Siang itu seperti biasanya Tiara harus ke gudang cargo bandara Esert untuk mengurus barang logistik dan sparepart. Di periksa terlebih dahulu agar aman dalam penerbangan charter sorenya. Setelah beres, Tiara buat catatan barang per koli dan kilogramnya agar sesuai dengan kemampuan pesawat twin otter yang nantinya juga ada penumpang yang akan ikut berangkat ke KiloAlfa Obor di sebuah pulau tambang emas. Karena cuaca siang itu sangat panas, Tiara mencari tempat yang banyak anginnya. Kebetulan di pintu keluar ada sebuah forklift, di atasnya ada beberapa tumpukan koran lama.
“Aku pinjam satu eksemplar yah, untuk kipas-kipas badanku. Rasanya puuaaannnaass sekali.” Kata Tiara pada seseorang yang tak dikenal, kebetulan dia duduk di atas forklift itu. Dia tidak menjawab, hanya menatap Tiara dan menganggukkan kepalanya. Tiara pun berlalu dari situ, pindah ke tempat yang bisa memandang pesawat twin otter take off, sambil terus mengipas-ngipas badannya dengan koran bekas (mungkin suhunya ada di 41 derajat celcius. Kalo telur direbus sudah matang…hehehe) wuuiiih… Panas sekali suhu saat itu. Sampai pesawat twin otter mengudara dan hilang di balik awan akhirnya Tiara masuk kembali dalam gudang cargo dan tak lupa mengembalikan koran yang Tiara pinjam tadi.
Setiba di alat forklift, seseorang yang tadi duduk masih setia disitu, tapi sudah ada temannya yang Tiara kenal bernama Allan. Tiara pun mengembalikan koran yang dipinjam tadi sambil mengucapkan terima kasih, dan langsung berbalik kembali ke kantor, tiba-tiba…
“Tiara…! Tiara…! Tunggu sebentar!” panggil Allan.
“Kenalan dulu dengan temanku.” Kata Allan.
Dia mengulurkan tangannya dan bersalaman dengan Tiara.
“Ranto.”
“Tiara…” Tiara mengenalkan dirinya dengan senyum malu.
Dia masih menggenggam tangan Tiara sambil menatapnya lama. Tiara juga balas menatap matanya. Aaiiih, ini cowok kok bulu matanya lentik banget (dalam hati bergumam). Tiara senyum-senyum sendiri, sampai terdengar suara Allan nyeletuk.
“Akan ku jodohkan kalian berdua!!”
“Atur saja.” Sahut Tiara asal-asalan sambil berlalu dari situ untuk kembali ke kantornya. Tiba di kantor Tiara segera membuat laporan barang cargo yang terkirim dan yang masih standby di gudang. Kirim lewat fax ke bagian transportasi dan warehouse di perusahaan tambang emas di daerah Treliya. Begitulah pekerjaan rutinnya yang sudah Tiara jalani kurang lebih 5 tahun lamanya.
Hampir setiap Tiara bertugas di gudang cargo selalu bersua dengan Ranto dan Allan. Terkadang juga hanya Ranto sendiri yang datang ke gudang cargo untuk menjemput barang tiba. Dan disaat berpapasan dengannya, Tiara tersenyum sambil melirik matanya yang berbulu mata lentik itu. Hmmmm… Aku saja yang sering membuat bulu mataku jadi lentik pakai alat, tak bisa selentik bulu mata Ranto. Hehehe…..
Allan yang memang rumahnya berdekatan dengan rumah Tiara selalu berusaha mempertemukannya dengan Ranto, tapi Tiara katakan bahwa dia sudah punya pacar. Namun Allan rupanya tak habis akal. Karena kebetulan Allan dan orangtua Tiara saling kenal baik, Allan langsung gerak cepat membawa Ranto ke rumah Tiara dan memperkenalkannya kepada kedua orang tua Tiara. Waah…ini namanya anak belum setuju. Eh, sudah langsung tembak ke orang tuanya. Wuuiiihhh, betul betul nekat si Ranto nih. Hhhmm. Tiara mulai kalang kabut jika sudah berurusan dengan orang tuanya. Hati Tiara mulai terusik bila sudah berurusan dengan orangtuanya tentang masalah hati. Di usianya yang sudah menginjak 30 tahun. Sudah matang untuk membina rumah tangga. Sudah terlalu matang malah. Ibarat buah pisang masak bisa langsung dimakan. Hehehe…
Hati Tiara yang sudah lama jungkir balik, kini di kejar target untuk menikah. Hubungan dengan pacarnya yang begitu lama dan tak berujung akibat perbedaan keyakinan, memaksa Tiara untuk mengambil sikap. Berbicara dari hati ke hati bersama sang kekasih dan sepakat untuk berpisah,itu lebih baik dilakukan supaya tidak ada yang tersakiti.
Akibat terlalu lama sendiri dan keasyikan kerja. Tiara sudah cuek dengan umurnya yang semakin bertambah. Tapi gara-gara si bulu mata lentik itu, yang gencar mengejarnya baik di kantor maupun datang kerumah…terusik juga hati Tiara. Tambah lagi Papa dan Mama selalu berujar,
“Tiara, kakak dan adik-adikmu sudah menikah semua, tinggal kamu yang belum. Mama dan Papa sudah semakin tua, Nak. Apalagi Mama yang sudah sakit-sakitan ini, kapan kau mau mengakhiri masa lajangmu? Mama lihat Si Ranto orang yang baik. Menikahlah dengannya.”
Duuh….. jika sudah seperti ini, Tiara hanya bisa diam merenung. Koq begitu mudah menyuruh anaknya menikah, sementara Tiara dan Ranto baru beberapa bulan kenalan dan berteman. Belum ada niat di hati Tiara untuk mengubah status. Tiara masih harus mengenal lebih dalam lagi sikap dan kelakuan Ranto. Tidak mau terburu-buru… nanti malah amburadul jika sudah bersama nanti. Memang ini perkara hati yang tidak mudah dipahami dan diselami dengan cepat seperti makan pisang goreng, karena menyangkut dua manusia yang berlawanan jenis. Tiara juga perlu menata hatinya kembali yang sekian lama kosong dan terbiasa dengan kesendirian. Yang tadinya hanya ada kerja…kerja … dan kerja. Kemanapun dan apapun yang dilakukannya terbiasa sendiri walaupun tidak sampai kesunyian melekat raga.
Dengan makin intensnya pertemuan Tiara dan Ranto (hmmm…paling banyak Ranto yang datang ke rumah Tiara) walaupun masih berat bagi Tiara untuk menerimanya, tapi paling tidak hubungan keduanya semakin dekat karena keduanya pun sudah bukan anak remaja lagi. Pertemuan di usia dewasa dan matang memang membuat Tiara dan Ranto tidak ada yang namanya kucing-kucingan ataupun backstreet. Justru masing-masing keluarga besar sangat mendukung hubungan mereka berdua.
Kreator : Tuty S. Sukadis
Comment Closed: Si Bulu Mata Lentik #1
Sorry, comment are closed for this post.