Pagi itu Bu Enthol pergi ke masjid untuk berjamaah sholat subuh dengan berjalan kaki seperti biasa. Dalam suasana yang masih remang-remang dia menikmati udara pagi yang sejuk dan bersih. Dengan bebasnya dia pandang ke sana ke mari seolah mencari sesuatu yang tak jelas. Dilihatnya sepanjang jalan lorong rumahnya tampak sepi. Tak seorang pun terlihat ada di jalan.
“Ya Allah, sepi sekali lingkunganku ini. Mungkin para penghuninya masih ada yang terlelap dalam tidurnya. Mungkin juga ada yang sudah berangkat ke masjid sejak adzan berkumandang tadi. Atau mungkin juga ada yang sedang repot masak di dapur. Ah biarlah, itu urusan mereka masing-masing. Ngapain awal hariku aku pakai memikirkan mereka. Ntar terjebak dalam tebak menebak sendiri. Menghilangkan banyak waktu yang seharusnya aku buat berdzikir dan sholawat sepanjang jalan. Entah sudah berapa langkah aku ngelamun tak berguna. Astaghfirullah ya Allah. Astaghfirullah..” gumamnya setelah sadar dari lamunannya.
Bergegas dia mempercepat langkahnya. Dengan lebih cepat lagi kaki di kayuhnya. Khawatir terlambat sampai di masjid. Dengan nafas terengah-engah sampailah di samping masjid. Segera matanya menerobos ke dalam ruangan masjid melalui jendela kaca yang bening itu. Dia melambat dan berhenti sejenak mengatur nafas.
Setelah nafasnya agak tenang dia baru masuk masjid. Tak lupa dia mendahulukan kaki kanan dengan berdoa. Uang dua ribu rupiah yang digenggamnya langsung dimasukkan ke dalam kotak infaq yang memang sudah dipasang di samping pintu. Dengan sedikit ditutupi menggunakan tangan kirinya dia segera masukkan uang tersebut.
“Nggak papa walaupun cuma infaq dua ribu yang penting ikhlas. Bismillah, allahumma sholli ‘ala Muhammad.” Katanya dalam hati.
Dia segera menempati shaf yang masih longgar kemudian sholat sunnah. Dia merasa senang dan bersyukur karena tidak terlambat dan malah masih dapat waktu untuk sholat sunnah. Usai sholat sunnah, iqamah dikumandangkan. Segera dia berdiri lagi untuk berjamaah sholat subuh. Sebelum sholat dimulai terdengar dari balik hijab suara takmir masjid memberi pengumuman bahwa usai sholat subuh jamaah laki-laki diminta bantuannya untuk menggelar karpet dan sound system untuk mempersiapkan sholat Idul Adha nanti. Dan selanjutnya diminta untuk membantu memotong hewan qurban. Setelah itu sholat subuh baru dimulai.
Usai sholat subuh dia pulang melewati jalan lorong rumahnya yang sepi tadi. Suasana semakin terang, hari itu cuaca cerah sekali. Tak lupa sebelum masuk rumah dia mematikan lampu jalan yang masih menyala di perempatan jalan dekat rumahnya. Kemudian, dia masuk rumah dan langsung menuju dapur akan membuat kopi susu dan teh panas untuk suaminya yang sudah pulang juga dari masjid sebelah.
Dia dipanggil suaminya disuruh memijat-mijat kakinya yang terasa capek. Tak berani dia menolak. Walaupun rencananya akan segera minum kopi susu yang panas belum terlaksana, dia matikan kembali kompor yang baru dinyalakan. Bergegas dia mendekati suaminya dan segera dipijat-pijat kakinya. Dia berpikir dengan segera melaksanakan perintah suaminya dia akan segera selesai dan akan segera melanjutkan pekerjaan lainnya.
Baru beberapa saat dipijat kakinya, suaminya minta sarapan. Dengan segera dia melompat meninggalkan kamar dan menuju dapur. Tidak mendahulukan membuat kopi susu tetapi malah menggoreng bebek yang sudah diungkep/direbus sejak kemarin. Setelah nasi dan lauk sudah siap dia panggil suami dan anaknya supaya segera sarapan.
Sedangkan dia sendiri tidak ikut sarapan. Dibersihkan dapur dan peralatan masaknya. Setelah bersih dia segera masuk kamar khusus untuk sholat alias mushola. Dia menyiapkan mukena dan sajadah serta sarung untuk suami, anak, dan dia sendiri.
Usai sarapan, suami dan anaknya langsung berangkat ke masjid sebelah untuk melaksanakan sholat Idul Adha. Sedangkan Bu Enthol masih kembali lagi ke dapur mencuci piring dan menyimpan makanan yang masih tersisa. Sambil bekerja dia ingat akan segera berangkat ke masjid terdekat untuk sholat Idul Adha juga.
Dilihatnya jam dinding telah menunjukkan pukul 05.45 menit.
“Masih jam enam kurang lima. Insya Allah masih cukup waktunya.” Gumamnya dalam hati.
