Senja itu tak pernah ku lupa, di kala kita duduk merajut cinta. Ada sesuatu yang menenangkan dalam perpaduan warna dan ketenangan alam di saat itu.
“Masih ingatkah engkau tiga puluh tahun yang lalu?” kataku bermonolog.
Saat itu engkau menatap dan tersenyum kepadaku, dan bercerita tentang masa-masa yang akan kita lalui bersama.
Cinta yang tumbuh natural antara engkau dan aku mengalir begitu saja dan tak membutuhkan waktu lama untuk menjalin hubungan yang lebih serius. Perasaan yang terus bertumbuh hingga akhirnya hati masing-masing terpaut dan bersepakat untuk saling mengisi, saling berbagi dan menghabiskan banyak waktu bersama.
Sekarang engkau dan aku sedang berada di usia senja. Kutulis semua kisah tentangmu bahwa engkau sangat menyayangiku. Seorang lelaki dewasa yang penuh kelembutan, sikap tenang, dan bijaksana, yang mampu mengimbangi emosiku yang tak jarang berapi-api kekanakan, tidak suka diatur, dan tergesa-gesa memutuskan sesuatu.
Di bawah sinar langit senja yang memancarkan warna jingga keemasan, kita duduk lagi di sini, bercerita tentang banyak hal yang telah dilalui bersama, kadang tersenyum, tertawa bahkan terharu. Dua buah hati kita kini beranjak dewasa, masing-masing sudah memiliki kesibukan sendiri.
Ingatkah engkau pada suatu masa? Kita pernah terabaikan karena hidup dalam kesedrhanaan beberapa diantara mereka hanya memandang sebelah mata, kebaikan dan ketulusan hati kita tak terhiraukan. Di dalam hatiku menangis bila teringat akan perkataan mereka, namun engkau datang dengan sikap tenang dan berkata bahwa itu hanya intermezzo kehidupan.
“Kelak Tuhan akan selalu ada di waktu dan kondisi apapun untuk kita. Teruslah berbuat baik, setiap ciptaan-Nya punya masa kejayaan,” kata engkau saat itu.
“Jauhkan kata-kata yang melukai hati dan biarkan kata-kata itu berlalu jangan masukkan dalam hati agar engkau tak lelah memikirkannya. Bila fajar mulai redup pasti akan terbenam begitu pula dengan perkataan mereka tak perlu hiraukan perkataan mereka akan hilang dengan sendirinya, benahi saja diri untuk memantaskan diri jika kelak Tuhan menyapa kita.” lanjutmu lagi menyampaikan dengan tatapan teduh.
Ketika aku sedang bercerita tentang masalah yang sedang kuhadapi, maka engkau selalu siap menjadi pendengar yang baik, kemudian memberikan kata-kata bijak buatku. Ketika mendengar kata-kata itupun aku jadi lebih tenang.
Tiga puluh tahun, genap sudah usia pernikahan kita masa-masa indah juga masa-masa sulit telah sama-sama dirasakan bersama. Senja nan merah dalam pelukan malam jadi saksi bisu dari banyak kisah tentang bahtera rumah tangga kita.
“Pernikahan yang bahagia adalah menyatunya dua insan yang bersedia saling mengerti, memahami, dan saling memaafkan.”
Kreator : Indarwati Suhariati Ningsi
Comment Closed: Senja Saksi Bisu Banyak Kisah
Sorry, comment are closed for this post.