”\
“Kenapa dengan wajahku?”
“سيماهم من وجوههم من أثر السجود!”
Sesaat aku terdiam ketika jawabannya adalah ayat Al-Qur’an, aku memilih untuk tidak membalas pesannya, seorang lelaki dari Benua Afrika bagian Utara, Mamlakah Al Maghribiyah, tempatnya Ibnu Batutah dilahirkan, seorang penjelajah muslim dunia.
“Aku bisa merasakan betapa suamimu rahimahullah adalah orang yang sangat baik, dia sangat mencintaimu dan kau juga begitu!”
“Dari mana kau tau itu semua!”
“Kau sudah merangkum hidupmu dari kisah yang kau coba tuliskan!”
“Itu adalah tulisan, jangan terpedaya!”
“Tulisan yang keluar dari hati akan masuk ke hati setiap pembacanya, bukankah begitu Nona!”
“Dari mana kau mengerti apa yang kutulis, bukankah kau tidak bisa berbahasa Indonesia?”
“Yah, aku mengenal beberapa orang Indonesia di kantorku, mereka teman baikku!”
Aku bukan gadis berusaha 18 tahun yang masih merona jika seorang lelaki datang menyapa. Jika saja kau tau sakitnya kehilangan, maka setiap yang datang membawa penawar tak lagi ada artinya.
Begitupun ajakan menikah dari lelaki ajnabi yang sama sekali tak aku kenal di dunia nyata.
“Bolehkah aku video call? Ibuku ingin berbicara denganmu.”
“Ibumu? Kenapa dia harus berbicara denganku? Apa aku mengenalnya?”
“Tidak, tapi sejak aku mengenalmu, aku bercerita tentangmu padanya.”
“Apa????”
Aku kaget dengan apa yang dia sampaikan itu, lelaki berkacamata, asli Arab.
Berawal dari chat di grup yang sama, saat itu temanku seorang Misriyah (sebutan wanita Mesir) memasukkanku ke sebuah grup dimana penghuninya semua orang Arab, ketika aku katakan padanya kalau aku ingin memperlancar bahasa Arabku.
“Kau bisa berlatih dengan mereka saat aku sibuk.” Begitu katanya.
Awalnya sih aku ragu, karena aku bukan orang yang cepat akrab dengan orang lain, apalagi kemampuan bahasa Arab-ku sudah lama tidak diasah. Aku takut malah mereka yang di grup tidak mengerti apa yang aku tulis.
Ditambah lagi, grup ini tidak seperti grup WA pada umumnya. Ini adalah grup traveling khusus orang Arab dari seluruh penjuru dunia. Tujuan saling berbagi info tentang travel di berbagai negara dunia. Seperti tiket murah, hotel, penginapan, atau tour guide.
Jadi, mereka tidak saling sapa satu sama lain, atau apalah. Mereka hanya mengirimkan info-info juga berita dimana semuanya berbahasa Arab. Walaupun laki-laki dan perempuan ada di satu tempat, tapi mereka tidak saling sahut.
Maka, mulailah si cantik itu memperkenalkan diriku pada anggota grup, hanya menyebut nama dan Negara asalku saja. Seketika aku jadi sorotan, para wanita menyapa hangat, mungkin mereka penasaran bagaimana non Arab akan paham bahasa mereka. Entahlah.
Yang aku tau adalah orang Arab sangat suka jika ada non Arab yang ingin atau bisa berbahasa Arab.
“Ibuku penasaran bagaimana kau bisa berbahasa Arab, kami orang Maroko sangat mencintai orang Indonesia, masyarakatnya baik dan semangat belajar Islam, aku juga tau bahwa sebagian kalian belajar bahasa Arab untuk memudahkan kalian belajar syariat Islam!” Katanya.
Hatiku masih berkabung, bagaimana mungkin aku bisa berbicara pada Ibunya, aku bahkan belum mengenal lelaki itu selain nama. Bahkan aku belum pernah melihat wajahnya kecuali lewat foto profil yang dia sematkan.
Aku akui dia paling sering memperbaiki susunan bahasaku di grup, lalu berlanjut ke pesan pribadi. Kita berdua ngobrol tentang banyak hal.
Kumatikan lampu kamarku, pikiranku kalut, aku mencoba menyatu dengan malam yang kian larut.
“Ukhti, apakah kau bersedia?”
Pesan darinya sungguh membuatku benar-benar dilema.
“Tidak, maafkan aku! Disini sudah malam! Aku ingin istirahat!”
Entah kenapa aku merasa seperti pemeran antagonis dalam sinetron.
“Kenapa aku tega, apa salahnya aku berbicara pada Ibunya? Ataukah karena sudah mendapat muqoddimah tentang pernikahan makanya aku langsung ilfil?”
Aku terus bertengkar dengan diriku sendiri, hingga terdengar suara ponselku berdering.