Kemudian dia berwudhu di tempat wudhu samping rumah. setelah itu dia pilih baju di lemari kayu miliknya. Bingung dia memakai baju yang mana. Diambilnya baju warna biru. Tapi dikembalikan lagi. tampaknya dia bingung memilih mana yang paling baik menurutnya untuk dipakai di hari raya ini. Karena ini adalah hari yang sangat istimewa.
Tanpa melihat jam dinding lagi, dia segera memakai baju dan mengenakan mukena bagian atas. Sedangkan mukena bagian bawah dibawa dengan sajadahnya. Dengan tenang, dia keluar pagar dan mengeluarkan sepeda motornya. Terlihat tetangga kiri kanan sudah sepi. Tinggal Nazha yang tampak di depan rumahnya akan berangkat ke masjid juga.
“Alhamdulillah ada Nazha, masih ada temannya yang belum berangkat. Wah…depan rumahku kotor sekali. Daun-daun melati dan banyak bunga melati yang berjatuhan. Dipandang kok gak nyaman ya. Aku nyapu dulu aja deh.” Katanya dalam hati sambil mengambil sapu lidi sekalian cikraknya.
Setelah tampak bersih halaman rumahnya dia segera tancap gas berangkat ke masjid. Tak lupa dia bawa sekalian panci presto untuk memasak daging nanti usai sholat Idul Adha. Sesampai di depan rumah Giska, dia berhenti. Mengambil kerupuk yang telah disiapkan di pagar.
“Ow iya, ini pesananku tadi. Aku bawa sekalian aja deh daripada nanti balik lagi cuma ambil kerupuk.” Ujarnya dalam hati.
Kemudian dia tarik lagi gas motornya. Tak lama melaju dia lihat mukena terjatuh di depan rumah Nazha.
“Loo, itu kan mukena punya Nazha. Dia gak tahu kalau mukenanya jatuh di sini. Ya udah biarin aja lah. Biarin aja dia pakai mukena atasan saja. Kan itu yang jatuh mukena bawahnya. Tak apa lah aku lanjut aja. Suasana sudah sepi banget. Kayak suasana subuh tadi. Sepertinya semua orang sudah berangkat ke masjid. Ya Allah, berarti tinggal aku sendiri ini yang belum berangkat. Ya Allah.” Dia terus berkata sendiri dalam hati.
“Tapi perasaanku kok gak enak ya. Tahu kalau itu tadi mukena Nazha terjatuh tapi aku membiarkan saja. Berarti aku tidak peduli dong. Tapi kalau balik lagi aku takut terlambat. Karena sudah sepi banget semua orang sudah berangkat ke masjid. Tapi kalau gak aku ambil aku berdosa. Tidak mau membantu orang dengan sengaja. Karena lihat ada mukena terjatuh. Karuan kalau tidak melihat mukena tadi. Kok jadi bingung ya diriku. Waduh, gimana ini.Ya udah deh aku balik lagi aja, aku ambilkan mukena tadi. Aku bawakan. Kasihan dia gak tahu kalau mukenanya jatuh. Bukankah aku ke masjid yang sama dengan Nazha. Biar aku berikan nanti di sana.” Katanya dalam hati.
Kemudian Bu Enthol memutar kembali sepeda motornya dan mengambil mukena tersebut. Buru-buru dia ambil dan kembali tancap gas melesat ke arah masjid. Sesampai di samping masjid sebelah barat tampak barisan atau shaf jamaah laki-laki begitu rapi dan tenang. Terkejut dia setelah dilihatnya tampak jari-jari telunjuk mereka sudah menunjuk menandakan duduk tahiyat akhir.
Dan baru sadar pula jalan depan ini ditutup karena untuk sholat Idul Adha. Kemudian dia putar balik kembali dan melewati jalan sebelah kanan masjid. Dadanya semakin berdebar kencang karena begitu dia sampai di depan masjid semua jamaah menoleh ke arahnya. Sambil menahan rasa malu dan bingung dia segera memarkir motornya dan menurunkan panci presto serta kerupuknya. Dia taruh di tangga depan masjid. Dan dia segera ambil sajadah dan mukenanya lalu berlari menuju tempat sholat. Di arah belakang shaf yang terlihat rapi dengan seribu mata memandang ke arahnya. Seolah seribu mata itu menyambut kedatangannya. Dengan lari tergopoh-gopoh dia segera menempati karpet kosong di belakang jamaah yang sudah selesai sholat.
Dia baru sadar bahwa seribu mata yang memandang ke arahnya adalah mereka jamaah sholat Idul Adha telah selesai sholatnya. Mereka telah mengakhiri sholat dengan mengucap salam sambil menoleh ke kanan dan menoleh ke kiri.
