“Jam segini baru pulang? Ngapain saja kamu di kantor? Jual diri kamu?”. Dengan penuh amarah suamiku membentakku ketika kakiku baru saja menginjak ruang keluarga. Aku tersentak kaget mendengar suaranya yang menggelegar dan penuh dengan tuduhan.
Bukannya ditanya kabarku dan mengapa baru sampai dirumah jam 9 malam, ini malah dibentak-bentak seenaknya. Padahal rasa nyeri di kaki ini masih terasa sekali
Hari ini adalah hari apes buatku. Berjalan sekitar 1km menuntun motorku mencari tukang tambal ban. Ingin rasanya aku menghubungi suamiku tapi sudah pasti aku akan dimarahi habis-habisan. Bukannya membantu tapi pasti dia hanya ngomel.
“Syukurin! Ya sudah sana cari sendiri tukang tambal ban. Lagian kalau aku kesana terus mau gimana? Toh nanti juga aku yang capek nuntun motormu!”. Masih terngiang-ngiang di telinga ini dulu tanggapan suamiku ketika ban motorku bocor. Berharap suamiku bisa memberikan bantuan dan solusi, tapi ternyata ucapan pedasnya saja yang kuterima.
Makanya aku tidak mau memberitahu suamiku kalau tadi ban motorku bocor. Lebih baik aku berusaha sendiri walau sebenarnya rasa lelah sudah mendera. Memberitahu suamiku juga kena marah tidak memberi tahu juga kena marah. Semua serba salah, seperti makan buah simalakama saja.
Dengan lunglai aku menuju ke dapur dan mengambil air minum, rasanya haus sekali berjalan sekitar 1 km sambil menuntun motor dengan ban yang bocor, terasa berat sekali. Sementara pertanyaan dan omelan suamiku tidak kuindahkan, yang penting tenggorokanku ini harus segera dialiri air agar tidak kering dan pikiranku bisa sedikit lebih ringan.
“Tadi ban motorku bocor mas, aku jalan 1 km baru ketemu sama tukang tambal ban”. Akhirnya dengan susah payah aku menjelaskan sekaligus menjawab pertanyaan suamiku yang seperti peluru, membabi buta. Terlihat suamiku terdiam dan tidak ngomel-ngomel lagi.
“Aku lapar”. Suamiku akhirnya menjawabku dengan nada ketusnya seperti biasa. Tanpa memberi waktu untukku bernafas sejenak, dia sudah meminta untuk dilayani makan karena perutnya sudah menjerit minta diisi.
‘Dari tadi ngapain saja dia? Toh makanan yang tadi kumasak masih ada dan tinggal dipanasi. Bukannya sayur lodeh kalau dipanasi masih enak rasanya. Lauknya pun masih ada. Semua masakanku tadi masih terlihat menarik untuk dimakan’ aku membatin dalam hati sambil membuka tudung saji.
“Panasi saja ayam goreng dan sayur lodehnya”. Mas Rizki seakan dapat membaca apa yang ada dalam pikiranku. Tanpa banyak bertanya aku segera melakukan permintaan suamiku dan segera menyajikannya dan kemudian berlalu ke kamar Bebi, putriku.
“Hai sayang mama, sudah makan belum kamu nak?”. Sapaku pada Bebi yang sedang serius mengerjakan tugas sekolahnya.
“Mama capek ya? Motornya sudah bereskan ma?’. Putriku bukannya menjawab pertanyaanku, malah balik melemparkan pertanyaan padaku.
“Sudah sayang, motornya sudah tidak bocor lagi. Tadi mama lumayan jauh juga mencari tukang tambal ban, sudah pada tutup karena sudah malam”. Aku menjelaskan pada putriku mengenai pengalaman yang kualami tadi yang disambut dengan senyum manis dari putriku.
“Kamu sudah makan belum sayang?”. Tanyaku pada Bebi sambil memeluknya. Putriku menjawab dengan anggukan dan senyuman.
“Ya sudah, kalau begitu mama bersih-bersih dulu ya, Bebi lanjutin ngerjain tugasnya.”. Aku pun kemudian pamit dan segera menyelesaikan pekerjaanku. Selain itu pasti Mas Riski sudah hampir selesai makan sehingga aku pun harus segera memberesi meja makan.
Setelah semua selesai kuberesi, seperti biasa aku pun segera mandi. Rasanya sudah ingin sekali membaringkan tubuh lelahku ini. Hal yang selalu kurindukan setiap hari, tidur dan istirahat.
Di saat tidur adalah di saat ternyaman buatku. Tidak ada yang mengganggu dan aku bisa menenangkan diri dari tekanan hidup yang membelenggu.
Kreator : Flora Napitupulu
Comment Closed: SEPERTI TIDAK BERSUAMI (Bab 2)
Sorry, comment are closed for this post.