“Ya Allah…”
Seketika hatiku lega saat nama yang muncul di layar ponsel adalah nama adikku.
Namaku Arunika, kata Bapak artinya adalah cahaya di awal pagi, aku tidak tahu persis apa harapan Bapak padaku dengan nama itu. Tapi, 24 tahun yang lalu, ketika itu usiaku baru 8 tahun, masih belia banget, bukan?
“Bapak ingin kau seperti cahaya di awal pagi, indah, dimana orang-orang merasa nyaman dengan melihatnya saja, tenang juga bahagia!”
Bibirku tersenyum seketika saat suara itu masih terngiang di telinga, teringat wajah gagah Bapak yang kini tak lagi muda.
“Assalamualaikum! Gimana kabarmu Kak?”
“Waalaikumsalam, ya beginilah. Eh, aku mau cerita nih!” Kataku.
Kuceritakan panjang lebar tentangnya, lelaki yang sedang berusaha memberi warna pada kanvasku yang tak lagi ceria. Lelaki itu teramat serius ingin menikah denganku.
“Terus masalahnya dimana?” Suaranya tegas.
Ku akui, sebagai seorang psikolog sekaligus adikku, dia adalah teman curhat yang paling nyaman.
“Aku belum siap!”
“Jika aku menjadi kau, maka aku tak mau larut dalam kesedihan berkepanjangan. Life must go on, hidup terus berputar, jika pun kau menikah lagi, gak akan ada orang yang bilang kau tidak setia Kak!”
“Bukan itu, tapi rasanya berat. liat aja Bunga Citra Lestari, dia bahkan belum memikirkan pernikahan padahal suaminya duluan wafat!” Ucapku.
Terdengar tawa darinya.
“Menikah itu bukan liat si fulan dan si fulan. Lagian posisinya berbeda, dia udah punya anak. Asal liat anaknya, dia ingat suaminya. Nah, kau belum punya keturunan. Apa kau gak ingin menjadi seorang ibu?”
Sejenak hening, aku menelan ludah berkali-kali.Membenarkan apa katanya.
“Wanita itu memang selalu mendahulukan perasaan, tapi jangan lupa gunakan akal juga!” Lanjutnya.
Kutatap lekat langit-langit kamarku, menahan duka yang timbul ke permukaan netra, dan seketika tumpah tak bisa aku membendungnya.
“Arunika, terima kasih sudah menjadi isteri Abang. Kelak di hadapan Tuhan, Abang akan sampaikan bahwa abang ridho denganmu, dan kau akan menjadi bidadari Abang di dunia, juga di surga!”
Kata-kata itu terngiang kembali, bahkan sangat jelas. Suamiku selalu mengucapkannya padaku, bahkan hingga menjelang wafatnya.
Tangisku pecah.
“Bagaimana mungkin aku bisa hidup dengan lelaki lain, sedangkan dia yang tiada telah membawa semua cinta juga cita yang kupunya.”
Tapi, takdir harus disambut dengan iman, bukan perasaan, tak peduli seberapa dalam luka itu menganga, seberapa basah darahnya. Tetap saja apa yang sudah Tuhan tentukan pasti yang terbaik buat hamba-Nya.
Inilah yang aku berusaha pahami, bukan hanya sebatas kata namun juga sikap. Tentu saja tidak mudah, tapi bisa.
Aku percaya bahwa setiap kejadian selalu mengandung hikmah, pertemuan juga perpisahan adalah sebuah keniscayaan.
“Abang, bagaimana aku bisa melewati ini sendirian saja? Bahkan hingga detik ini aku masih berharap bahwa kepergianmu hanya mimpi semata.” Ucapku yang setelah perginya hanya berteman pilu.
Deras air mata mengalir tak tertahan, sakitnya tak terkatakan, aku menangis menahan suara agar tak kedengaran oleh tetangga.
Rasa sedih adalah manusiawi, menangis juga bukanlah aib. Tapi jika berlebihan tetap saja tidak baik. Apalagi untuk kesehatanku, baik secara fisik maupun psikis.
Segera kuambil air wudhu, kubasuh semua anggotanya, lalu ku hadapkan hati yang hancur pada pemilik-Nya. Siapa lagi yang bisa memulihkan hati itu jika bukan sang pemilik hati.
Kreator : Murni Harsyi Passya
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Dalam dunia pendidikan modern, pendekatan sosial emosional semakin banyak dibahas. Salah satu model yang mendapatkan perhatian khusus adalah **EMC2 sosial emosional**. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Definisi EMC2 sosial emosional? Mengapa pendekatan ini penting dalam pembelajaran? Mari kita bahas lebih lanjut untuk memahami bagaimana EMC2 berperan dalam perkembangan siswa secara keseluruhan. Definisi EMC2 Sosial […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Senja Di Langit Maroko Part 1
Sorry, comment are closed for this post.