Sambil duduk selonjor kedua kaki, dia malu dan menyesal. Dia baru sadar bahwa ia terlambat datang ke masjid untuk mengikuti sholat Idul Adha berjamaah yang dilaksanakan di halaman masjid. Sambil terus menerus bergumam, “Astaghfirullah ya Allah, aku datang terlambat ya Allah. Astaghfirullah ya Allah, sholat ied-nya sudah selesai, ya Allah. Ngapain aku tadi mbulet aja ngurusin pekerjaan di rumah. Ya Allah, ngapain aku tadi tidak segera berangkat ke masjid, ya Allah, aku menyesal, aku gak dapat ikut sholat ied. Astaghfirullah ya Allah.” Gumamnya sambil mengelus-elus kakinya dan terus membenahi duduknya.
Sedangkan jamaah putri yang berada di shaf belakang banyak yang melihat dan mengajak bicara, menanyakan kenapa sampai terlambat. Dan ada pula yang ganti bercerita bahwa dirinya juga terlambat. Sampai di masjid sudah rukuk.
Penyesalan datangnya belakangan. Tetapi dia berpikir dan berkata dalam hati: “Ini aku sudah telat, datang sudah pas selesai sholat. Sekian menit aku ngobrol dengan teman-teman yang menanggapiku, mereka ngobrol juga menceritakan dirinya, aku juga bicara terus menceritakan diriku kenapa sampai terlambat. Tak ada habisnya. Aku melihat Khatib sudah naik mimbar dan memulai khutbah. Kalau aku ngobrol aja ntar aku rugi dua kali. Sudah gak dapat kesempatan sholat, gak dapat lagi ngedengerin khutbah. Aku harus diam, aku harus menyimak khutbah dengan serius. Aku harus fokus melihat khotib yang sedang khutbah dan fokus mendengarkan. Biar teman-teman berhenti ngajakin aku ngobrol.” Dia berkata dalam hati sambil menutup mulutnya menggunakan mukena. Tampak Si Enthol serius menyimak khutbah dengan harapan impas dengan penyesalannya tertinggal sholat berjamaah.
Kreator : Endah Suryani
Part 15: Warung Kopi Klotok Sesampainya di tempat tujuan, Rama mencari tempat ternyaman untuk parkir. Bude langsung mengajak Rani dan Rama segera masuk ke warung Kopi Klotok. Rama sudah reservasi tempat terlebih dahulu karena tempat ini selalu banyak pengunjung dan saling berebut tempat yang ternyaman dan posisi view yang pas bagi pengunjung. Bude langsung memesan […]
Part 16 : Alun – Alun Kidul Keesokan paginya seperti biasa Bude sudah bangun dan melaksanakan ibadah sholat subuh. Begitupun dengan Rani yang juga melaksanakan sholat subuh. Rani langsung ke dapur setelah menunaikan ibadah sholat subuh. Tidak lama disusul oleh Bude dan langsung mengambil bahan masakan serta mengiris bahan untuk memasak. Rani dan Bude sangat […]
Part 14: Kopi Klotok Pagi hari yang cerah, secerah hati Rani dan semangat yang tinggi menyambut keseruan hari ini. Ia bersenandung dan tersenyum sambil mengiris bahan untuk membuat nasi goreng. Tante, yang berada di dekat Rani, ikut tersenyum melihat Rani yang bersenandung dengan bahagia. “Rani, kamu ada rasa tidak sama Rama? Awas, ya. Jangan suka […]
Part 13 : Candi Borobudur Keesokan harinya Rama sibuk mencari handphone yang biasa membangunkannya untuk berolahraga disaat Rama berada di Jogja. Rama tersenyum dan semangat untuk bangun, membersihkan diri dan segera membereskan kamarnya. Tidak lupa Rama juga menggunakan pakaian yang Rapih untuk menemui Rani hari ini. Sementara Rani seperti biasa masih bermalas-malasan di dalam kamarnya […]
Part 12 : Cemburu Rama langsung memukul Jaka saat Jaka baru saja masuk ke ruang kerjanya Rama. Jaka yang meringis bukannya marah namun malah tersenyum terhadap Rama karena Jaka tahu bahwa Rama lagi cemburu terhadapnya. Rama males menjawab salam dari Jaka namun sebagai orang yang punya adab Rama harus menjawab salam dari Jaka dengan sopan. […]
Buy Pin Up Calendar E-book On-line At Low Prices In India After the installation is complete, you’ll have the flexibility […]
Karya Nurlaili Alumni KMO Alineaku Hampir 10 bulan, Pandemi Covid -19 telah melanda dunia dengan cepat dan secara tiba-tiba. Hal […]
Karya Lailatul Muniroh, S.Pd Alumni KMO Alineaku Rania akhirnya menikah juga kamu,,, begitu kata teman2nya menggoda, Yaa,,,Rania bukan anak.yang cantik […]
Karya Marsella. Mangangantung Alumni KMO Alineaku Banyak anak perempuan mengatakan bahwa sosok pria yang menjadi cinta pertama mereka adalah Ayah. […]
Karya Any Mewa Alumni KMO Alineaku Bukankah sepasang sejoli memutuskan bersatu dalam ikatan pernikahan demi menciptakan damai bersama? Tetapi bagaimana […]
Comment Closed: Seribu Mata Menyambutnya
Sorry, comment are closed for this post.